Seperti
benang tipis rapuh di antara aku dia dan kau
Dalam
musik aku melatunkan kematian
Menunggu
lobang untuk diisi
Seperti
hujan terhempas pecah
kemudian
menyatu dalam tanah
Nadi kota
terus meletup
Tapi
keremangannya membuat aku gugup
Sajaksajakku
menikam
Uluh
hatiku yang membentang di dawai ini
Darah yang
asing menetes di lentik jemari
Menyamarkan
bayanganku dipantulkan neck
Yang terus
membariskan komposisi
Detak hati
dari sebuah simphoni
Capricho
Arabe, cabikan dramatis ini
Adalah
musik dalam siang beku
Di
tepi, awan memendung
ketakutan
itu menyentuh kulitku
Aku
mengakrabi orkestrasi matamu
Menitikan
sembab, seperti hujan kau puja
Dalam
metafora sajaksajakmu
Dan di
depan nisan
kau
mendongak ke langit
berharap
seseorang bicara padamu
dari balik
awan yang terus bergerak
membawa
bayangan waktu
Dapatkah
aku kembali menjadi diriku
Ketika
sajaksajak menghunuskan pedang
Loronglorong
begitu akrab, menjadi asing
aku
menatap orang-orang di jalanan
tapi
diriku sebuah masa lalu
bila sajak
tidak berasal dari kata
kerna hati
membuat ia berterah
kuingin
menjangkau keindahan tertinggi
pada makna
selalu retak ini
29 Agustus
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar