Tingkaru*)
aneh kelakuan binatang satu ini
mengangguk bijak setenang langit
seselidik buaya memancar aura kebuasan
lidah berliur selicik biludak
tapi bukan ia binatang berbahaya zaman hawa
seperti adam perawakannya lemah penuh sahaja
retakkan pohon tua rumahnya, sekadar serangga makananya
apakah kau binatang perkasa?
ya… jawabnya.
apakah kau keturunan gotzila atau dinosaurus?
ya… jawabnya
bila berhadapan tentara takutkah kamu?
ya… jawabnya
matamu mebara seperti saga, beranikah kamu pada Tuhan?
ya… jawabnya
lidahmu bercabang, apakah kamu politisi?
ya… jawabnya
cicak tingkaru di cermin waktu
menorehkan tapak debu di hutan sisak batuline
kini merayap di tikar pandang di anyam bokiboki
mengoyak serat daun pesisir, bersujut kalah datudatu tampa
menyingkap ironi sejarah: Ambia, Kuma, Maririt, Essang, Lalue, Bulude,
Mamahan, Bambung, Taturan, Geme, Arangkaa, Bune, Malat, Banada,
Apan, Lahu, Ganalo, Amat, Dapalan, Riung, Binalang, Toabatu,
Tabang, Bantane, Rainis, Matahit, Tarohan, Niampak, Ruso,
Pampalu, Tarun, Sawang, Melonguane
tengkorak di totombatu, balangingi dengan perahu
tamawiwy jadi pesuruh, Mokoagow diculik sekutu
dari zaman spanyol, portugis, belanda hingga jakarta
mengapa talaud hanya mengangguk saja
kau pencuri, pencoleng, perompok, pembunuh, pesinah?
ya…jawabnya
kau guru, rasul, nabi, malaikat dan tuhan?
ya…jawabnya
ketika hutanhutan lenyap, kotakota baru berdiri
ia berhamburan ke manamana mencari rumah
kemudian menetap di gendung kantor pemerintah
di gedung DPR, di kantor desa, kepala lingkungan
mungkin juga di tempat ibadah
wahai binatang aneh siapa namamu?
ia diam sejenak, memiringkan kepala ke arahku
menatapku dengan tajam, lalu mengangguk
tak ada jawaban sedikit pun
kecuali lidahnya menjulur seperti biludak
mencibir kebenaran
namamu pasti iverdixon!
ya… jawabnya
mungkin namamu reiner?
ya…jawabnya
bukan… namamu pasti harry!
ya…jawabnya
jawabanmu selalu ya, berarti namamu bisa siapa saja
ya… jawabnya
bagaimana kalau namamu bambang, elly atau jacko?
ya… jawabnya
hem…kau memang binatang aneh
yang kau tahu hanya menganguk
siapa yang mengajar kau mengangguk?
ia menjulurkan lidahnya menyaput moncongnya dengan liurnya
mendongak dengan mata gelisah memandang langit tua
seakan kertas gersang menguapkan bau bangkai serangga
“aku binatang purba ditetas laboratorium zaman Orba”
batang leherku telah engsel
bisanya bergerak ke atas dan ke bawah
tak bisa ke kiri ke kanan
syap… seekor serangga dilalapnya
dan menghilang di kegelapan rimba karakelang
yang menyembunyikan lumpur sejarah kekalahan
dianyam bokiboki menjadi ornamentasi tikar pandan
2006
*) Tingkaru, sejenis cicak yang habitatnya di hutan-hutan pulau Karakelang, Talaud. Keunikan binatang ini adalah gerakan kepalanya yang mengangguk jika ditanyakan sesuatu padanya. Ini sebabnya di kepulauan itu bila ada orang tak punya sikap disebut dengan ejekan “tingkaru”.
Lohoraung *)
bila manusia tanpa legenda
hidup sedatar pulau tanpa hutan
tak ada ukuran menilai khilaf
maka perang menjadi hiburan ketangkasan
ini pulau persinggahan balangingi
daratan tada hujan dengan pesisir curam
kubah kawah gunung menetaskan duka
mengeraskan ketabahan tanah liat di kebun umbiumbian
menggonggonglah anjing zaman
perompak mandi di sungai minanga
menepihkan penat di mata gadis bulangan dan humingging
kapal berlabuh di buhias menukar miras dengan pala dan koprah
dirampas perompak lain di laut utara dan selatan
lalu sejarah menegaskan sikapnya
seperti pagi membuka cahaya ke atas lautan
dan dahandahan cempaka mengeluarkan bunga
buat dikalungkan bagi abad yang segera tiba
berbijaklah datuk bulango mencipta legenda
biar kolokolo mandolokang punya tuan, punya kedatuan
karena negeri tanpa keteraturan bagaimana bisa mencapai tujuan
maka gemparlah para pemabuk
mendengar laut mengirimkan Lohoraung
putri berbaju daun, berkulit awan di bawa bulango
dari negeri khayangan di balik lautan
pesona kecantikan membius langit
menurunkan hujan hingga semak berkilauan
mentakbir mantramantra rahasia
ketika meninggalkan perahu ia melayang ke daratan
dan kerikilkerikil bergetar dalam pijakan sakti kelembutan
bersujudlah segala kemegahan teluk yang dulu bertepuk dada
seperti kisah kaisar yang takluk di ketiak perempuan
taklim rakyat pun dicurahkan, karena manusia
tak mungkin melawan dewa diutus Tuhan
bulango mendaulat ratu Lohoraung
diantar ribuan rakyat tagulandang
setelah perahu nawalandang
dari pantai mereka bergerak menuju istanah
beriring tambur nanaungan merancak langkah
derap lelaki berbaris di depan memikul hasil ladang
perempuanperempuan menari dengan gaun kofo
kukukuku memerah laka memagiskan udara berbau bataka
anakanak menatap dengan mata berbinar
seakan sejarah mulai menulis matarantai nasib
pada setiap jejak tapak sang dimulia ratu kencana
dan waktu terus menyeret kelokan kisah
kemaharayaan negeri atau lumpur menutup ganggang
di hamparan dataran karang di bawah puncak gunung ruang
meledak seperti pemabuk muntah di tengah malam buta
lalu diesok panginya kota tua kerajaan itu
telah jadi milik pedagang cina
derap lelaki berbaris di pelabuhan
menjadi buruh pengangkut
barang milik orang
2006
*) Ratu Lohoraung, ratu pertama kerajaan Tagulandang. Memerintah pada 1570-1609. Anak dari datuk Bulango, saudara raja kerajaan Siau, Lokonbanua II. Tapi dalam legenda masyarakat Tagulandang, ratu Lohoraung dikisahkan sebagai seorang dewi yang datang dari lautan. Ia berpakaian daun-daun kayu. Mimiliki kesaktian terbang. Ia perempuan yang sangat cantik. Kolokolo adalah nama Pulau Biaro dalam bahasa sasahara. Mandolokang juga nama sasahara dari Pulau Tagulandang. Balangingi adalah sebutan sasahara buat perompak dari Sulu Mindanao. Kerajaan Tagulandang berdiri sejak 1570 dan baru berakhir pada tahun 1945, karena melebur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tamo *)
bijibijian padi dierami bumi
disucikan air dipersatukan api
diwarnai gula dihidupkan minyak
dikerucutkan iguigu dibalik kuasa
dunia padang datar
sebelum gunung memuncak
kecamba menjadi hutan
yang dilepas rahim air
di masak matahari
memerahkan sejarah
di minyakminyak doa
dan datuk memasang bendera di puncak mesba
disusun rakyat dari kristal keringatnya
buat burung langit menetaskan telur berkat
menjadi kepala tongkat raja berahmat kuasa
raja bijaksana tahu kuasa itu air mata
zaman pedis di pekat sungai kesukaran
ia harus mengayam ketupat memotong puncak
karena rakyat punya bagian dari semesta sajian Tuhan
rapalah beberapa kata di ketajaman pisau
tikamlah pinggang gunung melingkar putus
beri jalan rakyat mendaki puncakpucak kesucian
maka sempurnalah tamo kehidupan
yang memuncak di atas dulang kekuasaan
yang ditarikan rakyat dengan bara
dalam doadoa sunyi orang lautan
2006
*) Tamo adalah kue adat masyarakat Nusa Utara. Tamo berarti: “Yang Diperhadapkan”. Mengandung makna simbolik mistik tentang kesejahteraan. Dalam pesta ada Tulude, pesta perkawinan, atau peluncuran perahu, kue adat ini menjadi simpul utama upacara. Ia harus dipotong oleh seorang arif bijaksana dan menguasai budaya dan dibagi kepada khalayak yang hadir. Terbuat dari beras melambangkan manusia, air melambangkan kesucian, minyak lambang kemistikan (ke-Tuhan-an), gula lambang romantika hidup. Dimasak oleh api lambang semangat persatuan. Dibentuk piramida lambang gunung atau kerajaan (Negara). Didudukkan pada piring dulang, lambang bumi. Dihiasi bendera lambang kekuasaan, Telur lambang kesempurnaan, Rica lambang penyakit, udang lambang kesukaran, Ketupat burung lambang kejayaan, Ketupat dodutu lambang tongkat kerajaan. Igu-igu wadah dari bambu yang dianyam hingga berbentuk piramida sebagai tempat cetakan tamo (bentuknya sama dengan tempat ayam bertelur). Dulang adalah jenis piring besar dari tembaga. Bara adalah pedang perang tentara kerajaan di Nusa Utara.
Taman Bunga
menomeno maki sembah
rahasia langit air murah
huabe delapan mata angin
menumpahkan minyak ke lautan, ombak menepi
dan gunung menurunkan klikitongnya
bergemuruhlah lembahlembah kedatuan siau
membangunkan ingangingan dan ompung
merasuki getaran tagonggong ditimpa nanaungan
melintasi jalan desa menuju taman bunga kerajaan
di sinilah bau wangi menuru menganti belerang gunung
ampuang aditinggi menyala dan tersenyum
lakilaki berotot kawat menadahkan kaki ke tanah
menyusupkan keriangan pada penari perempuan
rancaklah semua dalam tarian rahmat
tanah mengarib, laut bermurah hati
menghibahkan hasil panenan berlimpah
dan saatnya membawa upeti istana buat raja bijaksana
taman bunga dibangun raja buat budaya
di depan istanah timur menangkap matahari muncul
di tengah kota ulu menghadap puncak gunung
begitu aturannya karena semesta pun punya tatanannya
di sini, anakanak boleh bermain layangan
para remaja berlatih ketangkasan
orangorang tua mendiskusikan kebajikan
para pelancong melepaskan letih di bawah pohon tua
tapi sejarah selalu punya cerita berlawanan
seperti leba kehilangan sarang menyeruduk ke manamana
politik jadi dewa, ekonomi jadi panglima, budaya jadi anak jadah
gunung pun melepaskan serapah, memuntahkan lava
menghancurkan kota dan bangunan kemegahan pongah
2006
*) Taman Bunga, adalah taman kerajaan Siau. Terletak di pusat kota Ulu (Tarorane). Karena arealnya cukup luas, tempat ini menjadi pusat semua kegiatan seni budayadan dan ritual penyembahan, serta tempat bermain di masa kejayaan kerajaan Siau. Pada kisaran 1970-an, pemerintah kabupaten Sangihe Talaud mengalih fungsi taman ini dengan membangun gedung perkantoran pemerintah. Sejak itu secara beruntun Gunung Karangetang memuntahkan lahar dingin berupa pasir dan batu hingga semua kawasan Taman Bunga dan daerah sekitarnya hancur dan tertimbun sampai ke atap bangunan. Huabe adalah hitungan bulan yang tenang (dari tradisi penghitungan waktu). Klikitong merupakan orkestra musik gendang dipadu dengan “Nanauangan” (semacam gamelan Jawa). Ingan adalah peri daratan. Ompung (Atung) adalah dewa lautan.
Empat Wayer
hidup sepanjang lagu melerai letih sunyi
sepanjang doa diri melepas beku hati
bertukar pandang langit tiada berbatas
menghentak dalam rentak nyanyian bebas
mari menari, menari mari menari
mari menyanyi, menyanyi mari menyanyi
langka sama berpasangpasangan
melepas beban digantang badan
kaki kiri menghujam bumi
kaki kanan merayu matahari
pinggul bergayung dada membusung
o, polo…perasaanku berbunga berdaun
rekatkan badan lingkar patah sembilan
antar komando rancak selangkah
mendakilah damai ke puncak lampawanua
dikelincahan darah mengereksikan nikmat
kanon terus menghentak kabut malam
dalam gelas anggur memacu andrenalin
gugur semua segala sungut nestapa
diterkam kemeriahan irama
menyatukan manusia dengan Tuhannya
2006
*) Empat Wayer, adalah tarian rakyat Nusa Utara. Tarian ini bersifat spontan dan masal diiringi nyanyian dan musik. Gerakannya di atur oleh seorang pemimpin tarian (pangataseng-komando). Tarian ini terinspirasi dari peristiwa perang dunia ke II, dimana pesawat bomber pasukan sekutu dengan “empat baling-baling” (Empat Wayer), melintas di atas udara kepulauan Sangihe Talaud. Dalam perkembangannya tarian ini tidak hanya mengikuti gerakan pesawat tapi juga mengambil gerakan keseharian hidup masyarakat setempat, termasuk dansa ala Eropa. Filosofi tarian ini adalah pembebasan jiwa dan penyatuan kosmik manusia dengan Tuhan yang disebut dengan “puncak keindahan rasa”. Gerak dasarnya diambil dari pola gerak tari ritual purba, ini yang menyebabkan tarian ini bisa memicu seorang penari mengalami situasi trans. Polo, panggilan atau sebutan untuk orang disayang. Kanon, tradisi berbalasan suara dalam menyanyi dengan syair yang diulang berurut-urutan (Tradisi sasahara mengikuti pola gerak ombak dalam gerakan beruntun). Lingkar Patah Sembilan, semacam gerakan pesawat membelok. Lampawanua, gunung suci (surga).
Pulau Para
(buat istriku Adolfina Lusye Damura)
lautmu menidurkan kekasihnya
mempertemukan kita di atas gelombangnya
dan melabuhkan cinta ke pantai pasir putih
dari pecahan karang tergilas abad yang telah tua
kerang berumah di cakangnya
menyongsong ombak keras bagai ayunan
menggerisik keriangan misterius
di tengah peradaban kebuasan air
dan kita mengikuti arus dalam permainan gelombang
seperti kepeting dan ikanikan, gurita dan cumi
menangkap udara pada gelembung disusupkan angin
ke lantai samudera tak bercahaya
hidup adalah pelayaran menggembirakan
pulau alami tak mendustakan apaapa
seketika kita disini menyongsong angin
membawa esok di pulau yang lain
o, laut tak pernah berduka, kecuali bernyanyi
menghibur pelayar dan nelayan yang mengail
karena harapan tersembunyi di kedalaman
keinginan kita menguak kerahasiaannya
seperti peneke mengecipak laut
membuka kitab agung samudera
berbagi kehidupan
2006
*) Pulau Para, sebuah pulau yang masih alami dan kaya ikan. Terletak di antara pulau Siau dan pulau Sangihe. Para (Paha), tempat menjemur ikan asin. Peneke, nelayan tradisional di pulau Para yang menangkap ikan dengan melingkar tali berumbai daun kelapa di laut buat tempat ikan berkumpul, kemudian sejumlah orang (peneke) menceburkan diri ke laut mengecipakkan air laut dalam lingkaran tali (seperti bermain bersama ikan), lalu dua perahu besar menebar jaring berbentuk saku (Soma Popoji) hingga semua ikan terjebak dalam kantung jaring. Tradisi menangkap ikan ini disebut Seke. Tradisi menangkap ini masih bersifat magi, karena tata caranya penuh syariatnya. Tradisi Seke di pulau Para berbeda dengan tradisi Mane’e di pulau Kakorotan Talaud, meski keduanya sama bersifat magi.
Tatehe Woba
Mawu i Tatehe
tau nakatehe woba
nakamara taghaloang
terbanglah bangau putih di langit tahuna
perkawinan purba pontoralage dolongsego
melahirkan pangeran utusan musim tujuh
Tatehe Woba istana teluk benteng cahaya
air payaow ladang bakau
ganggang rawa teluk lumpur
buaya intan menyair raja
mantra pasir mengeringkan benua
hitunglah hari seperti datuk tua
tujuh saghe berkahi perkasa
tujuh huabe mengajar bijaksana
apa artinya harta istana
bila rakyat tak bersua air murah
bulan penuh mengantung di puncak tanjung
kebesaran daulat kerajaan Tahuna di tahbis waktu
menghalau letih zaman menggantang sunyi
yang dulu ditanam penjajah memagari mimpi
sinar tahuna pun memancar ke lautan
mengisi angkasa sejarah kerajaan lautan
paduka menghadang kapal belanda
karam dan tenggelam di pantai kolongan
ini sejarah kasatria dalam kitab laut kita
yang dulu diarak dengan bendera kemenangan
disepanjang pantai yang bersimbah darah peperangan
yang kini kita ancung dikepal bangga
tujuh saghe, tujuh huabe
menitik darah datuk tua
dalam pasir dilepas benua
berkilau tujuh kerajaan samudera
2006
*) Tatehe Woba, Raja, pertama kerajaan Tahuna. Memerintah pada 1580-1625. Ia adalah cucu dari raja kerajaan Siau, Lokonbanua II dari putrinya, Dolongsego. Ayahnya Potoralage, seorang kulano di pulau Sangihe. Raja Tatehe, dikenang sebagai raja yang sakti yang mempu mengeringkan rawa teluk Tahuna dengan segenggam pasir, hingga menjadi daratan kota Tahuna saat ini. Ia juga seorang pemimpin perang laut yang tangguh, ketika menghadapi kapal perang VOC di pantai Kolongan. Armada laut VOC pun tenggelam di sana.
Kofo*)
gunung tak putih, laut tak merah
ampuang putih, ompung merah
menganyam sehelai kain kehidupan
meragi arus memuai ombak
begitu kitab melur di peta masir
bau asin terbawa angin
menghijaukan lembah batang hote
membuka pelepah melahirkan moyang
lihatlah urat kita
bagai karang penyangga pulau
berserat kuat mengikat lidi
di pangkal tombak kipung sakti
dan rajaraja mengenakan gaun
bersulam nyawa nafas bumi
di tenun moyang tua
di kaki sejarah kebringasan pesisir
2006
*) Kofo, pakaian adat tradisional Nusa Utara terbuat dari serat hote (pisang Abaka). Dalam legenda tua msyarakat Nusa Utara, dimana leluhur pertama orang Nusa Utara lahir dari pelepah hote. Kipung, pandai besi yang mebuat alat-alat perang kerajaan. Dewa gunung berjubah putih, Dewa laut berjubah merah. Ini sebabnya dalam budaya orang Nusa Utara, menjadi pantangan bila menaiki gunung mengenakan pakaian putih, demikian juga dilarang mengenakan pakaian merah saat melaut.
Maulana
Fatimah di mantra api
memancar siar suci selatan negeri
muadzin melantun adzan
sakralah langit kandahar
dalam sajaksajak maulana
Egaliwutang Taupanglawo
bersujud lima cahaya timur
menyingkap fajar istana Aling
di jejak tasauf sultan syarif
menyingsing pagi kaum fakir
membram surga bergetar di doa malam maulana
pucukpucuk daihango di kedalaman jurang
menyaksikan jibril berkuda kencana
berpacu dari arah qiblat
menjemput dzikir kandahar
di atas baitbait Al-Fateha
seorang lelaki bersorban putih
muncul di syair puncak Awu
di balik surau keramat
yang dijaga Islam tua
2006
*) Kandahar (Kendar) adalah kerajaan Islam terbesar di kepulauan Nusa Utara (Nusalawo). Siar Islam berkembang luas di kepulauan ini pada zaman raja Syarif Achmad Mansyur (Egaliwutang=Mehegalangi). Memerintah pada 1600-1640. Raja ini adalah anak dari Sultan Syarif Maulana dari kesultanan Mindanao. Permaisyurinya anak dari raja Tahuna, Tatehe Woba bernama Taupanglawo. Wilayah kerajaan Kandahar membentang dari Kendar hingga pulau Saranggani Filipina. Hingga kini, wilayah Kendar dan Tabukan Utara merupakan pusat kebudayaan Islam di kepulauan Nusa Utara. Syair-syair tua bernuansa Islam merupakan bagian dari kekayaan khazanah sastra purba Nusa Utara. Pengaruh Islam di Nusa Utara tidak saja berasal dari kawasan selatan Filipina, tapi juga dari kesultanan Ternate dan Tidore.
Bunga Alang-Alang *)
alangalang terbang di bawah bulan
angin musim punya waktu dan jalan
lewati igau memanjang di kenangan
suatu ketika, ia berjumpa serumpunnya
di sebuah padang:
“apa guna gapai angkasa
sedang kau tak jalan ke sana
mencari hendaklah ke batas siang
di mana waktu selalu punya fajar”
rumpun itu pun melepas anaknya sambil berkata:
“terbanglah ke benua dan samudera
temui langit dan tanahmu
telaga-telaga tenang dan bergeriap
jejak dan bening matahari
mereka yang memeluk pagi petang”
berjalanlah anak-anak itu dan dewasa
di susurinya langit nyanyian mega dan sungai
hingga bertemu fajar dan suar terakhir
yang berkaskan isyarat nun tak jauh lagi
sebelum sampai di hitungan habis ia berucap sendiri :
“anak-anak baru harus pergi menembus abad
untuk dunia baru
di atas padang dan waktunya sendiri”
2006
*) Pola kakumbaede religius dengan ornamentasi diksi dalam perlambangan dari zaman Nusalwo purba dinamisme. Banea dan Tangkule adalah dua penyair utama kerajaan Wowontehu yang mengembangkan puisi jenis ini pada abad ke XIII.
Bunga Rumput
Dalam Mazmur Bahagia *)
Bungaku
Bungaku rumputku
sukmaku
sukma mazmurku
segalanya ada etalase dan waktu
manusia butuh oase
sebab manusia senanatiasa dahaga
senantiasa mencari bahagia
dalam dzikir kucari guru bahagia
di hutan
di kotakota
sama saja
bunga rumput di tanah
berjalar berburu embun
dan mata bunga salami kita, o… betapa damainya
dukakah yang mendamaikan kita
hingga manusia butuh ratapan
segala miliki entah mencari entah
inikah kerenanya manusia butuh cermin
sebab selalu retak
dan mengubah retak hingga mencapai entah
bungaku
bunga rumputku
sukmaku
sukma mazmurku
sebuah pelor
pelor sebuah
lelaki tua
tua keladi
menjadi tua bejat
tua tuhan
pelor itu
jiwa tua rapuh
o… bungaku terinjak
mazmur darah
milik siapa, entah?
mari kita lupakan ia untuk cinta
jika aku bisa menghitung banyaknya bunga
jika aku bisa merangkainya untuk dunia
o… betapa banyaknya keanekaan
dari mazmurku hingga sejadah
bungabunga airmata tumbuh berjalar
mencari Ilah yang meridho adzan bungabunga
memanggilmanggil dikau
memanggilmanggil dikau
melihat o…betapa indahnya warnawarni
betapa indahnya keragaman ini
bungabunga rumput di tanah
bungabunga rumput di belukar
bungabunga rumput di hutan
menyulam ratap jadi senyum
seperti perempuan tua yang tabah
menjaga anakanaknya
hingga setiap orang bisa menyunting cinta
o… bunga rumput mazmur bahagia ini
berkudalah seribu jibril malaikat kebahagiaan
datanglah ke tanah ratap duka ini
duka bunga rumput menguncup
biar sempurnalah permata mazmur bagi nyanyian muadzin
ketika subu petang
Bungaku
Bunga rumputku
Sukmaku
Sukma mazmurku
2006
*) Pola kakumbaede religius dengan ornamentasi diksi dalam perlambangan . Banea dan Tangkule adalah dua penyair utama kerajaan Wowontehu yang mengembangkan puisi jenis ini pada abad ke XIII. Mereka adalah para penghibur raja dan keluarganya. Pada perkembangan terakhir sastra jenis ini mengalami alkulturasi dengan budaya Islam dan Kristen.
Sajak Penebang Bambu*)
segalanya ada ruas
ruang kosong dan air
tak ada lurus di bawah langit
berbuku tempat kehidupan bercabang
yang tumbuh selalu ingin ke langit
yang ke langit berjumpa angin
dari semilir hingga badai terdengar gerisik
tebang- tebanglah sebatang buat serumpun tumbuh
tebang-tebanglah serumpun buat kehidupan merakit
dari kuala ke lautan kita berakit
setelah menepi jadi rumah atau bambu runcing
aku menebangnya lagi
ia tumbuh kembali
beruas
tak ada lurus
ruang kosong dan air meninggihkan ia ke langit
aku mesti menebangnya lagi
2006
*) Pola kakumbaede religius dengan ornamentasi diksi dalam perlambangan. Banea dan Tangkule adalah dua penyair utama kerajaan Wowontehu yang mengembangkan puisi jenis ini pada abad ke XII.
Rahasia Alam *)
(1)
kunang-kunang membentuk bola api pada sebuah pohon
seperti stasiun dirindu penumpangpenumpang
manusia butuh aura seperti akar tunggang menyentuh magma
ambilah sepotong saat bulan penuh
agar dirimu memancar cahya
meski kelam dan kabut menyeruput
kelelawar dan hantu tak mendekat
pabila Tuhan bertahta di hati penuh hikmat
(2)
Tuhan menyimpan rahasia cinta
pada tujuh potong carang bunga mata terang
pada tujuh kata dirapal sisa nafas
pada tujuh hari milik siang dan petang
ambilah dengan tangan tanpa ratap
karena cinta selalu tersenyum meski langit gelap
dalam ikatan menyatu
hati merindu senantiasa bertemu
menyentuh
(3)
pohon akarnya hanya satu
ia bekal ke mendan perang
menang tak mungkin diraih
hati bercabang-cabang
2006
*) Tradisi sastra magi menyimpan pesan rahasia (teka-teki). Biasanya disampaikan para moyang yang telah menjadi dewa lewat media manusia dalam keadaan trens (kemasukan roh leluhur).
Bekeng Mawu Jesus *)
Mawu mambeng metulung
sirung seng kasirung
orangorang merambat, bergeser, bergulir, merangkak, melejit, berkelebat, o…! pintu sudah di sana. menanti setiap yang lewat. mengajak masuk atau mengusirnya seperti penjahat. bulan sepotong, matahari sepotong, bintang sepotong tertatih-tatih. bertobatlah karena kerajaan surga sudah dekat. katakata berkatakata. sepanjang waktu. tanpa henti. kesurupan, tergulingguling. berantakan jadi puing. Johanes kaukah itu. di sungai air mata. ia membaptis. ia membaptis. ia membaptis. ia membaptis. ia membaptis. ia membaptis. ia membaptis mayatmayat. ini tuwung surga. air dari sang Bapa. air mata sang ibu. sinar pengharapan berlaksalaksa generasi. kubaptis engkau. mayat bangun, menggeliat, merangkak, kesurupan, dan menemukan diriNya. ia lelaki. jalanilah nestapamu hingga hari perjamuan kudus. lelaki menyiapkan adonan dan sosis bagi dirinya. dicampurnya seperti perempuan tua membuat roti. jika engkau menyiapkan roti dan menyantapnya di waktu pagi dengan segelas kopi. terasalah jiwamu bersemi berselang hari. dan ingatlah sang Bapa di surga menyiapkan roti dari dagingnya sendiri. lalu ia berkata: Akulah roti hidup. dan setiapkan orang datang menambahkan sosis menurut selera masingmasing diri. dan menyantapnya sendirisendiri. dan setiap orang menamai sajian itu menurut citranya keinginnya masingmasing. Maria Magdalena dan seribu setan menari. Maria jatuh cinta. Maria memeluk menciumi cintanya. berikan ia dunia Maria, kata setansetan. Maria menari kian panas. kian sesak. kian rindu. o…! lelaki masuk adonan dan sosis. ia menjadi roti. Maria menangis, Maria sesal. Orang-orang dan siapapun datang memakannya. Maria ikut mencicipinya. semua kenyang. orangorang jadi cerdas. ada jadi pendeta. jadi bupati. jadi gubernur, jadi presiden. jadi muadzin, jadi pertapa. jadi ini. jadi itu. jadijadian.. semuanya berkhotbah seperti dengung lebah. O…! lelaki kembali bergerak. betapapun sedunia orang memakannya, ia tak pernah habishabisnya. dari mana, entah alasan apa. semua orang memanah dia. ya Bapa ke dalam tanganMu kuserahkan nyawaKu. berkali-kali ia katakan itu dalam sunyi. dalam senyap. dalam kosong. dalam nol. astaga! orangorang kembali dengan buas memakannya, mencabikcabiknya. lalu pergi, lalu kembali. pergi kembali. pergi kembali. pergi kembali. tak pernah habis. jika kamu semua masih ingin? makanlah aku!
2005
*) Cerita Tuhan Jesus. Pola sastra tutur (bekeng= cerita pengajaran=sasasa). Jenis puisi liris yang bermaksud memberi petuah. Sastra bentuk ini diperkenalkan sastrawan Toumatiti dari kerajaan Wowontehu. Dan berkembang pesat di masa ke-Kristen-an abad ke XV.
Bekeng Paramata *)
Ia bega mangarawang
Lensoku walae lido
antara dua sungai dimanakah jejak muara. di antara dua matahari ke senja manakah ia terbenam. di antara dua bunga pada musim manakah ia mekar. pada dua buah lubang luka di manakah cinta menetes. tiada itu ada, abu ke debu, debu ke tanah, tanah ke pasir, pasir ke batu, batu ke bukit, bukit ke gunung, gunung ke awan, awan ke hujan, hujan ke laut, laut ke pantai, pantai ke tanjung, tanjung ke muara, muara ke kuala, kuala ke mata, mata ke air, air ke kabut, kabut, ke asap, asap ke api, api ke nafas, nafas menuju ke cinta, cinta ke hidup, hidup ke mati. Seperti telur hidup menetas jatuh ke tanah jadi batang, batang jadi ranting, ranting jadi daun, daun jadi bunga, bunga jadi buah…itulah waktu. di tanah kupijaki ini cinta bertumbuh selebat semaut luka. waktu menjaga nafas berkatakata dalam bisu cinta. waktu mempertemukan memisahkan. waktu menghitung tanpa peduli ke mana nafas mengalir. waktu tak pernah berhenti menagih zaman dan sejarah. semua hendaklah berjalan mengikuti jejak ditinggalkannya. meski ia letih, ia tetap sabar berjalan menulis peta bumi karena ia tak pernah mati, meski sepi selalu menepi di tepi hari. mengapa waktu merantaiku dalam rasa haus teramat panjang. berapa lama lagi aku menanti. cinta seperti detik pergi dan kembali. usia adalah menit mengikuti jejak nafas. waktu adalah catatan menulis cinta dan maut di atas sebuah kertas bernama harapan. tubuh ini kering, tubuh ini haus, air mata membasu dingin dan petaka, dalam dua hujan terbelah. cinta kapan engkau datang. penungguan kedinginan dirawat kemarau. sedang cinta membutakan aksara ditulis waktu. waktu menikam sepi sunyi ke dalam detakku. biarkan aku menanti dia sebelum air hidup mengering. agar sepasang merpati punya waktu kunjungi abadabad
aku mencari dia, dalam senja merah
agar malam punya cahya, siang menjadi cerah
2005
) Cerita anak gadis yang menanti sang cintanya. Gadis disimbolkan permata (Paramata).Pola sastra tutur (Bekeng=sasasa). Jenis puisi liris yang bermaksud memberi petuah. Sastra bentuk ini diperkenalkan sastrawan Toumatiti dari kerajaan Wowontehu.
SERAT MAWAR*)
moyang memandikan manuru
di pantai sembilan purnama
pusaka cahaya peradaban tertinggi
air wangi sembilan lautan
buat sajak seratserat mawar
wahai kekasih dipilihkan Tuhan
buat dukadukaku
bacalah kesedihanku yang luhur
buat injil pagi senja
sebelum jalan pendek menikung
katakata berhenti
di batas malam
waktu beku
semenit seabad sama saja
jalanan selalu pendek buat cinta melintas
waktu beringsut cepat padahal kita butuh menit
berikutnya nepihkan kesah sebelum lisut
kita mesti melepas pelukkan
mengejar bayang keindahan pantai kenangan
angin mungkin berkabar sejumput kerinduan
tapi tak ada jalan bagiku menuntunmu melewati milenia
seribu tahun selalu tak cukup bagi hati mencinta
kecuali kelokan pendek di tanjung meruncing
ketika stom kapal menggemah
entah berhenti atau pergi
setidaknya kita punya saat
mengekalkan halhal indah
dalam limit hidup kita
dan aku tak akan menulis apaapa
pada lembaran berikutnya
selain serat mawar ini
pada lakon laut belum terpentaskan
pertunjukan itu hendaklah kisah abadi
bukan kisah Romi dan Juli
ditulis Shakespeare untuk cinta yang pedih
kecemasan memang selalu ada dalam beberapa babakan
tanpa itu cinta semata angan
sebab air mata senantiasa bunga serpihan rindu
bila tiba saatnya serat mawar ini ditaburkan
kita butuh panggung lebih lebar dari dunia
karena epilognya berakhir di tengah surga
2005
*) tradisi Nusalawo purba, dimana sejak kecil seorang anak akan dimandikan air bunga-bunga, terutama bunga melati (Manuru) dan bunga mawar sembilan tangkai atau sembilan rupa pada sembilan kali purnama. Tradisi ini maksudkan agar kelak nanti, anak itu hidupnya akan membawa kedamaian dan keharuman karena kearifannya. Khusus perempuan yang mandi air mawar kehidupan cintanya pun akan terberkati.
WARISAN AYAH
yang diwariskan ayah tanah rumput itu
setelah pensiun ia dari masa perang revolusi
tanah rumput subur air mata dan celotehnya
di sana impian, citacitanya di tegakkannya
ia tak memacak bendera
tanda kemenangan atau kemerdekaan
kecuali mengenang hutanhutan melebat
dan cabangcabang rimbun dedaunan
memayungi masa depan anakanak kecintaannya
kini, tinggal tanah rumput dan alang
ia pun berpesan;
di atas tanah rumput itu bangunlah impian
bangunlah dengan sabar sambil belajar
merangkai kembali masa keemasan
ketika tak ada ratap anakanak desa kedinginan
di tengah kotakota tak menghiraukannya
belajarlah menghitung kembali segala
yang hilang dari tanah air ini
agar di suatu hari tanah rumput itu
bersemi kembali
menjadi hutan dan padang bunga
negeri indah dimana cinta
dapat berteduh di bawahnya
2005
Dahan-Dahan Pala
ratusan kilometer baru aku sampai padanya
memandang dahandahan pala bergetar
bercerita kemegahan Ulu sebelum datang Belanda
derai air kuala mengusik sepi batubatu lava
suatu ketika aku membawamu ke sini
ke keindahan sunyi pulau
membaca sastra datukdatuk
yang menyala seperti magma
dialiran lempengan darah
kota itu bringas dan licin
ludah air mata bercecer sepanjang jalan
lurus menikung
aku membawamu keluar
seperti elang merantau
mencari negerinegeri di mana hujan selalu turun
hinggaplah kita di dedahan pala itu
seperti malaikat natal berkidung
agar di bawahnya
anakanak kita akan bertemu kado
yang kita bungkus
sebelum senja tersuruk di bilik malam
2005
Siau Bremen
Engkau pergi dengan trem senja
bersama kenangan di kening ombak
terseret kereta cepat lewati Hanover
beku dalam dingin John Strasse
yang dulu dibangun dari rempah tanahku
bau salju bersalam: selamat pagi buatku
ketika angin nepikan rindu di akar laut
cengkramahi jejak arus yang dulu letih
mengziarahi dunia dan benua
adakah jawaban di Oldenburg buat prasangka
kecuali mencintai dan meraihnya meski pedih?
di Warpelough, embun merembes di pucuk bunga
bagi getir matahari yang tiba esoknya
di lintasan jalanan Kassel
hingga kotakota di depannya
o, baiklah…
hati selalu mencari dan menguji
meski Tuhan sejak awal punya setumpuk kata
disalamkan hati selalu berasal dariNya
tapi kita harus mengejarnya di tepi sepi
yang selalu tanpa batas, tanpa benua
2005
Di Kepingan Malam Tahuna
kepingankepingan malam
pecah di samudera sunyi adalah rindu
senyapnya mencakar kosong igau pergi
terluka disayat diri sendiri
dunia hanya sebuah titik dalam rindu
tapi betapa pun itu Tahuna yang kosong
selalu ramai oleh bayangan tak bisa diraih
menggelinding di atas rumput rinai air mata
semenit betapa panjang bagi hampa
detiknya menggranat sisa senyum
dalam setiap ledakan itu kepingan malam jatuh
dan aku memungut potongannya
dalam getir laut yang selalu itu
2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar