Jumat, 19 Juli 2013

TELAH TERBIT NOVEL "KEPAS" KARYA IVERDIXON TINUNGKI


KEPAS
manusia perbatasan
IVERDIXON TINUNGKI


PENGANTAR PENERBIT

Kehidupan yang kompleks seringkali menyeret seseorang keluar dari
cita-citanya atau apa yang dicita-citakannya semula. Seorang yang
semula hanya berpikir sederahana, tanpa ia sadari harus mengambil
keputusan-keputusan penting, bukan saja untuk dirinya tetapi
keluarganya. Namun ternyata melibatkan realitas sosialnya di mana
ia berada. Bahkan ia kemudian seolah-olah di sudutkan kembali
pada situasi awal, di mana ia harus menjadi manusia lugu dengan
terpaksa, tetapi sejarah social terlanjur menempel pada dirinya.

KEPAS, itulah sebuah novel perjuangan anak manusia di daerah
perbatasan. Daerah-daerah yang boleh dikatakan tidak bertuan,
karena terkadang diabaikan oleh pusat-pusat kekuasaan. Mencoba
keluar dari himpitan sosisal dan ekonomi, terdampar di negeri
orang, tetapi kemudian terabaikan di negeri sendiri. Bahkan
dinyakatan sebagai orang yang bersalah, tanpa ia memahami
kesalahannya.

TELAH TERBIT BUKU PUISI "KLIKITONG" KARYA IVERDIXON TINUNGKI


PENGANTAR PENERBIT

KLIKITONG adalah satu jenis musik tradisional dari masyarakat
Sangihe Talaud, suatu masyarakat yang berdiam di perbatasan
utara Indonesia, antara Indonesia dan Filipina, yang terdiri dari
kepulauan. Dan musik Klikitong terdiri beberapa alat musik
seperti talempong dan tagonggong yang merupakan media
ekspresi spiritual maupun sosial masyarakatnya. Iverdixon
Tinungki sebagai salah satu anak suku dari masyarakat Siau,
mencoba mengekspresikan semangat dari kultur budaya
leluhurnya itu ke dalam karya-karya puisinya .

Untuk mengeskpresikan semangat dari nilai suatu tradiri ke
dalam teks puisi tentu bukan suatu hal yang sederhana, karena
tidak saja mengandalkan naluri anak suku, tetapi juga
memahami secara mendalam struktur dari masyarakatnya.
Dan hal itu tampak diyakini sepenuhnya oleh Iverdixon
Tinungki, baik secara empiris dengan menyusuri kembali
tanah-tanah kepulauan yang berada di paling utara dari
propinsi Sulawesi Utara, tetapi juga mendeskripsikan seluruh
refrensi yang didapatkan secara lisan maupun tulisan.

5 PUISI IVERDIXON TINUNGKI DI HARIAN INDO POS TGL 13 JULI 2013



SEPETAK LADANG DI MATA PETANI
(perjalanan ke Geme)
langit memintal warna kemuning biji padi
di sepetak ladang, di sepetak mata petani

entah berapa abad petani mencangkul bau belukar
cericit burung dan getir biru yang boyak moyak di wajahnya

sebelum atau sesudah petak ladang  ini bisa disemai, dipanen
tak saja tanah,  juga darah di nadinya menanak doa

tapi petani hanya sepotang kata
dalam ucapan ringan orangorang di balik samudera
berjarak langit bumi tanpa tangga
apalagi jendela. kecuali desis ular mengintai nafasnya

Sabtu, 13 Juli 2013

PUISI-PUISI BERLATAR SANGIHE Karya Iverdixon Tinungki



DALAM KLIKITONG

dalam klikitong kutemukan pulau
telah lama terkubur
darah lelaki mengalir bagai arus
memecah di mata samudera
 terus mendekap ombak tua
di pesisir itu

ombak tua itu mendebur seluas ingatan
bagaimana batangbatang sejarah menegak
di tengah bunyi berdejakdejak

PUISI-PUISI BERLATAR TALAUD Karya Iverdixon Tinungki





SEPETAK LADANG DI MATA PETANI
(perjalanan ke Geme)

langit memintal warna kemuning biji padi
di sepetak ladang, di sepetak mata petani

entah berapa abad petani mencangkul bau belukar
cericit burung dan getir biru yang boyak moyak di wajahnya

sebelum atau sesudah petak ladang  ini bisa disemai, dipanen
tak saja tanah,  juga darah di nadinya menanak doa

tapi petani hanya sepotang kata
dalam ucapan ringan orangorang di balik samudera
berjarak langit bumi tanpa tangga
apalagi jendela. kecuali desis ular mengintai nafasnya

Jumat, 12 Juli 2013

Pendeta DJ. L. Bato, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Ketua BPMW ke delapan adalah Pendeta DJ. L. Bato STh. Ia sosok pribadi yang  tegas dan disiplin. Sikapnya itu jelas terlihat dalam kemimpinannya selaku Ketua BPMW di era dimana jemaat-jemaat se Manado Utara dalam kegairahan membangun yang pesat. Tantangan-tantangan eksternal seiring kian maraknya pertumbuhan denominasi kekristenan di Manado menjadi perhatiaannya, sebab adanya gejala perpindahan yang cukup merisaukan dari anggota jemaat GMIM ke denominasi gereja lainnya. Dampak modernism dan pengaruh nilai-nilai asing non gerejani yang begitu kuat marasuk dan mempengaruhi ke kehidupan berjemaat ikut menjadi konsennya. Sikap tegas dan disiplin yang diterapkan dalam kepemimpinannya itu menurut dia, sebagai upaya menjaga keutuhan dan kewibawaan gereja. Gereja harus tampil sebagai pemenang di tengah persoalan-persoalan pelik yang dihadapinya. Ini menuntut sikap kepemimpinan gereja yang penuh integritas, dan pendalaman ajaran yang benar dan alkitabiah.

Pemekaran GMIM Wilayah Mapatu


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Laju pertumbuhan jemaat-jemaat baru di aras pelayanan Wilayah Manado Utara II terbilang sangat signifikan. Hanya dalam kurun 10 tahun (1982-1992) sejak masa pemekaran dari Wilayah Manado Utara menjadi Manado Utara I dan Manado Utara II, pada tanggal 10 September 1992 Wilayah ini kembali dimekarkan menjadi 2 wilayah yakni Wilayah Manado Utara II dengan Pusat Pelayanan di Jemaat Petra Bitung Karangri, serta Wilayah Manado Utara III  dengan Pusat Pelayanannya di Jemaat Torsina Tumumpa. Kemudian hanya dalam waktu 16 tahun (1992-2008) Wilayah Manado Utara II kembali memekarkan beberapa jemaatnya menjadi aras pelayanan Wilayah Mapatu. (Manado, Pandu, Tumpa).

Pendeta Ny. Rais - Tumiir, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Setelah usai masa kepemimpinan Pendeta J Lontoh, STh, BPMW Manado Utara II dipimpin  Pendeta Ny. Rais - Tumiir, STh (Emiritus). Ia mengemban tugasnya sejak 2005 hingga 2009. Dalam kurun 4 tahun kepemimpinannya, jemaat-jemaat di aras Wilayah Manado Utara II berkembang menjadi 15 jemaat. Mempertimbangkan teritorial pelayanan yang terbilang luas itu maka  pada tanggal 21 Desember 2008 Wilayah Manado Utara II kembali di mekarkan menjadi 2 wilayah yaitu Wilayah Manado Utara II dan Wilayah MaPaTu (Manado, Pandu, Tumpa). Jemaat yang ada di Buha, Bengkol dan Pandu menjadi wilayah Mapatu. Sementara teritorial Wilayah Manado Utara II kembali mengempis menjadi 7 jemaat.

Pendeta J. Lontoh, STh 1999-2005 (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Usai Pendeta J. Wenas di pos pelayanan aras Wilayah Manado Utara II, posisi Ketua Badan Pekerja Majelis Wilayah digantikan Pendeta  Joppy Lontoh, STh. Ia bertugas sejak 1999 hingga 2005 sebagai Ketua periode keenam. Tentang kondisi Wilayah Manado Utara II saat dipimpinnya, ia mengatakan ada beberapa masalah penting menyangkut berdirinya beberapa jemaat baru yang perlu mendapatkan perhatian khusus terutama masalah Jemaat Gunung Hermon Tuminting, Jemaat Firdaus Mayondi, Jemaat Tunggul Isai Tuminting.

Pendeta J. Wenas 1994-1999 (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Pendeta  J. Wenas, adalah Ketua Bada Pekerja Majelis Wilayah (BPMW) Manado Utara ke lima. Bertugas sejak 1994 hingga 1999. Di masa pelayanan Pendeta J. Wenas STh Wilayah Manado Utara II  ketambahan 3 Jemaat hingga menjadi 12 Jemaat dan 3 Bakal Jemaat. Setelah masa akhir tugasnya sebagai Ketua wilayah, 3 bakal jemaat di atas dengan SK Sinode menjadi Jemaat mandiri yaitu; Jemaat Firdaus Mayondi, Jemaat Diaspora Buha dan Jemaat Tunggul Isai Tuminting sehingga Jemaat di Wilayah Manado Utara II kembali berkembang menjadi 15 Jemaat.

Pendeta H. Hermanus, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki

Awal periode kepemimpinan keempat aras pelayanan Wilayah Manado Utara II diantar oleh sebuah kemelut dalam kehidupan bergereja. Peristiwa itu seakan menegaskan  ulang dimana sejarah Gereja dari abad pertama sampai sekarang ini tidak terlepas dari berbagai permasalahan dan  gejolak yang timbul ini disebabkan karena Sejarah Gereja menjadi saksi bahwa Gereja selalu berayun dari kutub yang satu ke kutub yang lain. Jarang sekali ada suatu periode panjang, yang di dalam waktu itu Gereja hidup dalam keseimbangan. Keseimbangan memang hal yang amat langka. Karena ketidakseimbangan ini maka Gereja mengalami kekurangan-kekurangan baik yang relatif kecil maupun yang sangat mendasar.

Pemekaran Wilayah Manado Utara III 1992


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Saat Pendeta M. Hermanus, STh ditetapkan sebagai Ketua Badan Pimpinan Wilayah (BPW) Manado Utara II pada tahun 1990, maka pusat wilayah berpindah dari Jemaat Torsina Tumumpa ke Jemaat GMIM Petra Karangria, dan terus bertahan hingga saat ini.

Penatua Ferom P. Langkudi (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Penatua Ferom P. Langkudi, adalah tokoh fenomenal tak saja dalam sejarah Jemaat GMIM Torsina tapi juga dalam alur sejarah pelayanan di aras Wilayah Manado Utara II. Ia sosok paduan antara Hamba Tuhan, Politisi, dan Birokrat. Apakah karena keunikan talenta dalam diri figur satu ini hingga ia banyak memberi warna dalam corak kepemimpinan dan pergumulan di aras ini?

Pendeta Alex Koloay, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Usai periode kepemimpinan Pendeta Ny. Sumolang Dapu, STh pada tahun 1984, posisi Ketua Badan Pekerja Majelis Wilayah (BPMW) Manado Utara II  digantikan oleh Pendeta Alex Koloay, STh. Tugasnya sebagai Ketua Wilayah sekaligus Ketua Badan Pekerja Majelis Jemaat Torsina Tumumpa  diembannya  kurang lebih 5 tahun (1984-1990).

Pendeta Lientje Mientje Sumolang Dapu (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Pendeta Ny. Lientje Mientje Sumolang Dapu adalah Ketua Badan Pimpinan Wilayah Manado Utara II yang pertama yang resmi mengemban tugas sejak tanggal 1 September 1982 sebagaimana ditetapkan dalam Beslit Nomor 126 tertanggal 6 Agustus 1982 oleh Badan Pekerja Sinode GMIM.   

Kamis, 11 Juli 2013

WILAYAH MANADO UTARA II 1982


Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Penetapan Wilayah Manado Utara II secara resmi sebagai sebuah aras dalam pelayan GMIM dilakukan lewat Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode Nomor 83 tgl. 6 Agustus 1982 yang ditanda tangani Ketua BP Sinode Pendeta DR. W. A. Roeroe dan Sekretaris Umum (Sekum) Pendeta K. H. Rondo S.Th.
Dalam Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode tersebut, Wilayah Manado Utara II disebut sebagai Wilayah Tumumpa dengan kedudukan Kantor Wilayah di Jemaat GMIM Torsina Tumumpa (Kutipan Beslit BP Sinode. No. 126).

Pendeta W A Sambuaga Dumais Sm.Th B.A (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki

Pendeta Ny. Wehelmeintje Anthoneta Sambuaga Dumais Sm.Th B.A ditempatkan mengantikan Pendeta Dumanauw  Musa Victor Kandijoh di Gereja Bethanie Singkil Sindulang pada tahun 1976. Ketika itu, Gereja Bethanie masih merupakan pusat pelayanan dari gereja-gereja dan jemaat-jemaat di Wilayah Manado Utara.  Selain menjabat  sebagai Ketua Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) Bethanie Singkil Sindulang, ia sekaligus sebagai  Ketua Badan Pekerja Wilayah (BPW) Manado Utara.

Pendeta Dumanauw MV Kandijoh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki

Aras pelayanan Wilayah Manado Utara baru digunakan mendekati masa-masa akhir dari 22 tahun kepemimpinan Pendeta Hendrik Daandel di Bethanie Singkil Sindulang. Penggantinya adalah Pendeta Dumanauw  Musa Victor Kandijoh. Di tempatkan di Jemaat Singkil Sindulang sejak 1973.
Pendeta Kandijoh Dilahirkan di Manembo-nembo Tonsea 11 Juni 1926. Istrinya Zus Alwina Rampengan. Ia adalah lulusan sekolah Theologia di Tomohon; lanjutan dari STOVIL. Disitu ia merasakan sampai 3 orang direktur berganti-ganti yaitu pertama Ds MUNDUNG, kedua Ds R.M Luntungan dan ketiga Ds. Manuel Sondak. Setelah lulus ia ditempatkan di jemaat GMIM Bitung dari 1952 sampai 1953. Sesudah itu ke Jemaat Airmadidi (1953-1955), Jemaat Tatelu (1955-1965), Kemudian 14 tahun bertugas di daerah “asalnya” Tonsea.  Oleh BP Sinode GMIM sudah dianggap mantap untuk pergi melayani daerah lain, maka dikirimkanlah pendeta Musa Kandijoh keluar dari Wilayah GMIM dan masuk ke Sulawesi Tengah, Kabupaten Donggala dan menjadi Ketua Sinode GPDI di sana.

WILAYAH MANADO UTARA 1973


Oleh: Iverdixon Tinungki

Dalam lintasan 70 tahun (1903-1973) dengan masa pelayanan 4 Kepala Paroki, nama dari aras pelayanan Paroki Singkil baru diubah menjadi aras pelayanan Wilayah Manado Utara. Pengubahan nama aras pelayanan ini berlangsung pada masa kepemimpinan Ds. R.M. Luntungan selaku Ketua Sinode GMIM (1968–1979). Pengubahan nama di salah satu aras pelayanan GMIM ini merupakan akhir dari penggunaan istilah atau nama yang dibawah Gereja Katolik sejak tahun 1563 yang ditandai peristiwa pembaptisan oleh Peter Diego De Magelhaes di pantai Sindulang.  

Pendeta Hendrik Daandel (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki        
 “Hendaklah setiawan kamoe sampai kepada mati,
maka Akoe akan mengaroeniakan kepadamoe makota alhajat itu”
(Wahjoe 2:10).

Setelah berakhirnya kepemimpian Pendeta Altius Adolf Mohede, pada 1 Maret 1951, Pendeta Hendrik Daandel ditempatkan  oleh BPS GMIM sebagai Ketua Jemaat Singkil Sindulang sekaligus sebagai Kapala Paroki Singkil. Pada masa kepemimpinannya ini ia sempat menjabat Ketua Badan Pekerja Wilayah Manado Utara masa transisi dari peralihan istilah Paroki ke Wilayah. Ia bertugas hingga 15 November 1973.

Selasa, 09 Juli 2013

ZIARAH ARANGKAA (Puisi Iverdixon Tinungki)



ke sini
ke bumi yang di atasnya
ladang airmata
dengung nanaungan
pada erang mata gadis
menyimpan bara
belum seabad moyangnya
bersimbah darah
melawan Belanda

di liang hatinya
nenek menyanyikan lirik kukumbaeda
tanah merah menanak panas
keberanian Larenggam
menggelegak tak saja dilantai bumi samuderanya
juga pada detak nafas menolak tunduk
kerena tunduk itu berhala

Senin, 08 Juli 2013

Peralihan Penting Dalam Sistim dan Struktur Pelayanan GMIM


Oleh : Iverdixon Tinungki
“Bila tidak ada WAHYU menjadi liarlah RAKYAT”
Amsal 29:18a
Babak baru telah tiba setelah melewati kurun waktu awal mula masa penaburan dan persemaian. Kerja pelayanan para missioneri dari gereja Katolik masa Portugis, lalu ke misi VOC Kerk, hingga masa terbentuknya Indische Staats Kerk (Gereja Protestan Belanda) pada tahun 1800, serta masa-masa pelayanan NZG telah berhasil  melewati alur patahan dan tikungan sejarah yang indah sekaligus mencengangkan. Dari tapak-tapak itu kemudian GMIM terbentuk pada 1934. Di sini terlihat dimana setiap kurun waktu punya corak dan pergulatannya sendiri seakan menegaskan dimana yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Seperti benih yang baik yang tersemai di tanah yang subur, kini telah menjadi pohon yang siap berbuah dan terus beregenerasi.
Fakta-fakta historis yang terpapar pada bab sebelumnya dari sebuah rel kehidupan organisasi Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang kini memiliki 1 juta lebih anggota jemaat,  tak lepas dari tikungan-tikungan menarik dan mengejutkan itu. Musim-musim awal dari masa pengenalan Injil Kristus di pesisir hingga ke rimba raya jazirah tanah Minahasa ini telah menunjukkan hasil yang baik.

Titik-Titik Penting Menuju Terbentuknya GMIM

Oleh: Iverdixon Tinungki


Perjalanan “sido” Tuhan telah sampai dengan gemilang di pesisir ini. Jazirah-jazirah yang dulu gelap dalam kultur alifuru dan kepercayaan animism itu kini berada dalam terang Kristus.  Kabar baik dan benih kekristenan telah tumbuh dalam kurun empat abad, menjadi  aras pelayanan Wilayah GMIM dengan jemaat-jemaatnya yang dewasa dan sistim organisasi yang pas zaman.
 GMIM saat ini adalah gereja dengan 1.000.000 lebih anggota jemaat. Merupakan denominasi terbesar dari organisasi gereja di Indonesia Timur, sekaligus terbesar kedua di Indonesia, setelah Gereja Batak.

Minggu, 07 Juli 2013

ORANG-ORANG MANADO UTARA, TRADISI DAN KEPERCAYAAN


OLEH: IVERDIXON TINUNGKI

Bau kemenyan, goraka, kinsule (Bataka), dan bunga patuku (melati) dari upacara-upacara paganis masyarakat alifuru dan para penganut agama suku di kawasan ini,  saat ini tak lagi mampu mengalahkan berbagai wangi parfum produk modern seperti Estelouder, Axe dengan iklan malaikat jatuh di televisi itu, atau bau makanan dari jejeran restaurant di pusat kota Manado saat ini.

450 TAHUN INJIL DI MANADO UTARA


OLEH: IVERDIXON TINUNGKI

“KAMU adalah GARAM  dan TERANG dunia”
Matius 5:13-16

Manusia sebagai paradoks adalah sang penanti kabar. Allah adalah kemegahan yang murni yang menandai segala yang ‘ilahi’, pewarta yang setia bagi umatNya. Pemahaman alkitabiah tentang manusia diletakkan pada perhitungan kebaikan penciptaannya maupun keburukan kejatuhannya. Sebagai makhluk yang memiliki keanggunan yang unik  karena diciptakan segambar dengan Allah, maupun kebiadaban yang unik  sebagai orang-orang berdosa yang berada di bawah penghukuman Allah. Bagian yang pertama memberikan manusia pengharapan; yang kedua memberi batasan pada harapan-harapan.

Sabtu, 06 Juli 2013

Pendeta Altius Adolf Mohede 1947-1951(Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki

Setelah Pendeta Rogahang mendapatkan tugas pelayanan di jemaat dan Paroki yang baru, Ketua BPMJ Bethanie dan Kepala Paroki Singkil digantikan oleh Pendeta Altius Adolf Mohede. Ia bertugas sejak  1947 hingga  1 Maret 1951 atau dalam masa 4 tahun pelayanan.
Ketika ia bertugas, nama Paroki Singkil pun berubah menjadi Paroki Singkil Sindulang. Hal tersebut disebabkan, gereja Singkil yang menjadi pusat Paroki tak saja memiliki kolom di kawasan Singkil, Pancurang, Tuna, Wawonasa, tapi telah melebar hingga ke kawasan Sindulang dan sekitarnya. Di sisi lainnya, secara historis penyebutan  Singkil Sindulang adalah sebuah kesatuan dalam sejarah pelayanan kekristenan mula-mula di pesisir ini.
Ketika hendak menulis kisah kehidupan dan pelayanan Kepala Paroki ke tiga ini, penulis diingatkan pada sebuah buku menarik karya Richard Gutteridge “Open Thy Mouht for the Dumb” (Bukalah mulutmu demi orang bisu). Dalam buku itu Gutteridge melukiskan bagaimana keikutsertaan orang Kristen dalam komplotan anti-semitisme Jerman. Kala itu gereja agaknya bersekutu dengan Gerakan Sosialisme Nasional (Nazi) dalam mensahkan ras Aria yang puncaknya pada tahun 1933 dikeluarkannya undang-undang pembersihan terhadap orang-orang non Aria oleh rezim Hitler.

Pdt.Robert Nicolas Rogahang 1933-1947 (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki
   
Setelah masa pelayanan Pendeta Hendrik Sinaulan berakhir di tahun 1933, Paroki Singkil  dipimpin Pendeta Robert Nicolas Rogahang. Kepala Paroki  kedua ini bertugas hingga tahun 1947. Setahun setelah Pendeta Rogahang di tempatkan di Paroki Singkil system pelayanan telah diatur Sinode GMIM di Tomohon yang dipimpin oleh Ketua Sinode pertama Ds De Vreede. Karena setahun setelah pensiunnya Pendeta Hendrik Sinaulan sebagai Pendeta NZG, Gereja Masehi Injili Minahasa resmi berdiri yaitu pada 30 September 1934.
 Kurun waktu antara tahun 1933 hingga 1947  diwarnai oleh suasana panas pergolakan politik dan revolusi kemerdekaan Indonesia. Di tengah perang untuk mengakhiri kekuasaan Belanda di tanah air, serta masa-masa pendudukan Jepang, hingga perang kemerdekaan yang berpuncak pada proklamasi 17 Agustus 1945, merupakan kurun waktu pelayanan pendeta Rogahang di Paroki Singkil.

Pendeta Hendrik Sinaulan 1903-1933 (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)


Oleh: Iverdixon Tinungki


Paroki Singkil berdiri pada tahun 1903. Berdirinya aras pelayanan Paroki ini ditandai dengan penempatan Pendeta pertama yang ditugaskan menjadi Kepala Paroki Singkil yakni Pendeta  Hendrik Sinaulan. Ia bertugas sebagai pimpinan Paroki Singkil dari 1903  hingga tahun 1933, atau menjalani masa pelayanan selama 30 tahun. Sebuah record masa pelayanan di aras wilayah yang paling lama bila dibanding dengan masa penugasan seorang Ketua Wilayah sepanjang sejarah GMIM bersinode.
Teritorial pelayanan Paroki Singkil di kurun tahun 1903 hingga tahun 1933 membentang dari desa Singkil hingga desa Tongkaina dan meliputi daerah-daerah suku Bantik yakni dari Pancurang hingga perbatasan desa Wori (daerah gunung Tumpa). Di kurun tahun-tahun itu, lembah dan perbukitan kawasan ini masih diliputi hutan rimbah dengan beberapa areal perkebunan kelapa (ondorneming), serta perkebunan palawija dan ladang-ladang padi milik penduduk setempat. Tanaman buah-buahan seperti Mangga, Langsat, Manggustan, Durian juga sudah menjadi tanaman di kebun-kebun penduduk.

Jumat, 05 Juli 2013

Pdt Fonny Welmina Mamanuah, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki
          
Setelah masa pelayanan Pendeta Ransun Palansalaeng, STh usai dan dimutasikan ketempat tugas yang baru, posisi Ketua jemaat Gunung Hermon diisi  Pendeta Fonny Welmina Mamanuah, STh terhitung  1 Mei 2009 lewat SK BPS GMIM. Kendati begitu, serah terimanya dilaksanakan pada bulan Agustus 2009.
Pdt. Fonny Welmina Mamanuah, STh dilahirkan di Manado, 01 Februari 1972. Menikah dengan Stefi Edwin Tanor, dan dikarunia dua orang anak Djurano Panca Negarawan Tanor dan  Shania Junhishia Pratiwi Tanor.

Pdt. Ransun Palansalaeng, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh : Iverdixon Tinungki
 
Setelah masa kepemimpinan PJS Ketua Jemaat Pendeta J.J. Lontoh, STh, pada tanggal  1 Maret 2003  Pendeta Ransun Palansalaeng, STh sesuai SK BPS Sinode GMIM ditempatkan di Jemaat Gunung Hermon sebagai Ketua Jemaat. Ketua jemaat keempat ini bertugas kurang lebih 6 tahun hingga tahun 2009.
Pendeta Ransun Palansalaeng, STh lahir di Manado, 13 Februari 1968. Menikah dengan Jhoni Ransun dikaruniai tiga orang anak Regina Ransun, Refin Ransun, Ritna Ransun.

Pendeta Jopie J Lontoh,STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Pendeta Jopie J Lontoh,STh lahir di Tomohon, 21 Juni 1953. Menikah dengan Pdt. Foni E M Rantung, STh dikaruniai dua orang anak Christi Lontoh dan  Marten Lontoh.
Ketua Badan Pekerja Wilayah Manado Utara II ke enam ini (1999-2005) menjadi Pelaksana Jabatan Sementara (PJS) Ketua Jemaat Gunung Hermon atau Ketua Jemaat Gunung Hermon ke tiga sejak Juli 2002 hingga Februari 2003 pasca perpindahan Pdt. Agustina E Talu, STh dari jemaat tersebut.

Pdt. Agustina E Talu, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Pdt. Agustina E Talu, STh, lahir di Talaud, 9 September 1965. Menikah dengan  Samuel Kunia (bercerai) dan dikaruniai dua orang anak Olivia Kunia dan  Glady Kunia.
Ketika jemaat Gunung Hermon  baru diresmikan menjadi jemaat mandiri ia ikut hadir. Sebagaimana rencana awal pihak Badan Pekerja Wilayah Manado Utara II untuk menempatkan seorang Pendeta seiring peresmian Gunung Hermon menjadi jemaat otonom kehadiran beliau pada awalnya ditolak oleh sebagian besar anggota jemaat karena jemaat baru itu masih banyak memerlukan biaya untuk pembangunan gereja.  Nanti pada  rapat wilayah di  jemaat Gunung Hermon akhirnya menetapkan kehadirannya di jemaat Gunung Hermon sebagai pendeta pelayanan karena Bpk. Pnt. Welly Areros menjabat sebagai ketua jemaat.

Otniel Malamtiga (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Otniel Malamtiga, lahir di Siau 11 November 1943. Bapak tiga putra ini ( Nova Malamtiga, Marfel Malamgiga, Alfira Malamtiga) dikenal sangat rajin dalam membangun gereja. Sebagai 'bas' (tukang) tenaga dan seluruh keahliannya dipakai untuk membangun gereja.
Dalam periode pemilihan 2005-2010, beliau terpilih menjadi ketua pembangunan gedung gereja permanen.

Sym. Marfel Yanis Malamtiga (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh : Iverdixon Tinungki
 
Marfel Yanis Malamtiga, lahir  di manado  28 Maret 1977. Menikah dengan Stefani Takalamingan dan dikarunia dua orang anak Dewinda Malamtiga dan Israel Malamtiga.
Ia termasuk generasi muda yang ikut dalam kelompok perintis jemaat Gunung Hermon. Ia terlibat aktif berjuang membangun jemaat.
Ketika tiang-tiang kanisah pertama dipotong, ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan darah mudanya masih begitu kuat untuk meluapkan kemarahannya dengan memegang sebatang kayu dengan niat untuk melawan, tapi kata hatinya yang diyakini adalah tuntunan Roh Kudus membuat ia mengurungkan niatnya untuk melawan.

Pnt. Fentje Kumeka (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Fentje Kumeka adalah perintis jemaat Gunung Hermon yang terbilang muda usia. Meski masih muda, ia begitu giat bersama-sama berjuang untuk pembangunan jemaat. Ia dikenal sebagai sosok yang mengusulkan nama Gereja Gunung Hermon.
Dalam serentetan konflik menuju berdirinya jemaat Gunung Hermon otonom, ia bersama-sama dalam suka dan duka membangun jemaat. Banyak materi yang disumbangkannya untuk pembangunan jemaat. Bersama dengan perintis lain memikirkan pembangunan jemaat.

GA. Ritna Tahulending (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki
 
Ibu Ritna Tahulending, adalah sosok Guru Agama (GA) yang juga salah seorang perintis jemaat Gunung Hermon. Ibu dari dua anak masing-masing Fiko Adrian dan Brigita Adrian ini sangat berperan dalam pembangunan jemaat Gunung Hermon. Banyak hal yang dilakukkan para perintis sesuai dengan ide-ide beliau.
Selaku guru agama ia selalu menenangkan jemaat agar tidak membalas perilaku oknum yang tidak bertanggun jawab, bahkan ketika bangunan Kanisah pertama dirobohkan pada dini hari beliau mengajak jemaat untuk berdoa melalui pengeras suara agar mengampuni mereka.

Ibu. Lutia Kasehung (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh : Iverdixon Tinungki
 
Ibu. Lutia Kasehung, lahir  09 Januari 1940. Seorang pensiunan yang dalam pernikahannya dikarunia lima orang anak Dorlinike Lutia, Petruson Lutia, Marlenida Lutia, Adolfina Lutia, Yunima F Lutia.
Sebagai figur perempuan yang ikut merintis berdirinya jemaat Gunung Hermon ia merasakan betapa banyak suka duka ketika itu. Beliau bersama dengan Ibu Lembo D. Pontoh menghadap Bpk. Pdt. Mosal untuk berkonsultasi tentang permasalahan diawal pembangunan kanisah di atas bukit yang tiang-tiangnya dipotong. Lalu untuk kali kedua bersama Ibu Ritna Tahulending dan Bpk. Abram Adrian berjuang mencari kepastian berdirinya jemaat  Gunung Hermon dan berkonsultasi dengan Bpk Pdt. M L Mosal. Beliau selalu hadir dalam rapat-rapat para perintis jemaat.

Pnt. Frederik Wadjah (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki 

Pnt. Frederik Wadjah, lahir di Manado, 28 Desember 1955. Ia adalah salah seorang yang terlibat aktif dalam perintisan berdiri jemaat Gunung Hermon. Bersama dengan Bpk. M. Sasambi, Bpk. A. Adrian, Bpk. W. Areros, Bpk. Sonny Katilik mengadakan rapat untuk pembuatan kanisah pertama di atas bukit, dengan berpartisipasi biaya sensor kayu diladang pekuburan jemaat Nazaret. Ia terbilang giat dalam kegiatan kerja bakti pembuatan Kanisah di atas bukit.

Pnt. Matheos Sasambi (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh : Iverdixon Tinungki

Pnt. Matheos Sasambi, lahir di Manado, 03 Juni 1950. Menikah dengan Nova Runtuwene dikaruniai dua orang anak Yuman Sasambi dan Leila Sasambi. Pekerjaan kesehariannya adalah tukang. Ia adalah orang yang mengusulkan lokasi kanisah di sekitar kolom 16,17,18,19 dirapat sidi jemaat GMIM Nasareth Tuminting awal Februari 1996 sehubungan dengan rencana pemekaran 4 kolom tersebut menjadi sebuah jemaat otonom.

Pnt. Drs. Welly Lahengking (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)

Oleh : Iverdixon Tinungki


Pnt. Drs. Welly Lahengking. Lahir di  Alungbanua, 05 September 1954. Menikah dengan Helena Arambau dikaruniai dua orang anak Marcel Michael Lahengking dan Mentari Lahengking.
Beliau adalah Pelsus yang berjuang dalam pengambilan keputusan tahun 1996 untuk lokasi kanisah di kolom 19. Sebagai BPMJ  Nazaret pada waktu itu beliau berada dalam situasi dilematis antara keputusan BPMJ 97 dan keinginan hati yang sangat besar untuk pembagunan di atas bukit. Ia terkadang memilih untuk diam tidak terlalu aktif seperti perintis lain. Tidak menandatangani surat laporan pemotongan gereja dan tidak mengikuti rapat-rapat perintis tapi beliau tetap membantu dalam pembangunan gedung gereja Gunung Hermon. Aktif mengangkat kayu dalam kerja bakti untuk pembangunan Gereja Hermon.

Sym. Roy Malamtiga (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)

Oleh : Iverdixon Tinungki


Pnt. Roy Malamtiga, lahir di  Siau, 13 Oktober 1969. Menikah dengan Elsye Tinungki dan dikarunia dua orang anak yakni Calfin C Malamtiga dan Cindy Malamtiga. Ketika istri terkasih meninggal dunia, ia kembali menikah dengan  Selvi Gampamole.
            Ia dikenal sebagai sosok yang ikut medukung berdirinya kanisah di kolom 19 walaupun pada awalnya belum terlibat aktif bersama para perintis lain. Setelah Bpk Welly Areros mengajaknya bersama-sama dalam perjuangan jemaat beliau langsung mendukung dan bersama-sama dalam membangun kanisah. Ia dikenal sebagai seorang yang rajin dan tak mengenal lelah dalam membangun jemaat. Pada saat jemaat cikal bakal Gunung Hermon bergabung dengan jemaat Getsemani Sumompo, ia terpilih menjadi Syamas kolom 15 jemaat GMIM Getsemani Sumompo.

Pnt. Alfinus Pontoh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)

Oleh: Iverdixon Tinungki


Pnt. Alfinus Pontoh, lahir 2 November  1957. Menikah dengan Cristina Pontolowokang dikarunia dua orang anak yakni Alfrits Christof Pontoh dan Detari Pontoh (alm).
Diawal pembangunan kanisah jemaat Gunung Hermon Pnt. Alfinus Pontoh, yang juga merupakan anggota TNI AD itu terbilang sangat peduli dengan keberadaan jemaat di atas bukit itu. Ia  ikut dalam perjuangan secara tidak langsung  karena waktu itu beliau masih menjadi syamas kolom II jemaat Getsemani Sumompo.

Sym. Abram Adrian (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh : Iverdixon Tinungki
 
Sym. Abram Adrian, adalah Syamas Kolom 19 Jemaat Nasareth Tuminting menjelang mencuatnya rencana pemekaran jemaat Nazaret. Ia termasuk salah seorang perintis dan pendiri jamaat Gunung Hermon yang terlibat sejak awal dalam mengikuti dan ikut memutuskan di sidang majelis jemaat Nazaret tahun1996 tentang tempat atau lokasi pembangunan kanisah di kolom 19. Dan ketika terjadi perpindahan lokasi kanisah dari atas bukit ke lokasi kolom 16 pada 1997, ia termasuk Pelsus yang menetang keras keputusan Sidang Pleno Majelis di Nazaret tersebut.

Pnt. Welly Areros (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



oleh: Iverdixon Tinungki

Pnt. Welly Areros adalah salah satu tokoh utama perintis jemaat Gunung Hermon. Profesinya sebagai pelaut ditinggalkannya ketika dia terpilih menjadi Pelsus jemaat Nasaret Tuminting sampai dia tepilih sebagai ketua jemaat Gunung Hermon pada 20 Maret 2000. Banyak tawaran untuk bekerja di laut tapi ia lebih memilih untuk menjadi sopir agar dapat terus melayani jemaat.
Dilahirkan di Siau, 20 Januari 1945. Menikah dengan Florensi Tumbio dan dikarunia tiga orang anak yakni: Jarto Joseph Areros, Khristina Maria Areros, Kristianto Yohanes Areros.
Latar belakang hidupnya yang lama berkecipak di dunia laut telah membentuk karakter pribadi yang kokoh dalam mengarungi gelombang kehidupan dan riak pelayanan di ladang Tuhan. Ia bersama dengan perintis lainnya dipandang sebagai pribadi-pribadi yang berpendirian teguh merintis dan membangun jemaat Gunung Hermon walau dihadang sejumput permasalahan yang bertabur  suka duka.

Pdt Stefen Julius Sapulete, STh (Seri Tokoh Gereja Manado Utara)



Oleh: Iverdixon Tinungki

Pendeta Stefen Julius Sapulete, STh, bagi jemaat Gunung Hermon dipandang sebagai salah satu pendiri jemaat Gunung Hermon. Tanpa beliau dan segenap BPMJ dan Pelsus  Jemaat Getsemani Sumompo yang menerima eksodus jemaat Gunung Hermon mungkin masalah jemaat ini belum dapat diselesaikan. Kelakar menarik yang sempat dilontarkan Pdt Stefen Julius Sapulete, STh seputar berdirinya jemaat Gunung Hermonyang patut disimak yakni: “Saya adalah bapak tiri dari jemaat Gunung Hermon”. Sebab, bagaimana pun bagi Sapulete, ayah kandung sesungguhnya dari Jemaat Gunung Hermon adalah Jemaat Nazaret Tuminting.

SEJARAH GEREJA GUNUNG HERMON TUMINTING (7)



Oleh: Iverdixon Tinungki

VII. PENUTUP

VII.1. Evaluasi

Selang 13 tahun sejak ditahbiskan sebagai jemaat otonom pada 12 Maret 2000 dan terpilihnya ketua jemaat pertama Pnt. Welly Areros pada 20 Maret 2000, jemaat GMIM Gunung Hermon Tuminting  telah siap menuju jemaat dewasa. Salah satu penanda perkembangan dan kemajuan yang bisa disaksikan dikurun yang relatif singkat itu yaitu sebuah bangunan gereja permanen sedang dalam tahap perampungan dibangun dengan desain modern yang terbilang artistik menaungi jemaat yang awal mulanya hanya 33 KK itu, kini telah berkembang menjadi 3 kolom. 

SEJARAH GEREJA GUNUNG HERMON TUMINTING (6)



Oleh: Iverdixon Tinungki

VI.     PERIODE KETUA JEMAAT  KELIMA
(2009-Sekarang)

VI.1. Pdt Fonny Welmina Mamanuah, STh

          Setelah masa pelayanan Pendeta Ransun Palansalaeng, STh usai dan dimutasikan ketempat tugas yang baru, posisi Ketua jemaat Gunung Hermon diisi  Pendeta Fonny Welmina Mamanuah, STh terhitung  1 Mei 2009 lewat SK BPS GMIM. Kendati begitu, serah terimanya dilaksanakan pada bulan Agustus 2009.
Pdt. Fonny Welmina Mamanuah, STh dilahirkan di Manado, 01 Februari 1972. Menikah dengan Stefi Edwin Tanor dan dikarunia dua orang anak Djurano Panca Negarawan Tanor dan  Shania Junhishia Pratiwi Tanor.
Kehadiran Pdt. Fonny Welmina Mamanuah, STh disambut baik warga jemaat Gunung Hermon. Ia sosok pelayan yang dipandang membawa sukacita besar bagi jemaat. Bila periode sebelumnya banyak konflik yang terasa mengganjal pelayanan, kehadirannya justru dinilai membawa jemaat pada pertumbuhan iman yang besar.

SEJARAH GEREJA GUNUNG HERMON TUMINTING (5)



OLEH: IVERDIXON TINUNGKI

V. PERIODE KETUA JEMAAT KEEMPAT
(2003-2009)

V.1. Pdt. Ransun Palansalaeng, STh
Setelah masa kepemimpinan PJS Ketua Jemaat Pendeta J.J. Lontoh, STh, pada tanggal  1 Maret 2003  Pendeta Ransun Palansalaeng, STh sesuai SK BPS Sinode GMIM ditempatkan di Jemaat Gunung Hermon sebagai Ketua Jemaat. Ketua jemaat keempat ini bertugas kurang lebih 6 tahun hingga tahun 2009.
Pendeta Ransun Palansalaeng, STh lahir di Manado, 13 Februari 1968. Menikah dengan Jhoni Ransun dikaruniai tiga orang anak Regina Ransun, Refin Ransun, Ritna Ransun.
Ketika tiba di Gunung Hermon Pendeta Ransun Palansalaeng, STh  metetapkan Visi Misi pelayanannya bagi jemaat di atas bukit itu yakni: “Menjadikan Jemaat Yang Misioner”.
Komitmen misiologis gereja yang diterapkannya itu tentu tak lepas dari prinsip utama yang harus dipegang yaitu Amanat Agung Yesus Kristus dalam Mat. 28: 19-20:
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

SEJARAH GEREJA GUNUNG HERMON TUMINTING (4)



 OLEH: IVERDIXON TINUNGKI

IV.     PERIODE KETUA JEMAAT KEDUA

Pada Bab III telah dijelaskan dimana Jemaat Gunung Hermon ditahbiskan menjadi Jemaat GMIM ke 754 dan jemaat ke 13 dari wilyah Manado Utara II sesuai SK BPS GMIM tgl 12 No. 191. Pentahbisan gereja sekaligus juga dengan pelantikan panitia pemilihan komisi BIPRA.
Atas usulan Pimpinan Wilayah Manado Utara II ketika itu di jemaat Gunung Hermon akan ditempatkan seorang hamba Tuhan yakni seorang Pendeta. Waktu itu jemaat belum bisa menerima kehadiran Pendeta dengan alasan karena jemaat baru saja mandiri, tapi ada sebagian anggota jemaat yang menginginkan kehadiran Pendeta dalam jemaat.
Untuk itu dalam Rapat Wilayah di jemaat Gunung Hermon, muncul kesepakatan menerima kehadiran Pendeta sebagai Pendeta Pelayanan dan Bpk. Pnt. Welly Areros tetap menjadi ketua Jemaat. Sejak keputusan itu, Pdt. Agustina E Talu, STh ditempatkan di Gunung Hermon selaku tenaga pendeta pelayanan.