tibatiba bersua Korengkeng Sarapung
lengking suara burung manguni, berayun
menenun seutas mantra serat jantung minahasa
menunggang pemandangan pematang memisahkan
kemuning hijau luas bentang sawah
juga sayupsayup riak air danau menafsir
kilap teragung warna langit di atasnya
ia bersarang di sana
di pepohonan menjulang
di sisa usia, di sisi yang hilang
di hujan mengelincirkan asin air matanya
ia mengaduk api di kedalaman lumpur
di bawah reruntuhan Moraya
dimana beratusratus anak walak
mengikhlaskan tubuhnya jadi kepingan bara
bangkit menyeduh semua beku ingatan sasar
sekadar batu waruga dengan jasad tertelungkup
menghadapkan arwahnya ke mata angin utara