dalam segelas nescafe kau larungkan
pesta tawa
di balik kaca, kabut membancakkan gelisahnya
di balik kaca, kabut membancakkan gelisahnya
antara tawa dan kabut itu seluruh gairah
tercapit
di ujung lidah
kau mengajakku mencakapi kabut merenik di tanjung itu
renik kabut yang kukuh merapikan
denyut jantung
di ruas gelombang yang menyeduh satu
dua kenangan
satu dua yang terbekas di ingatan,
jatuh ke gelas itu
lainnya menyelusup ke embun di hitam rambutmu
sejenak kau biarkan aku berkelana ke rambutmu
lainnya menyelusup ke embun di hitam rambutmu
sejenak kau biarkan aku berkelana ke rambutmu
dengan sisa usia mulai runtuh di
kelopak matamu
toh, malam tinggal sebentar ini,
katamu
lalu kita akan berpisah, melupakan
dekapan paling erat
di ruang café ini. cafe yang kabarnya
juga bakal dibongkar
maka tunai, yang menghuni waktu tinggal
katakata
pas kopi terakhir kuserup hingga
ampas
terasa di ujung lidah yang sama manis berakhir, terhempas
terasa di ujung lidah yang sama manis berakhir, terhempas
“terima kasih telah berbagi kelana,”
katamu
sambil memandang malam yang menudung
kita terpiuh
ketika kau bimbing aku ke tasik
mendengar ombak
ada yang menelpon, tapi kau biarkan percakapan
ada yang menelpon, tapi kau biarkan percakapan
harusnya baru berlalu
kau memilih di sini
di sisi waktu tinggal seinci
di sisi waktu tinggal seinci
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar