Rabu, 25 Januari 2012

Sulut, Membangun Tanpa Sastra


“Ajarkan sastra pada anak-anakmu agar mereka berani mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Ajarkan sastra pada anak-anakmu agar mereka berani melawan ketidakadilan. Ajarkan sastra pada anak-anakmu agar mereka berani menegakan kebenaran. Ajarkan sastra pada anak-anakmu agar jiwa-jiwa mereka hidup”  Anis Matta



Betapa elerginya pemerintah kita terhadap dunia sastra. Di tengah pesatnya pembangunan gedung, jalan, jembatan, lingkungan, kesehatan, tehnologi dan berbagai fasilitas fisik, pemerintah provinsi Sulut tetap kokoh dengan jargon “Membangun Tanpa Sastra”.

Padahal sejatinya sastra merupakan unsur yang amat penting yang mampu memberikan wajah manusiawi, keindahan, keselarasan, keseimbangan, perspektif, harmoni, irama, proporsi, dan sumblimasi dalam setiap gerak kehidupan manusia dalam menciptakan peradaban.

Jika sastra tercerabut dari akar kehidupan manusia, maka manusia tak lebih dari sekedar hewan berakal. Untuk itulah sastra harus ada dan selalu harus diberadakan. 

Sastra sangat terkait erat dalam kehidupan manusia. Ia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjalanan budaya dan peradaban karya cipta manusia itu sendiri. Sastra seperti pisau tajam, bahkan jauh lebih tajam, yang mampu merobek-robek dada dan menembus ulu hati, bahkan jiwa dan pemikiran. Pisau tajam ini juga mampu menjadi alat paling efektif untuk membuat ukiran patung karya kehidupan yang paling indah. Sastra juga bisa lebih halus daripada sutra yang paling halus hingga mampu menelusup ke dalam relung jiwa hingga tunduk dan pasrah pada kekuatannya. 

Sastra dan manusia serta kehidupannya adalah sebuah persoalan yang penting dan menarik untuk dibahas secara komprehensif. Sastra berisi manusia dan kehidupannya. Manusia dan kehidupannya mempunyai hubungan yang rapat dengan kehidupan sastra. Manusia menghidupi sastra dan kehidupan sastra adalah kehidupan manusia. 

Kekuatan sastra yang dahsyat mampu mengubah moralitas dan karakter manusia ke dalam persepsi kehidupan yang berbeda.

Sungguh sangat beralasan jika negara-negara maju sudah menjadikan sastra sebagai alat untuk membendung moralitas anak-anak muda. Para pendidik di negara-negara maju sudah menyadari bahwa sastra punya kekuatan besar yang sanggup merasuk ke hati pelajar, sehingga moralitas mereka juga bisa tertata. 

Hal itu terbukti di negara-negara seperti Inggris, Amerika, Perancis, Jerman, dan negara-negara maju lainnya, bahwa pendidikan sastra banyak mempengarui moralitas para siswa di sekolah. Ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang diajarkan sastra dengan yang tidak. Siswa yang diajarkan sastra hampir tidak pernah berperilaku negatif seperti terlibat perkelahian, nge-drug, dan melakukan tindak kejahatan kriminal. Sastra ternyata mampu menata etika mereka dengan budi pekerti yang baik. Padahal remaja yang hidup di negara maju tersebut merupakan remaja yang hidup di tengah masyarakat yang memiliki kebebasan yang tinggi.

Bicara tentang sastra, ada penelitian yang menarik. Bahwa, berdasarkan hasil dari beberapa penelitian di luar negeri, menunjukan ternyata berpuisi—sebagai salah satu bagian dari sastra—selain mampu memanajemen stress, yang notabene pemicu dari lahirnya tindak kekerasan, juga memberikan efek relaksasi serta mencegah penyakit jantung dan gangguan pernafasan. Sastra memang luar biasa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar