Kamis, 31 Maret 2016

PUISI TEMA LINGKUNGAN HIDUP IVERDIXON TINUNGKI



PUISI DARI HUTAN LINDUNG
           
cempaka agathis dan kenanga
adalah puisi

adalah mata ibu
tempat benih cinta itu
tumbuh

sudahkah kaubaca sajak Tuhan
pada bisu selembar daun
sejak kuncup hingga luruh
ia kalam untukmu

PERANG MINAHASA 1644 DALAM PUISI IVERDIXON TINUNGKI



             MINAHASA 1644

10 Agustus 1644*) pertempuran itu meledak
dari kesakitan dari ketidakadilan dari perkosaan
karena sebuah bangsa tak boleh menangis oleh ketakutan
ketika kemarahan punya alasan: berperanglah!

hari ini hari dimana kita mengenang keberanian
beriburibu perempuan menunggu kemenangan
beriburibu anak akan menceburkan diri
ke medan erang penuh keluh kesah

PUISI SEJARAH DAN KEPAHLAWANAN IVERDIXON TINUNGKI



TUGU

Karya : Iverdixon Tinungki

tugu peringatan peperangan itu
membawaku bau peluru, sengat batu
sedih biru
angin  menyelimutinya
berulangkali menerjemahkan sunyi
runtuh ke akarakar lumut

PAHLAWAN LARENGGAM DALAM PUISI IVERDIXON TINUNGKI



            AKU PERNAH SAMPAI DI ARANGKAA

aku pernah sampai di Arangkaa
di dusun kering
di tempat mimpi selalu tak mungkin
            dan luka api masih berdarah

             seuntai lagu di langit
dari suara seekor kunang
dipantul dinding batu
mengkremasi kujur tua bulan kesepian

PULAU KAWIO DALAM PUISI IVERDIXON TINUNGKI



SUATU HARI DI PULAU KAWIO

siapa menyangka
pernah tiba di sini
Juan Sebastian del Cano*) 

atapatap hijau mangrove
dan laut yang kutatap
diramaikan ikan bersirip dan kakap

Senin, 28 Maret 2016

PUISI PASKAH IVERDIXON TINUNGKI

HARI-HARI PALMA

karya: Iverdixon Tinungki

di seberang teluk
dalam gelombang memecah api
diketakjuban memandang maut
aku merobek bagian dada bajuku:


--Tuhan mereka tak melihat kami di genang darahmu—

mereka tak berdoa di jumat dan minggu
juga di harihari lain
padahal kami menyiapkan tanya paling pilu
tentang masa kecil habis di rumah lapuk
kalung pasir terenggut ke pusar mustahil

mereka hanya bermain
di tiangtiang kesenangan bergalur
abuabu disiram ke tubuh
lalu mereka bersuara serupa menangis hirukpikuk

perayaan harihari palma pun genap
dengan pita ungu muda
dilekatkan ke pintu rumah
tak bisa kami ketuk di pagi senja
juga dijamjam lain

di seberang lain
aku lihat litanilitani jadi batu

Minggu, 27 Maret 2016

PUISI BAHASA MANADO IVERDIXON TINUNGKI



PUISI BAHASA MANADO IVERDIXON TINUNGKI


CA, MULU BASAR

Ca, ngana memang mulu basar
badang basar tolor basar
mar ontak tai sasaja

kiapa ini dunia so ngana punya Ca,

“Ca, bahaga ganas
depe hati mulai ta ramasramas”

Jumat, 25 Maret 2016

PUISI ROMANTIK IVERDIXON TINUNGKI



CATATAN MUSIM

hari itu musim yang luar biasa
kau mentraktirku kopi Afrika
di café bernama Cabana

di luar sana cuaca Pasifik
memperdengarkan gemanya yang merana

AKU DAN PUISIKU: SEKILAS CATATAN PROSES KREATIF, IVERDIXON TINUNGKI



AKU DAN PUISIKU
Sekilas Catatan Proses Kreatif

Oleh: Iverdixon Tinungki

Sejatinya, jalan menuju puisi adalah jalan tanpa ujung berhenti. Semacam upaya terus menerus membongkar diri, mencari penghayatan yang dalam dan sublim tentang hidup dan kehidupan. Karena ada yang selalu menarik untuk diburu, ada yang selalu meminta untuk ditulis. Kesadaran dan perasaan ini barangkali yang muncul dalam ungkapan, “puisi yang baik dan indah selalu berupa puisi yang belum ditulis”.

LAPAR KAI NAHUTUNG, ESAI IVERDIXON TINUNGKI



LAPAR KAI NAHUTUNG

Oleh: Iverdixon Tinungki

Lapar, tema menarik sekaligus pelik. Lapar, persoalan asasi merubung umat manusia sepanjang saman. Lapar, pemicu tragedy paling melukai kemanusiaan dalam sejarah peradaban.

Jauh sebelum filsafat pengetahuan (epistemology) berkelindan di tangan para filsuf, kitab suci kaum semitik telah menyodorkan paradigma “kasih” antar umat manusia, yang salah satu fungsinya membentengi bahaya dan dampak krusial dari lapar.

SEJENAK MANODONG SASAHOLA, ESAI IVERDIXON TINUNGKI



SEJENAK MANODONG SASAHOLA

Oleh: Iverdixon Tinungki

Dala Ulu, dala Ulu,
Indala, dala Indala
(Sana Ulu. Sana Ulu
begitu Indah, di sana begitu Indah)

Membaca syair tua di atas, saya jadi ingat Voltaire. Sastrawan, budayawan, dan filsuf besar Prancis yang hidup dan terkenal di abat ke 18, di samping Montesquieu dan Rousseau. Ketika menulis “L’Ingenu” (Si Lugu), para kritikus samannya langsung berujar; “bila ingin memahami dongeng Voltaire, seseorang harus melibatkan pengetahuan sosial budaya, pengalaman hidup, kematangan berpikir. Sebab, bila tidak, karya-karya Voltaire tak lebih dari dongeng popular biasa.”

MENDONGENG BAKENG, ESAI IVERDIXON TINUNGKI



MENDONGENG BAKENG

Oleh : Iverdixon Tinungki

Terkisahlah cerita lama di kabut mega
Selaksana anak taufan menghamburkan pasir
Menerjang mata para raja dan sultan

Sebuah dongeng, sebuah perlawanan! Sebuah daya yang niscaya. Sebuah creativity yang memungkinkan hadirnya entitas aktual. Karena di balik maknanya, --mengacu semiotika de Saussure -- terdapat suatu system yang rumit dan kompleks sebagai pembentuknya.
Maka tersebutlah di suatu masa, Ansuang Bakeng (Raksasa Bakeng) bertahta sebagai penguasa. Raja diraja, di tanah Sangihe. Permaisurinya Boki, perempuan suka pesta, dan hidup mewah. Ketika kisah ini dicipta, anaknya masih kanak-kanak. Diberi nama Watairo. Tapi rakyat hanya boleh menyapanya Batairo.

DRAMA ORANG ORANG TERUSIR KARYA : IVERDIXON TINUNGKI



LOGLINE :
--- Sikap Kasila mempertahankan tanahnya untuk tidak dijual kepada pihak perusahaan tambang pasir besi, telah membuat ia sangat tertekan. Dibenci warga sekitar dan keluarga. Diintimidasi pihak penguasa. Ia kehilangan semuanya, termasuk John Pargo suaminya yang hilang entah ke mana.Tapi ia terus bertahan memperjuangkan hak dan kebenaran yang diyakininya --