PUISI-PUISI KARYA IVERDIXON TINUNGKI
PESISIR ROMBOKEN
raskolnikov mari ke bukit, ke tempat ilalang tumbuh
datanglah ke sini memandang tanahtanah tergerus
dan alam merapikannya untukmu
berapa kapak kau butuh menebang semua kemarahan
bukankah mengubah harusnya tumbuh dari hatimu
semacam sonia. sonia yang menari
menari dengan wujudnya yang kurus
memperlihatkan sinar matanya sebelum
layu
kerena dalam kemalangan itu justru ia merasakan hidup
telah kusisir negeri moyangku dengan duka
duka sonia o raskolnikov
di pesisir ini, desis belati juga memburu letih jiwaku
mencaricari kelindan daundaun dulu
memikat matahari merayakan setiap menit
kegembiraan kau caricari itu
tebaran batubatu berlumut
dan hamparan rumput menutup jalan perahu
merayapi inti ingatanku tentang cinta luhur itu
juga sudah hilang wajah danau yang mengacakan langit
bagi para pencari riang
anakanak yang gembira berenang tak lagi datang
tapi mari kita samasama mendekap sonia
dalam kehilangan dan kemalangan
bahkan di sumaru endo bangkubangku menua
dan pemandanganpemandangan menjadi samar
untuk benarbenar kita bisa menggambar keinginan
tinggal ikanikan gurame dan karper
dengan petapeta alam mereka yang
terhimpit
mengecipakan air
memulangkan jiwa yang jauh terselip di jazirah rawa
dengan baubaunya yang busuk menusuk dada
perasaan lainnya hancur mencair dalam gulmagulma kabur
dari hutanhutan yang habis dibabat
karena manusia lebih karib dengan sisinya yang karat
aku tak akan menceburkan diri ke air deras
di bawahbawah jembatan, o raskolnikov
hanyut sebagai orangorang kalah
dengan licik menghabisi dirinya
kendati kita sama sama letih menerka
apa yang dapat dipulaskan
dalam wujudwujud kebaikan atau citacita terus melayang itu
dan aku telah berguru pada alam sedemikian sabar ini
kendati harus merayap seperti lantana
lihatlah! bus yang baru menurunkan turis
di songsong beratusratus belibis
beratusratus belibis
2014
BURUNG BURUNG RANGKONG
terbanglah rangkong
terbang ke langit
bawakan kabar siapa moyangku
pohonpohon rimba di mana
di sini sembilang suku menakik getah
merekat cecar
hidup tergelempang gerah
terbanglah rangkong
terbanglah ke pesan moyang
paruh panjangmu peluru
mematuk bijibiji hidup remuk
setiap kali jatuh apakah ia menyisip humus
sebentar padipadi menyubur
sebentar purnama hangus di tepi mataku
pada puisiku aku memanggilmu rangkong
terbanglah di sini
di pinggir usia
aku mau meruwat diri
di garis ekormu yang putih
2014
SITUS TOMBULU
situs batu, air keramat
dewadewa menanam jimat
jegger merah sudah kau pahat dalam mata api
kabasaran menarilah. menarilah
mari…
ke padang lokon gunung empung
moyang pertama datang dengan perahu
sudah melabuh dalam jejak burungburung
menumbuhkan sayap ke mimpi turun temurun
di amfiteater kupandang derai malesung
menjulangkan gununggunung, api berkobar
menetaskan manguni ke bumi
dan pisokpisok menyusup irama ladang
derap kuda para petarung menyosong abad
remuk dan lebam
anakanak moyang
walakwalak dengan jejak sawah
kelak tak lagi mempertempurkan amarah
dari dongeng ambilingan
ia akan mendupa wangi ke alir sungai sejarah
situs tua kau jaga itu
mendetak dalam darah
dalam darah!
2014
KOPERO
--suatu hari kopero menghunus
pedang
peta kuno digurat ke altar batu
beriburibu pasiyowan telu sejak
itu melanjutkan hidup—
dan tonaas kopero tiba di bandar. orangorang tak mengenalinya
kecuali burungburung rimba, iris matanya memendam nyala
hutanhutan nantu, lembahlembah bambu
tak mampu melepas getarnya
seperti sediakala semua tak mau bersuara
juga gununggunung tibatiba diam
itu
tak ada yang terbang atau berani menggerisik
mereka menanti apa akan diujar
seorang moyang
tapi apa lebih diam
selain sejarah tak kau tuliskan
“bau tembakau
kapur
siri pinang
mengering di masa yang hilang”
tujuh abad kemudian bandar muara kali mas keruh
jejak perang moyang terkubur lumpur
orangorang kehilangan arah, kehilangan penghibur
kita dan masa kini
membincangkan mesinmesin dengan kecemerlangannya
mentahayulkan sihirsihir kuasa membentuk takdirtakdirnya
kehadiran, kehilangan samasama menyelip geram
kopero menundukkan kepala
ada bau tuba tumpah dalam sejarah
ia enggan menegak seperti biasa
seperti saat menebah apaapa diwahyukan langit kepadannya
hutanhutan ganih menyerup tawanya. jadi batangbatang cemas
barisan tugutugu kota kian ramai keisengannya
tapi camarcamar letih hinggap di bahunya
terus menanti moyang tua itu bersuara
namun apa lebih diam
selain sejarah tak kau hiraukan
hari ini sebuah kota dihuni orangorang tanpa tanah air
arcaarca masa lalu terkelupas di bawah musim gagu
tamantaman soka, suplier merambat di tirus selokan
tradisi paling cerca tibatiba dicendawankan
kotakota berdiri dalam perniagaan masa kini itu temboktembok
bercat strawberry. gadisgadis wangi
menjajani malam
dalam bayangan mata seekor kelinci
lugu, nakal, lembut dan manis
menggoda dengan seringainya paling bisa dan birahi
lalu apa lebih diam
selain sejarah kau sembunyikan
seorang buruh pagipagi tiba di bandar yang sama
memandang bulan pucat tenggelam
entah apa disedihkannya. tak ada yang bertanya
tak jauh dari kali, seorang hulubalang menyusun sejarah paderi
orangorang kastela. bentengbenteng mereka telah punah
“di sini orangorang kalah selalu tersingkir”
orangorang menang pun tak memiliki hilir
hanya ada para petualang, para penyihir
mahir memberi pujian sekaligus tikaman tergetir
di abad kita lupa
sebuah bendera spanyol terkulai di bonggol kayu
bendera lain tiba di tepi hutan pinus
sama seperti sediakala saat sungai menghunus arus
--tapi arus mana memberi kita haus--
kopero memandang batang sungai
ia mencium bau darah di alir air
menghanyutkan bayang jasad tak bernyawa
minawanua masih saja terbakar
kisah lalu
dan kini di tangannya
di tompakewa, para pencari damar menemukan
jejak pertempuran di atas rumput jukut merimbuni tanah
tinggal tanah tak membagi dusta
kendati para pemburu mengambil semua yang dihidupkannya
pohonpohon, kerik jangkrik membawa
suara ukung itu
ia menanak pedangnya buat diacungkan lagi
gemerincing tumbak para waraney
masih saja menyerukan pertempuran sungguh belum usai
di sana
di reruntuk masa lalu bertalu bedil bau mesiu
kabutkabut abadi mengabadikan kisahkisah tak lagi dimengerti
tak lagi memicu syahwat masa kini
kecuali arcaarca mati
memberi kopero sebuah kenduri
saat para lelaki tak lagi punya niat berdiri
dan meletakan keberaniannya ke peti mati
2014
*) Kopero: Seorang Tonaas suku
bangsa Minahasa dan ahli pinatik. *) Kastela: sebutan untuk orang Portugis. *)Waraney:
prajurit Minahasa.
ZIARAH PINABETENGAN
Katakana; siapa
akan kembali mengobar peperangan
ketika batu
menyodorkan engkau seluruh peta
rohroh santi,
rohroh wengkouw di ujung belati
di saman
orangorang kastela
ukung,
teterusan menegak nira di tuwungtuwung bambu
jangankan
tanah dicela, sebutir padi menyulutkan amarah
apakah engkau
tahu perang ditahun 1651
bunga
kanokano terpacak di pucuk kepala
waraney pergi
menggetarkan minahasa
dengan
tradisi beraninya tumbuh di hulu dada
di batasbatas
desa sepuluh kabasaran berjaga
ukungukung
mahir menerjemahkan suara burung
menolak membawa
upeti pada perompak kolonial
panglima lucas de vergara membangun koloni sejarah
para pederi
sebuah
benteng, moncong meriam di tahun 1517 itu tak bisa mengecoh
tak bisa
memaksa minahasa taklik di bawah benderanya
bartolomeo de soisa dengan sebuah armada mengarungi
laut
mendapati
dirinya hanya sejengkal dari hidup dan maut
katakan; siapa akan kembali mengobar peperangan
dalam
minahasa kini remuk oleh koloni para penambang
akal sehat
tersumpal di mimbarmimbar kuasa
di
pinabetengan, di tengah malam beraroma cempaka
dotu pantuur
datang padaku memberi selembar tawaan
sebilah keris
dari suatu masa harusnya ditancapkan
ke dada masa
kini yang lupa
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar