ada sebuah
tempat tak dapat aku lupakan
sebuah nama
tak dapat aku hapuskan
terus kupertaruhkan hingga akhir perjalanan
selalu saja
ada juga bertanya
apa kutemukan dalam pendakian
sementara di puncak kini hanya ada kekosongan
sebuah
tempat, sebuah nama
menjelma kembali
di malam tak kusangka
“bibir dan
sebutir murbai”
aku melihat keduanya
berwarna ungu tua
melepas
ceceran manis saat menetas di ujung lidah
kucecap
dengan keihklasan dulu
senikmat
surga membuka pintu
di puncak langit
semua
berwarna putih
seperti
seprei pengantin
dilumuri
bercak puisi
meleleh
hingga ke kaki pagi
aku berjalan
lagi
mendaki lagi
sambil
berharap
ada malam
tak kusangka
“bibir dan
sebutir murbai”
menetas
manisnya di ujung napas
2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar