ANTOLOGI PUISI
KLIKITONG
IVERDIXON TINUNGKI
MIANGAS
leluhur
ketapang tak lupa pada Lorca
mengajar pelautnya nyanyian malam
“Los
Cuatro Muleros dan Sevillanas”
sebuah
monumen beton terpacak mengubur Pardao
begitu
Miangas tak lupa cantiknya dimasa Las Palmas
meranggas,
tak lebih sebuah pulau tapal batas
dulu kadetkadet kapal layar Spanyol adalah penari
di
tengah api dinyalakan udara pasifik
rancak
Vihuela De Mano dipetik semarak ombak
menyeruh
seruanseruan Paradiso yang agung
pulau
karang ini tak sekadar sarang gurita
cangkang
siput purba dan Lumaromban
tidur
di atas mite samudera khatulistiwa
tapi
surga buat letih pengelana laut penjejak benua
kini
barisan tambur menggerendam dek kapal
dalam
kisahkisah arung menggetarkan telah karam
lisut
di atas sebuah tapal menimbun sejarah pulau
kecuali
kisah buram dipancarkan suar
letih
meniti makna dini hari
rimbun
ketapang tak lain rimbun kemelaratan
sebuah
bendera berkibar di atas kuburan
di
atas rumahrumah gubuk beratap tangisan
tersuruk
dalam senja mengelisahi malam rentah bernanah
di
wajah anak pulau meratapi nasib dan lautnya
mengemuruhkan
mirisnya warna kemiskinan
*) Lumaromban: Gurita raksasa dalam
cerita Rakyat Talaud.
*) Pardao: Monumen Spanyol di Miangas.
*) Lorca: Federico GarcĂa Lorca,
Komponis Spanyol.
*) Paradiso: (Surga) Sebutan pelaut
Spanyol untuk kepulauan Talaud.
OMBAK AMBORA
Perjalanan bersama Rimata
Narande
melintasi
Ambora, ombak adalah buku
barisan
halaman luas dan tebal
oleh
kisah arus
juga
perang besar di pulaupulau itu
puisipuisi
memucuk di keningnya
membuih
seperti bijibiji asin
mata
gadis berbaris menghampar seperti pasir
ia
di sana menati ziarah pesamudera
setia
menghidu bau sesaji di pucuk matanya
ia
gelisah. laut ini menempah segala ke dadanya
tak
saja ombak, juga kesunyian abadi di kedalaman biru hati
pen
perahu dari kayu pasa, lunas batang tua dari rimba mantra
bau
melati bumi arangkaa; dekaplah katamu, laut itu kekasih
wahai.
berapa surut, berapa pasang buat aku mengayuh
hingga
tiba di tawamu sebening angkuh laut ini
karangkarang
menjalari gunung
menebing
di dinding langit hatiku
ke
mana perahu mengarah
selalu
tiba di padang air yang marah
deretan
gadisgadis penari, gerendam tamburtambur
o…kapan
pesta ombak ini berhenti memukul
melintasi
ambora, melintasi mata hiu
surga
sedekat taringnya
mengendap
di kedalaman biru, menggelegak di hatiku
hingga
yang oleng bukan perahu, tapi kelakianku
sebegitu
jauh pelayaran, akhirnya aku tiba pada syairsyair mantra
memenangkan
laga tak sekadar kita perkasa
tapi
keberanian menerima kematian, seperti pelukan kekasih
kiat
erat dekapannya, kian terasa indahnya tikamannya
*) Ambora: kawasan laut yang selalu
berombak sepanjang musim, di pesisir Geme-Arangkaa, Talaud
*) Arangka: sebuah desa yang terbakar
dalam perang Larenggam dan Belanda. Di desa ini ada goa tengkorak para
pemberani yang semuanya gugur dalam perang terakhir yang dasyat itu.
DALAM KLIKITONG
dalam
klikitong kutemukan pulau
telah lama
terkubur
darah lelaki
mengalir bagai arus
memecah di
mata samudera
terus mendekap ombak tua
di pesisir
itu
ombak tua itu
mendebur seluas ingatan
bagaimana
batangbatang sejarah menegak
di tengah
bunyi berdejakdejak
semacam derap
dayung
selalu pulang
dengan kisah kemenangan
tapi yang
tersisa di pulau ini
hanya kisah
lusuh kerajaan masa lalu
tentang
kemaharaan pala kejayaan korakora
kini bernanah
di atas bendera kemerdekaan palsu
tak hanya
lelaki
perempuan pun
menari
menari di
tengah irama langit berkelindan ini
seperti lava
terlontar ke atas barisbaris sajak
melahirkan
api
lalu, kemana
para lelaki pemberani
di tengah
harga diri tergadai seharga anak babi
bila bunyi
klikitong ini kian merancak
bukankah jantung
leluhur api di kepundan pulau
memuncak membariskan
ledakanledakan
sebagai
ingatan perang sesungguhnya belum berakhir
dan harus
dimulai
buat meraih
kemerdekaan sejati
*) Klikitong: musik tradisonal warisan tradisi dari
masa Kerajaan Siau.
SEPETAK LADANG DI
MATA PETANI
(perjalanan
ke Geme)
langit
memintal warna kemuning biji padi
di sepetak
ladang, di sepetak mata petani
entah berapa
abad petani mencangkul bau belukar
cericit
burung dan getir biru yang boyak moyak di wajahnya
sebelum atau
sesudah petak ladang ini bisa disemai,
dipanen
tak saja
tanah, juga darah di nadinya menanak doa
tapi petani
hanya sepotang kata
dalam ucapan
ringan orangorang di balik samudera
berjarak
langit bumi tanpa tangga
apalagi
jendela. kecuali desis ular mengintai nafasnya
di petak
hatinya tanah dan laut tak lebih ruang cahaya lentera kecil
dengan
pedalaman malam dihuni burungburung risau
di sini,
setiap kali suaranya tergelincir
di batu
saman penuh lumut
dihisap
lintalinta yang gemuk
oleh darah
pulau yang selalu parau
untuk
sekadar bergemuruh
ketika kicau
burung menghiburnya di atas mayang patah
senja
meringkus semua mimpi pecahpecah itu
petani
kembali menanami ladangnya
dengan
bijibiji air matanya sendiri
KALAWIREN
bau
danau
di atas
barisan kebun terong
mengabadikan
minahasa
bukitbukit
ini berkisah
betapa
megah dan dramatis
ketika
Injil tiba di sebuah pagi
seperti
lelaki memanteli kekasih
di sepemandangan mata
lembah ladang jagung
daunnya menari
dalam gerak keke
melintasi pematang
kulitnya putih seperti kenari
mengapung di segelas kopi
di sini Tuhan dan perempuan
adalah bait mazmur desa subur
lelakilelaki berkeringat dengan bajak dan pacul
berabad menanam cinta seluas danau
lihatlah!
asap membumbung di tumpukan jerami
menyanyikan gerisik gerabah
bunyi yang sama diolah doa petani
dalam pesta sawah mengurai koreografi penari
Tuhan mungkin selalu ke sini
menyambangi kekasih
penat dan sendiri
*). Kalawiren: sebuah desa yang tanahnya subur di
tepi danau Tondano. Bagian dari wilayah missionary mula-mula di pedalaman Minahasa.
*) Keke: sapaan untuk wanita Minahasa. Wanita Minahasa
punya tradisi tari untuk pembukaan ladang atau sawah dan masa panen. Semacam
ritual doa dan pemujaan kepada sang Ilahi.
KETIKA
TUHAN MENSAJAKKAN BOALEMO
(Buat DS)
kupandang pantai Bolihutuo
Tuhan mensajakkan indahnya Boalemo
ibarat mutiara teluk Tomini
diasah elok gulungan ombak
datang Ia membasu tapak hidup
juga pesan pada setiap tarikan
nafasmu
hamparan masir
tepi pesisir pasir putih itu
seakan sajadah muadzin
mengumandangkan adzan
di sana pintupintu langit
dibuka
bagi doa diistijabah-mu
alam dan dikau dipanggilNya
berdzikir, bersuci
agar lembaran tahun yang
pergi
menjadi catatan surga tiada
tepi
bila ada ketika kau berbasuh di
gerisik air Ayuhulalo
resapi nikmatNya menuruni gunung
sejarah tua Sultan Hurudji
hingga tiba di saman dan usiamu kini
dimana hidup serupa arungan waktu
terus bergerak ke muka seperkasa
Jarangga
hingga Jarangga yang berlayar pun
punya ketika berlabuh
*). Bolihutuo: kawasan pantai yang indah di Boalemo.
*). Ayuhulalo: Air Terjun di Boalemo
*). Jarangga: Perahu besar
*).
Sultan Hurudji: raja pertama Boalemo. Nama lengkapnya Raja Hurudji Bin
Idrus Andi Mappanyuki
BATU HAKI
berlayar ke utara
mendaki sasahara
ketemukan ombak
tebing batu
sebilah bara
perahu naga
berlayar di masa lalu
melabuhi masa kini
menjumpai pedang itu
dan medan perang yang sama
laut selalu mengasah ketajaman
naluri manusia pulau sejak dulu
seperti batu bersusun tak luluh pada
gemuruh
taufan abad
juga sejarah arusnya
di sini hitam bukan mati
kendati pertarungan hidup
tajam seperti belati
*) Sasahara: Budaya Bahari Nusa
utara
*) Bara: pedang perang
*) Batu Haki: Tebing dari susunan batu hitam yang keras
ANTARA SOMBA OPU DAN
ULU
pada
sebuah masa
badik
dan bara sama terancung
seperti
pinisi dan kora si kembar gagah
menakluki
samudera maknamakna
aku
masih memikirkan kelincahan paraga
lentik
pakarena
ketika
lintalinta di liang parit
telah
lama gemuk oleh darah laut kita
dari
saman ke saman
samudera
menabuh keberanian
tapi
sejarah ditulis kini
menyobek
laut hingga mantramantra
menjadi
renta, tiang layar patah
diterjang
titahtitah penguasa
antara
Somba Opu dan Ulu
ku
asah rinduku
hingga
ketajaman ini meruncing
dalam
badik bara
buat
sebuah laga
di
arena negara sebenarnya
SUATU KETIKA DI ULU
kali tawar
itu mengalir di matamu
bersama bau
keringat tergelincir ke laut
mengendap
jadi lumut
mengeruh
asin ombakmu
aku melihat
kebun pala tak bernama
pada pinggang
gunung bergetar
orangorang
pucat di dermaga
lelakilelaki
melepas asap rokoknya
jadi
gumpalan mega
menambahkan
biji banjir
turun
mengilas
semua doa di
tepi langitnya
di sana
seketika aku memandang
pedagangpedagang
asing mengusai kota
telah lama
mereka seperti kepompong
menjelma
kupu
terbang
indah ke segala pelosok nilai
dihisapnya
jadi remah
kau
menggeliat laiknya belatung
di antara bau
bacin keringat amis
ketika Karangetang
menggelegar muntah
api amarah
itu mengapa kau simpan di saku celana
lalu
berbaris seperti serdadu kala perang
menuju liang
kematian
kau gali sebegitu
tenang
ataukah di
sini sejarah tak lagi dibaca
ketika
dibengkokkan pun engkau mangut saja
saat aku
berangkat meninggalkan kamar jagal
kulihat
pulau setinggi seagung itu menggelepar
dalam jaring
kering maknamakna
ditebar
sebarisan setan
TELUK DAGHO
entah berapa saman
entah berapa saman
puteri itu mandi di
sini
hingga lembah gunung
hingga lembah gunung
sewangi manuru
bakao air payou
kerikil cangkang siput
semua mensajakkan cahaya
buat teluk sewarna perak
dalam kitab sejarah
kerikil cangkang siput
semua mensajakkan cahaya
buat teluk sewarna perak
dalam kitab sejarah
kedatuan Manganitu
Ini lembah selatan jazirah raja
tari benko mengacungkan pedang
saat laut menarikan perang Kora
dalam keberanian naga
ikan maha warna di hamparan karang
rambut gadisgadis menjuntai di kilatan pagi
kakikaki baja menderap di atas tanah merah
seakan mantra pananaru dilafalkan langit
buat pangeran siap bertarung
berapa panjang abad buat teluk ini kekal
naga di tanah runtuh
pedang emas selatan
pertapa tua pintareng
manuru bebalang
menanti polo mengayu bininta
seperti kisah tua
tari benko mengacungkan pedang
saat laut menarikan perang Kora
dalam keberanian naga
ikan maha warna di hamparan karang
rambut gadisgadis menjuntai di kilatan pagi
kakikaki baja menderap di atas tanah merah
seakan mantra pananaru dilafalkan langit
buat pangeran siap bertarung
berapa panjang abad buat teluk ini kekal
naga di tanah runtuh
pedang emas selatan
pertapa tua pintareng
manuru bebalang
menanti polo mengayu bininta
seperti kisah tua
sejarah tak terkalahkan
*) Manuru: Bunga melati.
*) Manuru: Bunga melati.
*) Bininta: Perahu perang.
*) Kora (Kora-kora): Perahu layar.
TELUK TAHUNA
bangau bergenerasi menjagai teluk
bangau bergenerasi menjagai teluk
dalam susunan sajak
rinduku padamu
sejak zaman kora
beterbangan ia
mengabadikan kemegahan cekukan lembah Awu
di mana doa dan nafasmu bersimpuh
seakan leluhur mau kita punya kota
mengabadikan kemegahan cekukan lembah Awu
di mana doa dan nafasmu bersimpuh
seakan leluhur mau kita punya kota
burungburung
buat cinta berumah langit berceloteh
buat cinta berumah langit berceloteh
pada kepak sayapnya
lalu kau menarikan
hatimu
pada setiap lagu
pantai dinyanyikan angin
hingga aku bisa menatap siuran hati
hingga aku bisa menatap siuran hati
di peta langit matamu
Tatehe seperti juga
Tatengkeng
dua teruna dari saman berbeda
tapi samasama merapalkan cinta
dua teruna dari saman berbeda
tapi samasama merapalkan cinta
di atas teluk yang
indah
kini gadisgadis masih
menyanyikan perahu
menderap dayung menjemput rindu
ombak selatan di Apes menyemburkan kerikil
hiu purba dalam sajarah moyang merondai tanjung
menderap dayung menjemput rindu
ombak selatan di Apes menyemburkan kerikil
hiu purba dalam sajarah moyang merondai tanjung
dengan gigih
wahai teluk
sajaksajakku
ini lariklarik nafasku sewarna celedoni laut
sampaikan cintaku pada gadis pulauku
ini lariklarik nafasku sewarna celedoni laut
sampaikan cintaku pada gadis pulauku
PESISIR BALEHUMARA
tuanglah
samudera ke dalam gelas hingga penuh
biar kusesap
nyeri ampas sejarahku, juga sejarahmu
Balehumara dan
bau bidadari turun dari perahu
dengan derap
penari istana kembang melati
bibirnya
ranum muram masa lalu
di depan,
pulau Ruang mengapung. ada jejak pisau
darah hitam
mengguris di kening laut tua itu
ketika sisa
panoramic memapar sisi abadi dari ingatan
berkata: di sini langit selalu tenang menghapus merah senja
menidurkan
pasir lelap diusap debur ombak
begitu
nelayan belajar ikhlas itu bukan kalah
lalu
menyembur harum Roa di asap panggang perapian
juga derak
bunyi kayu bakar menjelma renung masa kini
bukankah api
berkobar itu setua usia pesisir ini
jala dirajut
dulu, kini masih ditebar hingga ke mimpimimpi
setidaknya
kini antara luka pisau dan laut
kutemukan
ruhku sendiri
menimang
bulan sabar
membuka
barisbaris cahaya.
sehari
seinci
hingga
purnama dulu
menyatu di bulat purnama hari ini
*) Balehumara: Nama sebuah
kampung di pesisir pulau Tagulandang. Dulu adalah pusat kerajaan Tagulandang.
BILA LAUT ITU IBU
ibu selalu
bangun lebih pagi sebelum matahari
sebelum
adzan subuh menggemah
sebelum
Tuhan lebih dulu terjaga oleh doanya
kendati
semalaman, aku menyusui semua kisah di lengannya
seperti
perahu korakora tak takut pada ombak
ibu
adalah lunas dan tiang utama
kokoh kerena
air mata
arus
samudera tak membuatnya letih
sekali
terpacak, kemudi harus diarah dengan cakap
dalam angin
mati pun korakora harus bergerak pergi
“bila laut
itu ibu, siapa anaknya?”
ombak nusa
utara pecah di hatiku
laguannya
mengikuti jiwaku
dalam cabikancabikan
Klikitong
menuruni gunung menuju pernikahan langit
dengan
gemuruh laut dalam sajakku
“aku
anakmu,” ujarku pada mata hati tak kan
beruban itu
abadabad tak
membuat ia tua, karena uban tak membuat ia rabun
pagi dan senjanya adalah gelombanggelombang
abadi
menjemput
korakora dalam barisan sajak ini berlayar kembali
*)Klikitong: Musik
tradisional Sangihe dalam pesta syukur. (Siau).
BERPERAHU DARI PARA
jiwa pulau penuh dalam sope
racikan nenek moyang
di bait sajaksajak intan
seakan perahu dan laut
sepasang kekasih
pelayaran pun dimulai
aku mengangkut kekasih
matanya dena ombak tua
mengisah,
bentangan laut di depan
tak lain cinta sejatinya
pagi menyebar kabutnya
di teriakan tonase
mengarah kemudi lewati Lawesang
seakan masa depan penuh karang
tak saja nafas, hidup pun bergantung
pada haluan
puncak pulau kami tinggalkan
di sana beberapa bintang kursih
berjaga
terangnya tak pernah hilang
mengelip di utara moyangmoyang
memandu perahu pergi dan pulang
*). sope: Jenis perahu sangihe
*).Tonase: pemimpin perahu
*).Lawesang: jalan perahu di antara karang
MEMINANG GADIS PULAU
kemboja tua
di puncak pulau
melepas semua wanginya
dikalungkan anak gadisnya
saat dipinang
setangkai terselip di rambutnya
memancar lima cahaya indah banua
indah dirinya dilangir moyang
hingga langit pun runtuh di matanya
kebaya dari tenunan, kofo
mendekap semua warna masa purba
juga samudera yang mencahayakan kini
itu warisan neneknya
budaya yang tahu persis
detakan nadi air laut
pada setiap musim
hingga cinta kini tiba
seperti waktu pasang mengganti surut
pada setiap lempengan cahaya bulan
dikeramatkan itu
seorang cucu gadisnya
akan membawa setengah dari belahan
pulau
buat daratan di laut yang lain
meski kekasih menjemput ini
hanya seorang penyair
penafsir air mata
buat danau sejarah letih dahaga
pergilah, kata neneknya
kau akan jadi ibu
buat seribu kata akan lahir
di ujung penanya
*). Banua: pulau tempat lahir
*). Kofo: kain tradisional Sangihe yang ditenun dari serat abaka (Hote).
TONASE SEKE
asin samudera
begitu darah Tonase
juga ombak,
juga arus itu
orang pulau adalah serdadu
kerena nasib tak henti mengadu
malam ketika kota tidur
dada Tonase berdebur
tangannya beranyun menyibak udara
gelap pun runtuh
jutaan kunangkunang air
berbagi cahya ke langit tujuh
di lantai samudera
seke telah
terhampar
Tonase menanti dengan beberapa lelaki
uraturat liat menyatukan kekuatan
temali
tak penting berapa ikan tertangkap
hari ini
kerena hidup peperangan itu sendiri
*).Tonase: pemimpin perahu
*). Seke: Alat penangkap ikan tradisional yang terbuat dari Janur dan
pintalan tali ijuk dalam tradisi menangkap ikan di pulau Para, Sangihe
SENJA DI PANTAI RAINIS
Korakora dulu
melepas sauh
di senja seperti ini lelakilelaki
akan turun
mengisahkan benua lain
di balik kabut mata anak pesisir
seperti pasir
anakanak berhamburan ke laut
mengejar kisah perahu tiang tinggi
layar buncit oleh angin
riuh bandar, bauh arak
dan keperkasaan datu
dari saman ke saman selalu megah
semegah batang tiang korakora
melabuhi semenanjung
dan jazirahjazirah
bauh sejarah itu
masih mengental di senja
pada jejeran anak tangga menuju pasir
dalam deru ombak pecah
di batangbatang bakau
di batangbatang sanubari
*) Rainis: Sebuah kampung di pesisir Pulau
Karakelang, Talaud.
*) Datu: Pemimpin adat. Orang yang punya kesaktian.
ZIARAH ARANGKAA
ke sini
ke bumi yang di atasnya
langit selalu perkasa
dengung nanaungan
erang mata gadis
menyimpan bara
belum seabad moyangnya
bersimbah darah
di liang hatinya
nenek menyanyikan lirik kukumbaeda
tanah merah menyimpan panas
keberanian Larenggam
terpahat tak saja dilantai bumi
samuderanya
juga pada detak nafas
menolak tunduk pada belanda
kerena tunduk itu berhala
pesisir tropis dengan bau garam
menganyam Arangkaa
jadi bendera
kini kau kibar di atas api
memanggang seruluh isi kampung
bertuah seperti gemerincing pedang
di telinga semua benua
patung lelaki itu tegak berdiri
mengisi kesunyian utara yang tiri
kecuali perempuan tua
setia mengziarahi
senja menyimpan api
*) Nanaungan : Sejenis gong untuk upacara adat.
*)Kakumbaeda: Syair menidurkan anak yang berisi berbagai kisah.
ANTARA KALAMA KAHAKITANG
antara Kalama Kahakitang ombak itu
abadi
seperti ibu setia menjahit kenangan
perjalanan perahu dari mimpi ke mimpi
di depan, Awu raksasa berdebu
di belakang, Karangetang gemuruh
berapa abad arus ini mewujud kitab
kini kubaca elokmu, sejarah enam
kerajaan
dimana laut adalah guru
tak saja mengajar lumbalumba berburu
juga keberanian hiu pelautpelautmu
lalu di seratserat air laut ini
bukankah matahari selalu menggambar bininta
membui menderu dalam geriapan suara
tambur
dari para pemukul mengantar pemberani
bertempur
di sini aku bertemu kekasihku
melati yang disemai pulaupulau
dengan bau asin menggarami hatiku
kini menjelma perahu sajak
memuat semangat
dimana gelombang tak pernah rentah
mengasah dada kita setajam tumbak
*) Bininta: perahu perang.
BURUNGBURUNG LAUT
burungburung laut berumah di hati
nelayan
menggegaskan dayung memburu geriapan
ikan
tak pandang angin buritan atau haluan
berpacu itu kemenangan
berapa ekor kau bawa dalam kisah
sejarah
bahari tak sekadar dentuman meriam
samudera taman hidup nan elok
itu sebabnya genghona meluaskannya
seluas hati yang selalu sulit ditebak
selain dicintai tanpa menghitung
jerih lelah
juga makna
di jejeran pulaupulau Tatoareng
senja lebih megah dari sinar lampu
kota
puisi Tuhan melelehkan tinta emas
dikuas sayap burung
menggambar nun selalu berada di ujung
nafas kita
pucukpucuk pulau
berayun di pucukpucuk ombak
di atasnya burungburung lihai
berkejaran
memuisikan irama lebih tua dari
pengetahuan kita
tentang laut menggelegak itu, semangat
*) Genghona: Ilahi
*) Tatoareng: Nama kecamatan pulau-pulau yang berjejer di selatan
Sangihe.
MENGENANG BATAHA SANTIAGO
ia tak kembali dengan peluru dan bara
meski yang memerah di dadaku bernama
darah
kisah boleh lisut di saku sejarah
tapi siapa mampu membuat semangat
jadi tua
seperti keyakinan ombak terus memukul
tanjung ini
mengabar pesta samudera tak pernah usai
merayakan kemenangan Batumbakara
baunya seperti melati
menenggelamkan beberapa armada musuh
tenggelam di dadaku yang rindu
kobaran api
di wajah purnama
yang merondai teluk dan tanjung ini
dalam kisah moyang ini
tiang kayu dan temali
menggantung keyakinan
telah terpancung koyak oleh abad
namun pemikul jasad tak pernah lupa
betapa gagahnya langit menempah dia
hingga jangankan musuh, bumi pun
gentar
tak mampu menguburnya
bukan pula liang lahat tak berterima
tapi ia lebih mulia dibanding seribu belanda
di hutanhutan manganitu
aku masih mendengar cericit burung
syairsyair perahu melalap jiwa pesambo
merayapi laut di selasar rumah raja
usang oleh saman
tapi ia tetap sebuah kalam
*) Bataha Santiago: Raja Kerajaan Manganitu yang tak pernah menyerah
berperang dengan Belanda hingga ia harus mati dihukum gantung.
*) Bara: Pedang perang Sangihe
*) Batumbakara: Benteng Perang Manganitu, dimana Santiago meraih
kemenangan penuh dan menenggelamkan beberapa armada laut belanda.
*) Pesambo: Pelantun syair Sasambo (Sasambo: puisi purba sangihe).
DALAM MANTRA TABUKAN
bukankah sejak tercipta
bumi langit tak berkelamin
entah kapan saman aklamasikan ia ibu
kini kubaca elokmu
saat kuhidu harum baitbaitmu
kutemukan pohon
melebatkan hutanhutan ditakbirkan sasambo
hujan pun turun berbau perempuan
menuliskan api punya vagina dan
agamanya
Fatimah, ia perempuan dan ibu
berlaksa hulubalang menyusui magma gunung
bersumbu di rahimmu
sebelum samudera menemukan buasnya
di gelombang taring hiu
dan cinta berpusar di dadamu
ketika kau tuliskan pula namaku
di wajah bulan bisu itu
laut menjadi seribu penjuru
mesti kurengku dalam sekali kayuh
*) Sasambo: Sastra purba sangihe.
*) Hulubalang: Panglima perang.
MENDAKI PUNGGUNG KALAMA
mendaki ruang renung
surga itu setinggi apa
bila lebih tinggi punggung pulau ini
bagaimana aku mendakinya
di bawah langit megah
samudera memancarkan kemilau
citacita anak pulau
menghijau di pucuk bakao
Aku pun menghidu bau masa silam dan
kini
Batubatu hitam kokoh menopang pulau
ini
hamparan kebun nenas berbagi manis
terkecap lida segetir raung kecuraman
dinding tebing
di sini seorang lelaki memanjat
batang kelapa
seperti menaiki tangga rumah
mungkin bila ada tiang setinggi
langit
dipanjatnya langit, biar pulau tak bermakna
sempit
gubukbuguk kecil berdiri di antara
semaksemak tajam
siapa sangka surga di sana adanya
beratap cahaya
tertangkap jaring nelayan
dalam kisah melautnya
Tuhan ternyata ada tak saja di benuabenua
*). Kalama: Sebuah pulau di kecamatan
Tatoareng, Kabupaten Sangihe.
KETIKA AKU DI PUNCAK SALURANG
puncakpuncak bukit menjulang ini
memacak menara resik sasamboku
beberapa irama datang menenun panji
perempuan dan bocah menganyam laguan
sendiri
laguan itu memerahkan Rimpulaeng
di mana di sini setiap doa punya daun
setiap
irama punya tarian
setiap
ketukan punya jiwa
dari ritme ke ritme lengking sasambo
mendaki
mendaki ketinggian Lampawanua di pucuk rimbah
di puncak hati penari perempuan agung
membangunkan laut
menyambut langit turun menahbiskan
moyang
ketika aku berdiri di puncak Salurang
mencari jejak naga dumalombang
yang mengantar sepasang kasatria
pendiri kedatuan ini
di kejauhan, kelokan teluk memahat
ekornya
di sasamboku kepalanya menegak dengan
semburan api
lava yang ditulis penyair,
diancungkan pemberani
pada setiap puisi dan mata pedang yang
bergemerincing
tapi kita tak mungkin sekadar
mengenang kesuburan
tanah harus di olah menjadi kebun
laut harus dikelola menjadi ikan
hingga yang resik pada gemuruh pulau,
itu kemaharayaan
*) Rimpulaeng: Nama lain kerajaan Tabukan.
*) Lampawanua: Negeri di langit.
*) Dumalombang: Ular besar (Naga).
MANADO BOULEVARD
estudio
brillante bau spanola
di sini
dengan betis muda
wajah
putih kemboja
menantang
ia gairah fasifik yang liar
ketika bulan tak melupakan malamnya
aku menyusuri boulevard
menjinjing nada
disisahkan neck gitar
bisakah kukatakan;
“aku
pencinta?”
langit seperti paha
melelehkan gerimis
dan bau asin
binar mata berkeliling
menanti cabikan tua
peperangan menyejarah
ketika kota ditisik
sebentuk jaring labalaba
di sini menaramenara tumbuh
memancarkan lampu abad
ombak fasifik yang kini
tak pernah pulas
terus mengguruh
dalam detakan detik di lenganku
selalu ingin
meraih ujung rambutmu
sambil berbisik:
“Cinta senantiasa matahari
tak mendustakan terangnya
pada warna mawar yang mekar di bibirmu”
ketika tiba pada ekstase hujan
air mata mendekap malam berkelindan itu
serupa taman menyingkapkan kecantikannya
pada sebuah sajak menjelma sebila pedang
darah menetes di ujungnya
adalah darah bulan tertebas berkalikali
lalu rebah di kasur putih, tanpa raung
kecuali cabikan yang ihklas diterimanya
sebagai kecupan
MENTAWAI
di suatu hari yang muram
Umauma lantak bersama
ratusan mayat
saat itu baru kubaca sejarah Sekerei menjagai laut Mentawai
airmatanya berhamburan ke udara seperti buibui tua di pucuk ombak
saat itu baru kubaca sejarah Sekerei menjagai laut Mentawai
airmatanya berhamburan ke udara seperti buibui tua di pucuk ombak
ini duka Sipora, Pagai
dan Siberut dan dukaku
tsunami berbagi kisah manusia tetap saja manusia
Tuhan yang Itu, selalu rahasia. yang mulia
mengurai sejarah panjang Tua Pejat yang tua
di rinai airmata Mintaon'peta migrasi bangsabangsa
mari berbagi airmata di tanah duka ini
biar Mentawai kuat melafal Arat Sabulungan
syairsayir Taikaleleu di keharmonisan alam
dan nenek moyang gagah tetap menguncupkan daun
buat puja Tai Kabagat Koat dan Tai Ka Manua
di jantung peradabannya
di sini,
pemburu membuat penatoan seperti matahari
tsunami berbagi kisah manusia tetap saja manusia
Tuhan yang Itu, selalu rahasia. yang mulia
mengurai sejarah panjang Tua Pejat yang tua
di rinai airmata Mintaon'peta migrasi bangsabangsa
mari berbagi airmata di tanah duka ini
biar Mentawai kuat melafal Arat Sabulungan
syairsayir Taikaleleu di keharmonisan alam
dan nenek moyang gagah tetap menguncupkan daun
buat puja Tai Kabagat Koat dan Tai Ka Manua
di jantung peradabannya
di sini,
pemburu membuat penatoan seperti matahari
dalam sakramen sikerei
dan rimata, kerena lelaki mestilah lelaki
Ia berangkat dari Sipatiti hingga John Crisp menulis sajaksajak
ombak Poggy buat peselancar bertemu dunia
laut mendidih di sejarah moyang Mentawai
para lelaki dan primadona menari Turuk Uliat
meragakan gerak binatang alam
“uliat bilou, uliat manyang
turuk pok-pok, galagau”
mari menari
Ia berangkat dari Sipatiti hingga John Crisp menulis sajaksajak
ombak Poggy buat peselancar bertemu dunia
laut mendidih di sejarah moyang Mentawai
para lelaki dan primadona menari Turuk Uliat
meragakan gerak binatang alam
“uliat bilou, uliat manyang
turuk pok-pok, galagau”
mari menari
di gelombang pasang yang
menghujam
biar Mentawai terus bergerak
dalam bebunyian syairsyair keindahannya
biar Mentawai terus bergerak
dalam bebunyian syairsyair keindahannya
IRONI
DARI TANAH HITAM
adikku,
aku ingin berbagi sembab denganmu:
di sini lelaki dengan bahasa gerak tubuh Marokaahe menari
orang Marind, sejarah tua kapal uap di sungai Maro
mengusung gasing Izakod Bekai Izakod Kai
seperti resital indah kisah surga di tanah hitam
harusnya waktu berada dua jam di masa depan
di Wamena, dan mata cekung orang Dani.
rasanya mundur ribuan tahun
ke belakang membawa Jayawijaya Adikku......
di Obiah ada tempat acara purba bakar batu
seorang Onduwafi berdiri di puncak menara kayu
mengintai jauh di kesuraman Papua
ia berteriak memanggil para lelaki dengan panah dan tombak
melontarkan bebunyian ritmis dari mulutnya
mengekalkan sajaksajak langit dan tanah muram
pria berkoteka, pilamo di pintu gerbang
umma berjajar di sampingnya
perempuan dan anak-anak berdandan
melumuri tubuh dengan lumpur
menyanyikan lagu terdengar seperti masa lalu
kamupun akan tahu, di sini adikku...
Sang Onduwafi akan menyuruh dua orang pemuda
membawa seekor babi
pemanah tua menembakkan sebuah panah kayu
menusuk jantung buat alirkan darah ke udara
seperti suara nyanyian purba penduduk nan riuh
semakin keras dan cepat di nguikan babi merenggang ajal
sepasang pria dan wanita muncul
mereka berlarilari melepasan roh di tarian mistisnya
pernahkah kau baca hot plate purba
babi dan hipere terpanggang di atas tumpukan batu panas
ditahan tumpukan daun segar dan rerumputan basah
yang menutupi tungku tradisional
beginilah aku berbagi denganmu di senyap Papua:
Pepera seperti prasasti sunyi pusaka terlara
di sini engkau dapat menyaksikan Musamus
gundukan tanah rumah rayap yang tinggi
Kangguru, tikus pohon. Kasuari, Rusa
pada piguru usang riwayat penjarahan dan perusakan
lalu kau dengar adikku...
di Teluk Wondama, ribuan pengungsi banjir Wasior
apa yang mereka makan di ladang airmata itu
sungkawa gunung keramat
air turun dari tanah tersayat
mengirim ratusan jiwa sebagai pesan
di sini luka mengangahkan Papua
berdarah seperti babi yang tertikam anak panah
adikku, Papua adalah ironi
kemiskinan simiskin di atas tanah berlimpah ruah sumber daya alam
tambang emas dan tembaga terbesar di dunia
lapangan gas dan hutan biodiversitas, plasma nutfahnya luar biasa.
tapi Onduwafi yang berdiri di puncak menara kayu
berbagi airmatanya denganmu
di sini lelaki dengan bahasa gerak tubuh Marokaahe menari
orang Marind, sejarah tua kapal uap di sungai Maro
mengusung gasing Izakod Bekai Izakod Kai
seperti resital indah kisah surga di tanah hitam
harusnya waktu berada dua jam di masa depan
di Wamena, dan mata cekung orang Dani.
rasanya mundur ribuan tahun
ke belakang membawa Jayawijaya Adikku......
di Obiah ada tempat acara purba bakar batu
seorang Onduwafi berdiri di puncak menara kayu
mengintai jauh di kesuraman Papua
ia berteriak memanggil para lelaki dengan panah dan tombak
melontarkan bebunyian ritmis dari mulutnya
mengekalkan sajaksajak langit dan tanah muram
pria berkoteka, pilamo di pintu gerbang
umma berjajar di sampingnya
perempuan dan anak-anak berdandan
melumuri tubuh dengan lumpur
menyanyikan lagu terdengar seperti masa lalu
kamupun akan tahu, di sini adikku...
Sang Onduwafi akan menyuruh dua orang pemuda
membawa seekor babi
pemanah tua menembakkan sebuah panah kayu
menusuk jantung buat alirkan darah ke udara
seperti suara nyanyian purba penduduk nan riuh
semakin keras dan cepat di nguikan babi merenggang ajal
sepasang pria dan wanita muncul
mereka berlarilari melepasan roh di tarian mistisnya
pernahkah kau baca hot plate purba
babi dan hipere terpanggang di atas tumpukan batu panas
ditahan tumpukan daun segar dan rerumputan basah
yang menutupi tungku tradisional
beginilah aku berbagi denganmu di senyap Papua:
Pepera seperti prasasti sunyi pusaka terlara
di sini engkau dapat menyaksikan Musamus
gundukan tanah rumah rayap yang tinggi
Kangguru, tikus pohon. Kasuari, Rusa
pada piguru usang riwayat penjarahan dan perusakan
lalu kau dengar adikku...
di Teluk Wondama, ribuan pengungsi banjir Wasior
apa yang mereka makan di ladang airmata itu
sungkawa gunung keramat
air turun dari tanah tersayat
mengirim ratusan jiwa sebagai pesan
di sini luka mengangahkan Papua
berdarah seperti babi yang tertikam anak panah
adikku, Papua adalah ironi
kemiskinan simiskin di atas tanah berlimpah ruah sumber daya alam
tambang emas dan tembaga terbesar di dunia
lapangan gas dan hutan biodiversitas, plasma nutfahnya luar biasa.
tapi Onduwafi yang berdiri di puncak menara kayu
berbagi airmatanya denganmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar