Sejak
kecil Yinhua Situkihi sudah diajar kedua orang tuanya cara memerah susu
sapi. Itu sebabnya pada usia dini Yinhua
telah mahir memerah. Memerah susu sapi bagi kebanyakan
orang terlihat mudah, padahal membutuhkan teknik tersendiri. Untuk urusan
teknik itu, keluarga besar Situkihi punya rahasia tersendiri, dan sudah
termahsyur sebagai warisan leluhur tua mereka.
Memerah dan terus memerah, begitu
Yinhua. Semangat memerah itu sudah seperti sesuatu yang terus berputar dengan
cepat menuju inti dari esensi memerah dan susu itu sendiri. Untuk mendapatkan
susu, tak ada lagi alasan untuk tidak memerah. Ya semacam hukum teori Newton
tentang putaran sentripetal yang selalu menuju ke dalam. Intinya, memerah susu
itulah hidup Yinhua. Aktivitas keseharian lainnya bagi Yinhua tak lebih dari aktivitas semu,
semacam daya pengimbangan aktivitas yang inti itu.
Yinhua sudah hafal betul
prinsip-prinsip dasar memerah susu, dimana dirinya dan si sapi harus
dipersiapkan dulu. Ketika mau memerah Yinhua akan segera mencuci tangannya
dengan sabun dan air hingga bersih. Yinhua juga mencuci puting sapi, lalu
mengambil kursi untuk ia duduk, agar saat memerah, punggung dan lututnya tetap
terasa enak dan nyaman.
Pada saat usia remaja, Yinhua juga
sudah menguasai tiga teknik memerah susu yang diajari orang tuanya. Hingga
dalam memerah, ia bisa mengonta-ganti teknik sesuka hati biar tak jenuh. Di
suatu hari ia menggunakan teknik satu tangan, dengan meletakkan jari di
belekang puting sapi hingga membentuk huruf C dengan ibu jari dan telunjuk lalu
digerakkan seakan menggulung, kemudian jari-jari dikencangkan pas di putingnya
dan menariknya ke bawah hingga muncratlah susu dari puting sapi itu.
Di hari berikutnya Yinhua akan
membuat variasi dengan teknik ibu jari, agar sapi juga merasa ada sensasi baru
dalam cengkraman pemerahan itu. Awalnya puting hanya di sentuh dengan ibu jari
dan telunjuk, tapi kemudian menarik dengan lembut puting itu untuk memancing
susu keluar, lalu empat jari mencengkram dengan sigap pada puting sambil
menyelipkan ibu jari di antara puting dan telapak tangan, dan perah lembut
dengan gerakkan ke bawah. “Crossssss…,” muncratlah susu.
Seperti semboyan keluarga besarnya;
“tiada hari tanpa susu, alias waktu adalah susu”, maka pada hari berikutnya
tekniknya lain pula. Ini yang membuat sapi-sapi itu gembira saja kendati susunya
diperah. Kali ini telunjuk dan ibu jari Yinhua melingkari puting dan
disentuh-sentuh dengan sedikit gemas, lalu ditarik ke bawah dengan lembut
sambil menggeser posisi tangan mengelilingi puting dan remas. “Cotssssss…,”
susu menyemprot.
Meski teknik memerah ini sudah bocor
ke segenap warga Kampung Keodi, tapi semua warga yang sudah mencoba merambah ke
bisnis memerah ini tak pernah meraih hasil maksimal. Tak seperti hasil yang
dicapai keluarga besar Situkihi.
“Memerah bukan cuma urusan menguasai
tekniknya. Tapi juga ada aspek naluri, insting, dan tradisi turun-temurun.”
kata Segong Situkihi, ayah Yinhua. Kepala Kampung Keodi, Beo Tutiringi, yang cuma
lulusan SMP kelas jauh itu pun percaya dengan penjelasan ayah Yinhua. Percaya
atau tidak? Buktinya nyata, semua orang sekampung tak bisa memerah semahir
keluarga besar Situkihi.
Tak hanya termahsyur sebagai
keluarga besar pemerah susu, tapi Segong Situkihi ayah Yinhua juga sangat
terkenal sebagai penyabung ayam kelas wahit dan menguasai teknik segala bentuk perjudian
dengan baik. Bahkan teknik menyogok aparat keamanan agar aktivitas illegal itu
menjadi legal pun dikuasainya secara sempurna. Bukan Segong Situkihi kalau ada
aparat yang berani menggerebek. Terkenal betul di kampung Keodi dimana sejak
buyut-buyut mereka yang di atas, hingga ke generasi Situkihi berikutnya, mereka
seakan mengerami rahasia tenaga endogen yang jika dilepas meskipun dengan
cara-cara klasik seperti trik suap itu bisa mengubah segala yang tidak wajar
menjadi wajar-wajar saja. “Suap, sesuatu yang wajar?” Begitu keluarga Situkihi.
Dari hasil memerah susu, sabung
ayam, dan perjudian itu, orang tua Yinhua terus mengembangkan sejumlah binis
dagang. Teknik memerah ikut diadopsi dalam dagang. Mereka juga mengembangkan
usaha perkebunan kelapa dan pala. Teknik memerah ikut diadopsi dalam usaha
perkebunan kelapa dan pala. Mereka disanjung-sanjung orang-orang sekampung
sebagai keluarga sukses dan dermawan. Kalau ada orang mati, keluarga yang
berduka pasti mendapatkan bantuan dana dan bahan natura. Demikian juga bantuan
untuk mereka yang menikah, sakit, ulang tahun, dan seterusnya. Pokoknya orang
sekampung lancar kecipratan bantuan amal dari keluarga Situkihi. Semua trik
amal itu sesungguhnya adalah bagian dari semacam filsafat memerah susu ala
keluarga Situkihi. Lihatlah dampak sentrifugalnya, kisah tentang jasa baik
orang tua Yinhua itu, ternyata sudah tersiar hingga ke lampisan masyarakat luas
seperti di tingkat kecamatan, kabupaten,
bahkan provinsi. Yinhua menyadari popularitas yang diraih keluarganya itu.
Baginya popularitas tersebut sebagai peluang mengembangkan usahanya di bidang
memerah susu dalam skop yang lebih luas lagi.
Lelaki yang tubuhnya cukup atletis
dengan tinggi badan di atas seratus tujuh puluhan centimeter ini pun beniat meraih pendidikan
yang lebih tinggi lagi di bidang memerah. Bagi Yinhua tradisi memerah warisan
leluhurnya itu tak cukup, tak praktis, dan tak efisien lagi dibanding kondisi
perkembangan tehnologi modern yang super kencang majunya. Ia kian terobsesi
untuk mengasub keuntungan lebih besar dari usaha memerah susu dengan
menggunakan tehnologi maju seperti mesin penyedot susu. Teknik kelincahan
tangan dan jari-jemari sudah usang. Sentuh, usap, lingkar, remas, lalu tarik ke
bawah, dan puting itu mendesiskan bunyi cotssss terasa konvensional. Teknik
tangan harus minggir. Saat ini eranya mesin!
Persoalannya, bila peruntungan sudah
besar, bagaimana Yinhua memenej hasil yang diraih dari usaha memerah dengan
teknologi canggih itu? Pertanyaan ini menurut Yinhua harus dijawab lebih awal. Ini
sebabnya, pas selesai pendidikan SMA di ibukota provinsi, Yinhua langsung masuk
ke Universitas Para Sombi (UPS). Di perguruan tinggi itu, ia memilih Fakultas
Ekonomi, jurusan Management Pemerahan.
Anak muda berkulit putih dengan
wajah bersih dan tampan ala bintang film boneka Usro itu singkatnya hanya
menempuh pendidikan kurang dari empat tahun langsung lulus dengan predikat
Cumlaude. Maklum, UPS termasuk salah satu perguruan tinggi yang mewajarkan
suap. Menyuap dosen, dekan, hingga rektor adalah hal biasa dan wajar.
Nilai-nilai kuliah bisa dinegosiasikan menurut besaran uang suap. Bahkan di
lingkungan kampus UPS ucapan selamat pagi, siang atau sore telah diganti dan
diseragamkan menjadi: “suap aku dong”. Bilah tidak percaya, cobalah pergi
sendiri ke UPS, dan coba temui seorang dosen, pasti keramatamahannya akan
dibuka dengan ungkapan: “suap aku dong!”
Tak puas menyandang gelar S1, Yinhua
melanjutkan pendidikan ke Australia. Di negeri binatang Kanguru itu tidak
begitu jelas jurusan apa yang diambilnya di perguruan tinggi. Yang pasti ada
hubungan dengan dunia pemerahan itu juga.
Beberapa tahun di Australia, Yinhua
kembali ke tanah air dengan penuh bangga sebab selain menyandang gelar SE, kini
betambah lagi dengan gelar dari perguruan tinggi asing itu, ya semacam MBA.
Batok kepalanya sudah dipenuhi berbagai teori bisnis dan ilmu pengembangan
pemerahan susu.
Sesampai di kampungnya, Yinhua
langsung meminta persetujuan ayahandanya untuk mengembangkan bisnis pemerahan
yang lebih mutakhir. Atas persetujuan ayahnya, Yinhua tak tanggung-tanggung
dalam strategi pengembangan bisnisnya. Dari tingkat hulu sampai hilir
dikuasainya semua. Pelibatan tehnologi mesin penyedot susu langsung diterapkan.
Hasilnya, fantastik! Susu dan susu mencotssss di mana-mana.
Hanya dalam beberapa tahun saja,
terutama saat ia telah menikah dengan seorang gadis yang masih keturunan jauh
leluhurnya, Yinhua, langsung melakukan ekspansi usaha ke bidang perkapalan. Mengenai
perkawinannya rasanya tak perlu mendapat perhatian banyak, maklumlah keluarga
besar Situkihi masih setia melestarikan tradisi endogamy dalam pernikahan. Kembali
saja ke usaha perkapalan. Ya usaha perkapalan untuk mengangkut sapi-sapi. Teknik
memerah diadopsi dalam usaha perkapalan untuk mengangkut sapi-sapi. Dalam pelayaran pun sapi-sapi diperah.
Beberapa tokoh susu miliknya berkembang pesat dengan pelanggan yang luar biasa
banyak. Ya maklum, orang-orang sekampung, sepulau, sekabupaten harus mau jadi
pelanggannya, kalau tidak bakal tidak kecipratan sumbangan amal Yinhua. Jurus
sumbangan amal itu sesungguhnya trik usang dari keluarganya, tapi masih terasa
ampuh manfaatnya dalam mengikat para pelanggan, itu sebabnya dipertahankan
Yinhua.
“Yinhua sudah sangat kaya. Gila
memang!”
“Ya! Pekerjanya banyak!”. Begitulah
orang-orang sekampungnya membicarakan Yinhua. Mereka takjub, sekalian berdecak
kagum, sekaligus bingung mengapa Yinhua bisa seberuntung itu.
Pekerja Yinhua awalnya hanya puluhan
orang, lalu berkembang ratusan orang. Kini ribuan orang menjadi pekerja dan
operator bisnis-bisnis Yinhua. Untuk mengontrol kesetiaan dan kinerja para
pekerjanya, Yinhua menerapkan teori konflik sebagaimana di idekan Karl Marx.
Menurut Yinhua, konflik itu perlu agar terciptanya peningkatan
kinerja karena adanya persaingan dan konflik-konflik kepentingan antar pekerja. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang
dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus. Pekerjanya harus disatukan dengan paksaan. Dalam sekejab, semua
pekerja di bidang-bidang bisnis Yinhua pun tunduk dalam tekanan dan paksaan.
Tak ada yang berani mengangkat dagu menatapnya, apalagi melawan tuannya meski
hak-hak pekerja telah ditekan serendah-rendahnya. Tak hanya sapi yang diperah
susunya, kini para pekerja tak lebih baik dari nasib sapi perahan Yinhua.
“Yinhua…Yinhua…Yinhua
Situkihi,” tabik para pekerja pada tuannya yang kini menjelma kaisar bagi
kerajaan bisnis-bisnisnya yang kini menyebar dari Kampung Keodi hingga ke kawasan
Provinsi Lasoskali ini.
Nama Yinhua kian mahsyur
saja. Kian populer, dan tak terduga. Kapal-kapalnya menjadi beberapa.
Penampilannya kian necis seperti penampilan bintang film boneka Usro dalam mini
seri Si Unyil. Pengaruh Yinhua pun menyelusup hingga ke masyarakat luas.
Tiba-tiba semua masyarakat manut padanya. Semacam ada rasa hormat berlebihan
bercampur keengganan dari orang-orang di kampungnya terhadap Yinhua. Keadaan
ini harap maklum, karena Yinhua saat ini sudah mempekerjakan beberapa tukang
pukul sebagai tenaga security dirinya. Bajingan-bajingan yang direkrut jadi
tukang pukulnya itu, bukanlah penjahat professional yang tahu nilai dari sebuah
tindak kehajatan. Penjahat professional biasanya hanya mau menghajar
lawan-lawan yang punya reputasi. Mereka cenderung menghindari menaruh tangan
pada orang-orang biasa, karena itu menghina reputasi mereka sebagai penjahat
professional. Bajingan-bajingannya Yinhua memang kelas Kucing bukan macan,
apalagi singa. Kakek atau nenek tua rentah yang tak berdaya saja bisa mereka
hajar. Dasar preman kampung kelas Kucing.
Dalam bisnisnya yang
kian membuncit itu, Yinhua mulai menyingkirkan pesaing-pesaing bisnisnya secara
sistematis. Salah satu kapalnya diperintahkan menabrak kapal milik pesaing
bisnis perkapalannya hingga tenggelam di laut.
Orang-orang yang tahu persis kejadian itu takut memberi kesaksian saat
penyidikan kasus tabrakan kapal itu oleh aparat keamanan. Seorang yang menjadi
saksi mata aksi penabrakan itu dibunuh oleh bajingan-bajingan Yinhua atas
perintahnya. Sanak keluarga yang coba menuntut keadilan lewat pihak penegak
hukum, tak digubris. Maklum, mereka hanya orang-orang kecil yang hidupnya
miskin. Sementara hukum sudah lama tak berpihak pada kaum miskin di Kampung
Keodi, kabupaten Palsak, Provinsi Lasoskali. Yinhua tetap aman. Tentang
perasaan bersalah, Yinhua tak kenal itu. Yang paling ia kenal adalah nikmatnya
perasaan memerah susu. Memerah dan memerah, begitulah Yinhua.
Dan tibalah saatnya ia
harus meraih peluang besar yang menjadi impiannya bertahun-tahun yakni mengubah
status awalnya dari sekadar pengusaha pemerah susu menjadi Bupati di kabupaten
Palsak. Jalan ke arah cita-cita besar itu sontak terbuka lebar. Pasalnya,
Partai Sapi yang konon mengalami krisis tokoh, sedang mencari orang yang siap
menjadi calon Bupati dalam pemilihan
pertama Kepala Daerah Kabupaten Palsak yang baru dimekarkan itu.
Karena masih berhubungan
dengan sapi, Yinhua pun tertarik dan mencoba mendaftar. Mendengar Yinhua
mendaftar di partainya, ketua DPD Partai Sapi yang sifat dan wajahnya mirip pak
Ogah itu langsung merespons dengan gembira. Untuk tidak banyak cingcong, Yinhua
langsung membagi upeti ke Ketua Partai Sapi yang sifat dan wajahnya mirip pak
Ogah itu. Para pengurus DPD Partai Sapi ikut kebagian donasi yang cukup
menggembirakan dari Yinhua. Pendek kata, kontan Yinhua jadi calon Bupati dari
Partai Sapi dalam pemilihan di Kabupaten Palsak. Sebagai anak seorang penyabung
dan penjudi kelas wahid, Yinhua tak kaget dengan esensi dasar politik praktis dalam pemilihan
kepala daerah adalah gambling. Ia punya stok kos politik, dan suap, dan sogok
melebihi dari cukup. Masalahnya siapa yang mau jadi konsultan strategi
pemenangannya? Lelaki hitam pendek yang tubuhnya cukup gempal berotot, lelaki
yang pernah meninju hidung seorang Ompreng langsung koma, lelaki yang suka
selingkuh sana-sini, lelaki yang wajahnya kurang tanpan tapi digilai banyak
perempuan itu dipilih Yinhua jadi konsultan politiknya. Dindong Locoloco
namanya. Dindong Locoloco, adalah seorang dosen di suatu sekolah tinggi swasta yang
terhormat. Dindong Locoloco sosok yang cerdas dan ahli dalam menyusun dan
mengaplikasi teori-teori pemenangan dari yang kuna sampai yang termodern. Dari
pola lama gaya PKI sampai pola pemenangan ala Tim Sukses presiden Amerika
Serikat Obama, semua telah diembatnya dan raciknya menjadi sintesis baru dalam
teori pemenangan garapannya. Dan Yinhua suka itu. Dindong Locoloco pun langsung
digaet Yinhua pada kesempatan presentasi awal. Yinhua lebih merasa beruntung
lagi mendapatkan konsultan politik seperti Dindong Locoloco pas si Locoloco
memaparkan grand designs stategi pemenangan yang klop dengan keinginannya.
Semua strategi
diterapkan, dari yang satun sampai yang anti santun, jaring, sogok, suap,
intimidasi, semuanya berjalan serentak dan terkendali. Gila! Yinhua menang dalam
pemilihan kepala daerah kabupaten Palsak melawan rivalnya seorang kakek yang
sudah batuk-batuk kalau kena angin pagi dan sore. Kandidat yang sudah kakek itu
meski merupakan tokoh panutan masyarakat dan tingkat popularitynya selangit,
tetap saja tak mampu melawan strategi pemenangan rancangan Dindong Locoloco
untuk kandidatnya. Sepak terjang anti aturan pemilihan yang diterapkan Dindong
Locoloco bagi kandidatnya mendapatkan reaksi massa yang cukup massif, tapi
ketika jurus pamukas ala Segong Situkihi ayah Yinhua diterapkan ke KPU dan
aparat keamanan, semuanya langsung cair.
“Hidup Yinhua
Situkihi…Hidup Yinhua Situkihi, Hidup Yinhua Situkihi,” teriak orang di
mana-mana menyambut kemenangan Yinhua Situkihi. Dimana Dindong Locoloco? Ia
ternyata ikut di gerombalan massa yang mengeluh-eluhkan Yinhua Situkihi dengan
suara paling renyah dan garing. Dindong Locoloco lupa kalau ia dosen, sosok
cerdas, punya tangan yang mampu meninju hidung seorang ompreng langsung koma.
Mengapa ia harus ngeceng-ngeceng kayak anak usia pubertas pertama di tengah
kerumunan massa itu? Wah, konon begitu tingkah laku nalurik seseorang jika ia
berwajah kurang tanpan. Konon, Orang kurang tampan itu suka tebar pesona.
Hahahahaha…dasar Dindong Locoloco.
Setelah dilantik, Yinhua
langsung menyusun pemerintahan Kabupaten Palsak sebagaimana aturan normatif
pemerintahan yang dikombinasikan dengan aturan dasar pemerahan susu. Seperti
tema visi dan misinya saat pecalonan yang berbunyi: “Menjadikan Palsak Sebagai
Kabupaten Pemerahan Susu”, maka Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Palsak
jangka pendek, menengah, dan panjang pun disusun berdasarkan tema visi misi
itu. Semua Kepala Dinas haruslah para pemerah. Semua PNS wajib jadi pemerah.
DPRD bahkan lebih tinggi spesifikasinya yakni pemerah yang sudah professional.
PNS_PNS Yang membangkang langsung dimutasikan ke daerah terpencil.
Pemerahan pun terjadi
dimana-mana. Pemerahan berkembang jadi tradisi yang disanjung-sanjung. Semua
memerah dan saling perah. Proyek pembangunan berbagai fasilitas fisik di
kabupaten anggarannya harus diperah. Aturan-aturan untuk public haruslah
berdampak pemerahan. Kegiatan bidang ekonomi, pemerintahan, sosial, semua tak
lolos dari kebijakan pemerahan. Hasil pemerahan semua mengalir ke kocek Yinhua.
“Yinhua Situkihi…Yinhua
Situkihi…Yinhua Situkihi…” begitu eluh orang-orang, eluh para PNS, eluh para
aparat keamanan. Partai Sapi yang berkuasa di kabupaten Palsak benar-benar
mencapai masa keemasannya.
“Hidup sapi…Hidup
sapisapi…Hidup sapisapi…” teriak para fanitik pendukung Partai Sapi. Satu
tahun, dua, tiga, empat tahun, Yinhua sontak jadi maha kaya dibanding orang
kaya sekabupaten Palsak.
Saking tingginya dinamika pemerahan
dimana semua orang menjadi obyek sekaligus pelaku pemerahan maka terjadi
perubahan pola tingkah laku manusia di kabupaten Palsak yaitu menjadi seperti sapisapi.
Ketika semua orang di Palsak telah
jadi sapisapi, Yinhua tampak puas. Yinhua kini turun kemana-mana menemui
sapisapi itu untuk diperah dengan tangannya sendiri. Dan astaga, ketika Yinhua
balik ke rumahnya ia tercengang melihat istrinya yang sudah berubah menjadi
seokor sapi betina. Sapi betina itu sedang bermain dengan sapi-sapi kecil
anaknya.
Lima tahun pemerintahan hampir
habis, Yinhua bertekad maju kembali untuk periode kedua sebagai kepala daerah masyarakat
sapi. Sebanyak 136 miliar rupiah telah disiapkan untuk digelontorkan
menyukseskan cita-citanya menjadi Bupati para sapi.
“Hidup Yinhua Situkihi…” teriak
teriak Dingdong Locoloco, yang kini telah berubah menjadi seekor sapi di tengah
padang kering yang dipenuhi tahi sapi. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar