(mengenang Gerry Tatemba)
Ia pernah bertanya;
berapa cinta
untuk sampai padanya
yang sahaja, kataku
pada matanya yang risau
memandang waktu melaju
buat esok menjadi esok
Nafasnya menjadi sembab malam itu
Saat melihatku menuliskan cahaya
Yang membiarkan warna-warna
Bergerak menuju bentuk
Agar kata tak menjadi tua
Dan cinta tak menjadi renta
Lalu ia memainkan sebuah lakon penjual topeng
Berlari dan terus berlari di detik-detik yang miris
Makna-makna menjadi parau dalam nadinya yang letih
Hingga Tuhan menangkapnya seperti merpati
Buat epilog yang lebih indah dari hari ini
ia menyudahi dramanya dengan sahaja
dan warna-warna menemukan padangnya
Ia tak akan bertanya lagi;
Berapa tawa
Biar kubisa mengindahkan dunia
“Kerna yang indah hanya ada pada air mata”
Lalu aku menghitung
berapa waktu kami menyusun kenangan
yang kutemukan hanya setarikan nafas
seperti lampu panggung yang mati
ketika semua babak berakhir
dan kisah menjadi abadi
24 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar