barangkali, ini kali terakhir menatap savana
atas pulau akan ditenggelamkan itu
orangorang tak bisa lagi menata waktu, meniti tahun
ketika batu kini berwarna empedu, terhalau. berdebu
cericit unggas pun menyeruak ngilu terakhirnya di dahan bakal
kulai itu
melepas bau udara tersisa, bangkai hari tak bernyawa. Lalu,
merantau
ke pulau baru dengan ketakutan lain. tak ada rumah lebih damai
di bentangan bumi. selalu akan datang bunyi mesin mengeruk,
menggergaji semua citacita, semua mimpi
di tengah asap perlawanan, masa kini heroik itu
terjerembab ke lumpur, tergilas buldoser eskavator
merobek gunung. semua
kesakitan itu tumpah
menodai laut
di atas laut terluka itu kita akan melihat perahu. juga seorang
bocah
matanya lirih, jarijari kecilnya memegang kayu dan belati
ia bugil, gugup, merasa sendiri di tengah orangorang kini berlari
ia masih mengenang jendelajendela terbuka
memampang ujung September yang cerah
tapi, cuaca memapar air mata ke dada
ke rumah sederhana, rumah yang harus dilupakannya
perahuperahu terus melaju membawanya
menempah bencana ke dalam
dirinya
serupa pintu kecil berderit
di luar hanya ada angin yang sakit
di wajah lugu itu ada dicemaskannya, mungkin nasib
jazirah pulaupulau sebelah utara dengan kisah orangorang terdera
keserakahan memperoleh harta, diburu hingga ke liang tanah
ibunya, juga para perempuan mengenakan gaun perkabungan
tak lagi mau menoleh ke belakang. semua harapan ikut tenggelam
dalam kabut asin terperangkap di tiap sudut langit
dengan sinar oranye menakik segala nista dan pedih
diamdiam didekapnya, di hulu dari semua tangisnya
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar