Frangky Kalumata, penyair dan dramawan yang terlahir dengan nama Franciscus P. Kalumata. Lahir
di Minahasa, 9 September 1958 dari pasangan suami istri Yakop Kalumata dan Anie
Raintung. Menikah dengan Farida Daeng,
dan dikaruniai tiga orang anak, Elfran
Kalumata, Asmarini, dan Faradiba.
Menyelesaiakan pedidikan di SD Katolik (Roma Katolik) XIX Santo
Aloysius di Manado. kemudian mengikuti Ujian Persamaan SMP di Manado. Pendidikan
luar sekolah yang pernah dijalaninya antara lain: Workshop State Management,
kerjasama Japan Foundation dan Direktorat Kesenian Depdikbud, tahun 1997 dan
1998 di Bandung.
Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Taman Budaya Sulawesi
Utara sejak tahun 1980. Sampai sekarang. Pekerjaannya di Taman Budaya
membuatnya banyak bergelut dengan pekerjaan kesenian. Berbagai kegiatan
berkesenian dijalaninya selama berdinas di kantornya. Ia membina kesenian di
Sulawesi Utara melalui program-program kerja kantornya.
Selain aktif di kantornya ia juga aktif di luar kantor. Tahun 1992
ia pernah tercatat sebagai redaktur majalah Maesaan yang terbit di Jakarta.
Redaktur majalah Nyiur Melambai pada tahun 1996. Sejak tahun 1986 ia aktif di
berbagai kelompok teater yang ada di Manado. Beberapa kelompok teater yang pernah
dibinanya antara lain: Teater Lawangirung, Sanggar Repsal, Teater Bukit Muria
Winangun, dan terakhir ia masih aktif sampai sekarang di Teater Mesba,
Malalayang.
Sejak masa SD, ia gemar membaca komik. Komik-komik yang dibaca
pada masa itu berupa komik yang bercerita tentang petualangan. Ia juga
mempunyai kesukaan membaca karya-karya fiksi. Sedangkan cerita-cerita dongeng
ia dapatkan dari ibunya. Ibunya selalu mendongeng untuknya sebelum pergi tidur.
Sejak masa SD itu kesenangannya kepada sastra mulai tumbuh.
Mulai menulis cerpen ketika masa SMP (1976). Ia mengikutsertakan
cerpennya dalam lomba penulisan cerpen di lingkungan gereja. Sejak itu ia lebih
banyak lagi menulis. Ia pun mulai menulis puisi untuk dinikmati sendiri. Dalam
hal menulis puisi ia banyak belajar dari Husen Mulahele dan Baginda M. Tahar.
Cara yang ia tempuh dalam belajar ini yaitu dengan memperlihatkan karyanya
kepada Husen Mulahele dan Baginda M. Tahar. Harapannya supaya puisinya
dikomentari dan ia bisa memperbaikinya. Pada masa remaja itu ia sering juga
bermain drama di teater gereja.
Naskah drama yang ditulis pertama kali berjudul “Si Pali”.
Karya-karyanya khususnya puisi banyak dimuat harian yang terbit di Manado,
seperti Manado Post, Cahaya Siang, dan Komentar. Ia juga menulis kritik sastra
dan esai tentang drama. Beberapa kritik sastra dan esainya dimuat harian Manado
Post. Salah satu judul esainya “Teater Dihidupkan, Teater Menghidupkan” dimuat
di Manado Post, pada tahun 1988.
Karya-karyanya
yang telah diterbitkan: Antologi Puisi Nusantara “Zamrud Khatulistiwa” Yogyakarta:
Direktorat Jenderaal Kebudayaan Taman Budaya Yogyakarta. Balada Madi dan
Hadijah diterbitkan oleh Taman Budaya Sulawesi Utara dalam Antologi Naskah
Drama Empat Nuansa. Karya drama
lainnya: “Telur Mitos”, “Si Pali”, “Jika Cinta Telah Mati” (Balada
Anak Bangsa), “Kedaulatan yang Terbunuh”, “Kutuk Dosa Bangsa”, “Kospirasi Hegemoni”, “Monoplay
Virus Hati Gila”, “Cahaya Perjanjian”, “Korupsi”, Berhentilah Menjadi Pejabat”. Karya-karya drama yang pernah disutradarai: “Lelak”
(dipentaskan di Samarinda tahun 1987), “Telur
Mitos” (dipentaskan di Samarinda tahun 1987), dan “Apolo dari Bellac”, “Kedaulatan yang Terbunuh” (dipentaskan di
Gedung Kesenian Jakarta tahun 2003). Sementara sejumlah puisinya hingga kini
masih tersimpan di arsib pribadinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar