ketika surat pertama tiba, Adam memulai sebuah imajinasi
bermimpi punya seorang kekasih
bermain di muara sebuah kali. tak ingin sendiri
mereka jatuh cinta. mereka pun menyembeli seekor domba
sampai ke langit seluruh wangi aroma dupa
di dekat mesbah, samakkan kulit bertulis isi hati keduanya
sejak itu, kita membaca kerajaankerajaan kuno berdiri
dari mesopotamia, mesir, pantai siria, hingga di tepi kali di kota kita
perahuperahu tiang tinggi membawa bedil dan seorang paderi
nabinabi berbincang dengan Tuhan
percakapanpercakapan diam yang
abadi
--surat terindah harus mereka genapkan—
buat kali yang telah ditetapkan sebagai pembawa percakapan
istanaistana pasir itu pun runtuh dalam penaklukan, perbudakan
dua loh batu pecah kembali untuk
kedua kali
Musa, lelaki yang memintas Teberau sebagai pencari tanah perjanjian
tak lagi bisa melihat kota. amarah menyala di tepi katakata
Adam pun belum usai mengakhiri halaman pertama
seluruh sejarah manusia
--di sini kita masih menyalin berhalaberhala—
sebuah peluru melobangi dada
bukankah kekasih itu ada di sisi kita, Anastasia
pada perjalanan panjang tak letihletihnya melontarkan pertanyaan
hidup bagai cerobong dengan anakanak tangga melingkar
kau akan memanjatnya setiap malam
mencari wujudwujud kegembiraan
pertama kau mencintai bunga, hujan dengan petirpetir menggemah
pada semua itu ingin kau temukan pesan musik tercipta
sepanjang lintasan abad mulai kau beri nama
--mengapa di ujung liriknya selalu ada air mata,
deretan keheningan, bisikanbisikan halus
sulit diterjemahkan--
sementara langit tak berkatakata, cakrawala dengan luasnya
tak menyingkap sebintik saja rahasia
beratus tahun kita membaca, mencium aroma air kali itu
tiga merpati berbulu putih hinggap ke atas kota
saat paderipaderi datang membagi
keratkerat roti
ke atas senja, ke atas sepi, selalu luput kita resapi
“pada roti ini kamu akan
mengenang tubuhku.
datanglah kepadaku kamu letih lesuh berbeban berat!”
kata mereka sambil membasuh sejarah dipenuhi luka
kepada ribuan pasang mata disesaki tangisan
dibaginya seluruh sungai berwarna merah
karena dahaga tunai di ujung lidah
pada air kali
suratsurat itu melayanglayang, seperti tangan menemukan
tempat belaian
maukah engkau menambahkan namaku pada lembar
yang mau kau tuliskan?
-Anastasia, mati dalam pelukan adalah sebuah kegembiraan--
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar