suatu hari aku bertemu Kalengkang
ia nelayan. ombak bertubuh dalam dirinya
sejak lahir laut tumpah ke dalam hatinya
ia di pulau batangbatang pandan dan bakau
bersinggah burungburung perantau
“aku Kalengkang. laut itu rumah, ladang dan
hidupku”
pasir mendesis di akar tapak kuda
mengurita uraturatnya
terumbu seratserat rumput neptunus
mencairkan cuaca
diamdiam menari di matanya
dikayuhnya perahu dalam kobaran bara
pada setiap jengkal angin yang mendekapnya
suara satwa berkesiuran mengakrabi kegembiraan
desir arus senantiasa geram
“ aku Kalengkang. surga pintunya di tanah laut ini”
di rumah bambu beratap daun rumbia
ia menanak keseharian, juga limpahruah kebanggaan
sebagai manusia
“umurku 60 tahun. istriku telah lebih dulu
berpulang.
kedua anakku sukses jadi pengusaha perikanan”
begitu ia mengisah serupa dayung tak letih melarung
seakan perahu itu nafas
nafas yang merayakan pulau dalam kenduri
dalam duri air payau
“aku Kalengkang. ke dalam hati anakku kutuang laut
yang sama.
ombak berumah di kedua hatinya”
ke surga pula kubawa laut ini, hingga aku bisa
bersampan di sana
bersama Tuhan dalam cuaca yang diaturNya
pada hari lain aku bertemu perahu Kalengkang
di jazirah pasir yang mengunggunkan seluruh bisu
batangbatang dayung yang tertindur
di mana Kalengkang?
di mana Kalengkang?
bunyi mesin menderam
menggilas pasir besi dalam tambang
sebentar jadi selongsong peluru
seekor hantu
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar