Jumat, 02 Maret 2012

BEBERAPA SAJAK TAHUN 1991-1994

NYANYIAN SORGAWI

Sabda ya sabda sukmaku
Mengaum ke Hu
Mengerang ke Hu
Guruh gemuruh ke Hu Tamburlah sukmaku
Genderangilah sukmaku
Gongilah sukmaku
Dentamkan ya Hu
Dentam dentamkan ya Tuhanku


Beri jiwaku nyala
Segala bunyi magismu
Segala gerak nadi-nadimu
Agar kubertenaga mewarta sukma ku
Penyair tak cair atas tekanan sang bajak
Dan moncong bedil pemberangus sajak sajak

Tamburlah sukmaku
Genderangilah sukmaku
Gongilah sukmaku
Berbunyi bebunyian sukmaku :
Lagu kehilangan kehilangan
Kemana sikecil bergantung harap
Jika digusur moncong bedil dan
Pikatan iklan pembangunan, silat lida birokrat

Tambur sukmaku, sukma kami
Tekanan itu bom
Ya bom!

1994


FREEDOM

Tak semua lonceng berbunyi teng
Ada yang ting
Tak semua gong berbunyi dong
Ada yang dung
Tak semua bibir mengecup berbunyi cup
Ada yang cap
Tak semua gamang berbunyi dak dak
Ada yang duk duk
Tak semua cinta berbunyi cecece
Ada yang cacaca
Tak semua gemuruh berbunyi gur
Ada yang gar
Tak semua aum berbunyi ngiaum
Ada yang ngeong

“Lain padang lain belalang
lain laut lain ikannya”

Tuhan dan hantu sama hurufnya
Beda artinya

Lengkingkan sasambo, lengkingkan masambo
Mantra kebebasan
Nyanyian segala sukma
Cairlah cair
Padatlah padat
Padatlah cair
Cairlah padat

1994

RUMAH KONTRAKAN

Aku penyair tinggal di rumah kontrakan
Kumiliki jagat ini dalam imajinasi
Kumiliki segala nikmat dalam ilusi
Tuhan sahabatku
Kepunyaannya kepunyaanku
Tuhan yang tak terlihatkan tak terkatakan
Batinkulah mengenalnya
Kami bercakap dalam
Perjamuan-perjamuan golgota
Dalam luka yang kami pikir bersama
Aku dan Tuhan sungguh sahabat
Tuhan di surga
Aku di bumi
Kami kental dalam keterasingan di benci
Ketika aku dilecehkan tuan rumah kontrakan
Sahabatku sedih
Tapi mereka tak mengerti

Tuminting 1992


HENING

Heningmu indah ya Tuhan
Bersama intri dan bocah mungil
Menghirup kopi senja hari
Pun sambil menikmati sebatang rokok
Kulepaskan kemalangan
Bibir sikecil hangat nyanyian
Raibkan sunyi rumaah kontrakan

Heningmu indah Ya Tuhan
Dalam hening kulihat tubuhmu
Berdarah di golgota
Kami bertiga minum kopi
Sambil menyaksikan deritamu
Beranda rumah kontrakan
Kutanam bunga buat kupu-kupu
Dua ekor berwarna kuning
Tak henti bercinta sejak pagi

Heningmu indah Ya Tuhan
Ketika kupandang kesabaran
Tergantung di tiang palang saat nafasmu lalu
Kok dunia makin angkuh

1992

AMSAL PUISI

Tuhanku itu sebuah puisi teramat pendek
Kata paling sederhana
Tak heran orang suka menyobeknya
Marahkah Tuhanku?
Tidak
Tuhanku itu sebuah puisi teramat pendek
Kata paling sederhana
Ditulis pada kertas putih
Tak terhitung jumlahnya
Orang boleh menyobeknya sepanjang hidupnya
Lembarnya tak habis-habisnya

1994




LAGU SUBUH

Subuh datang liar ruang redaksi sebuah koran
Redaktor panik soal Bosnia muntah dipinggir
Meja dan Afrika lapar lupa masuk cetak

Oh, Tuhan dirindu sembahyang subuh
Wajahnya berdarah kena percik
Perang saudara

Aku dan dia capek menghitung korban
Di kolom kriminal
Dan suara para pedagang
Memanggil malaikat untuk iklan
Soal harga jual halaman muka
Menghadirkan rantai bagi kebenaran

Subuh datang liar
Makin liar, miliar manusia terkapar lapar

1992

SYAIR SEPANJANG JALAN

Sepanjang jalan mengintai gemintang jauh
Hidupku menikung ruh lunglai
Bukit palang batu penjuru
Setelah tiga puluh tahun sungsang
Suara parau itu, makin jauh
Ya, Yesusku makin kuseru namaMU
Makinku tak mengenalMU

Aku domba hilang tercecer jalan gamang
Orang asing di tengah ribuan serigala padang
Sepanjang jalan selalu kuhindar dewi kematian

Sebab sekali kubersua denganMU ya Yesusku
Bapa, selesai semua keluhku.

1993

NYANYI RUH

Bagaimana aku melupakanmu
Sedang arakan awan nyanyi lonceng malaikat asmara memanggilku
Mari ke pulau berebahan pada pasir putih, laut jernih
Dan mandi matahari tropika dewa-dewa angin

Bagaimana melupakanmu
Pabila sukmamu selalu saja menggedor pintu sukmaku
Mari tinggalkan segala sunyi
Tapiskan muslihat rumah dari bumi fana ini
Dan hidup menjadi sangat panjang pada cakrawala kesabaran
Karena pada cinta terowong waktu menyala sejuta lentera

Pabila kurindu wajah manismu
Kerna seribu gunung membantingku dalam pengalaman memedihkan
Dan kesentosaan dadamu dengan segala rimbun daun kasih sayang
Selalu saja menyeret sampan jiwaku melaut kesanan ya kristo
Betapa bebal putramu
Pada keterhilangan baru menemukan semangat rindu

Sesungguhnya aku tahu kegaiban semesta
Serta tanganmu yang menggenggam jagad raya
Tapi inilah anakmu
Dengan mulut yang teramat luka
Hanya bisa berseru-seru
Ya Kristo
Ya Kristo
Ya Kristo maha dewaku

1994

SAJAK 15 SEPTEMBER

Tiba-tiba aku ingat padaMU
Kau masih di sampingku
Aku terlalu sibuk, khilaf menelantarkanMU
Maafkan
Aku terlalu dijerat kebutuhan dan sangsi
Kita sudah lama tak begadang
Padahal sejak kecil
Kita sungguh akrab di bawah pohon pala
Subuh sama-sama ke pasar menjual sayur
Menjinjing es loli dari rumah ke rumah
Memancing di mulut kuala Tumumpa
Dan ke kebun di kilolima

Ah, sungguh aku baru ingat padamu
Kau setia
Maafkan

Ketika sunyi begitu menikamku
Kau datang, aku baru ingat padamu
Kau tak marah
Ah, kau sejati
Aku apa
Aku bersalah
Maafkan
Kau tahu rinduku, kau datang
Kali ini dengan bunga dan kesejukan
Aku ini apa
Terlalu terpikat kerja dan lupa rinduMU
Dan membalas bunga dan kesejukanMU
Maafkan
Aku menyepelekan arti persaudaraanMU
Kau yang setia mengikuti gerakanku
Kau yang tak marah karena lalaiku
Sejak dulu aku saja yang merepotkanMU
Tapi mengingatMU saja aku tak becus
Kali kau pun datang karena pintaku karna tiba-tiba aku mengingatmu
Karena aku perlu
Tuhan temani aku
Karena besok aku harus membunuh

1992

EKSPRESI

Aku sujud
Dan tak bisa beringsut ya Tuhan
Kulihat kau
Pada malam hening menggeleng sedih
Wajahmu agung memikul duka
Begitu kasih kau kepadaku?
Masih menatapku dengan cinta
Menjaga bumi yang menyangkalmu tanpa murka
Seorang penguasa biasanya membunuh penghianat
Pengusik apalagi lawan politik dan pembangkang

Engkau tidak!
Dukamu adalah kerinduan tiada ujung
Menanti segala lawan dipintu perjamuan

Ya Tuhan
Bagaimana kukatakan pada kerabat
Tentang cintamu yang dasyat ini
Bagaimana kukatakan pada sesama
Tentang rindumu tiada tepi
Engkau yang tidak mengokang senjata
Memberondong dunia tak berhati ini
Dunia yang ingkar padamu

Bagaiman meski kukatakan
Pada saudara-saudaraku tentang kesabaranmu
Yang setia melahirkan tunas
Pada tanah mereka hanguskan
Bagaimana kau jaga nafas
Para pembunuh agar tetap segar

Ya Tuhan
Jika menghadap atasan
Mungkin aku dipecat tanpa pertimbangan
Karena kehilafan
Engkau tidak
Bagaimana kukatakan semua ini
Agar saudara-saudaraku ngerti
Bahwa engkau sedih
Jika mereka tak kembali

Mei 1992

IBADAT TAMASYA

Tuhan tak lagi di rumah ibadat
Sekelompok orang sembayang di laut
Adakah keheningan laut mencibir
Mimbar-mimbar megah?

1991

MOLERRE

Bulan sepi jalan bimbang seperti kapas di tiup
Angin segala ruang
Molerre, sudah jauh di tanah seberang, ditinggal
Laut dan tanah kelahiran
Seperti biasa, berjejer gadis-gadis kelinci iseng
Mengisi malam
Molerre menanti lelaki idaman
Dua puluh tiga tahun umurnya, susunya masih segar
Cantik dan rambut ikal ia yakin saja kuat menanti lelaki idaman
Lelaki yang siap menerima kisahnya, mengawininya
Membakar cintanya, tidur dalam asrama teramat
Dasyat
Laksana air mengalir dari sungai ke laut
Di biarnya waktu menghela nasib ke ujung
Molerre, sampai kapan nama itu di sandangnya
Percuma, bukan jubah bisa ditinggalkan semuanya
Molerre seperti darah
Ia telah berkisah pada para lelaki yang menidurinya
Katanya; aku bukan Molerre
    Itu Cuma sebutan
    Aku wawu sangian
    Aku menanti lelaki idaman
    Makanya aku tak pasang harga
“tapi kau mangkal di tempat jual daging mentah!
Kata hampir semua lelaki tak iba sambil mengira
Wanita montok ini telah dihantam kuman
Sampai kesaraf dan cepat-cepat pakai kondom
Molerre putih seperti laut teduh, permukaan nikmat
Untuk bersampan
Seperti biasanya ia bertutur lagi
Siapa suka jalani nasib berat kalau bukan karena
Harapan
Aku anak satu-satunya sepasang orang tua malang
Ayahku mati di serang malaria setelah disekap
Dan dipaksa kerja gara-gara terlibat PKI, padahal
Cuma terima pacul dan tak tahu politik, karena
Sesungguhnya ayahku hanya seorang petani tak habis
Sekolah rakyat zaman penjajahan
Ibuku endo. Ia anak di luar nikah seorang mener
Belanda yang menghamili pembantunya seorang pribumi
Papah
Dalam gelora sembrani lelaki lurus ke bumi, molerre
Makin setia, dibalasnya setiap gerakan, tak di
Hambatnya setiap tikaman-tikaman, ia terus saja
Berkisah;
Karena hidup kian payah
Setelah kematian ayah, aku diajak ibu kesini
Tak lain merubah nasib
Bertahun ibuku jadi babu dan akhirnya kawin lagi
Tapi sial, ayah tiri penganggur suka mabuk namun
Berwajah tampan itu bikin ibu mati
Karena sering dipukul, rusuknya infeksi
Ah, Indonesia belum semakmur kini, umurku
Tiga belas tahun ketika mengantar ibu ke kubur
Nasib bergulir terus, aku diambil famili pulang
Kampung
Anak kota yang baru mengalami haid pertama
Dalam cermin kulihat tubuhku makin montok saja
“Kalau dulu montok kini seronok kayak pinggul ikan kodok,”
bisik seorang lelaki seirama
lenguhan syawatnya
molerre tanpa sangsi tanpa tangis, berkisah tak
henti-henti;
karena montok hidupku selalu rontok
seperti rokok usai dihisap dilempar ke pojok
bermula kekuasaan tiran sang opo lao *)
terpikat wajah endo, ia jebak pikirku yang remaja
meski sudah punya bini anak
aku dihelanya keranjang dan dianjam
famili pun ikut ditekan
siapa berani pada tiran?
Kata kawanku aku kembang kampung
Opo lao ambil untung alasan derajat kampung
Tamu kabupatenpun harus kuhibur di tempat tidur
Sekali waktu aku hamil
Namun tak kutahu janin siapa penghuni rahim
Sedang nama-nama seranjang tak lagi terbilang
Kamar biru, langit biru terngangah dengar cerita biru
Surga lapuk di hati beku
Molerre terus bertutur;
Opo lao membawaku kesini lagi untuk abortus
Sejak itu, wawu sangian tiada lagi
Molerre…molerre…molerre, teriak orang kampung
Molerre adalah darah
Sampai kapan akan kusandang, entah
Langit pucat, di tengah beribu lelaki rebah
Molerre, di sini aku menanti lelaki idaman
Memiting kaki di beton panjang boulevard
Aku tak pasang harga bagi siapapun
Aku pun akan berkisah pada siapapun
Kau dengar keluh luka ini datanglah wahai lelaki idaman
Datanglah wahai pengantin idaman
Peluklah jiwa malang sengsara ini
Peluklah pengantin permata
Terimalah asmara suci ini
Asmara suci ini

Bagai lenguhan lembu disembeli di subuh hari
Suara pedih itu
Tak pernah sunyi
1991
*Molerre – Lonte – Pelacur
 Opo Lao – Kepala Desa
RUANG

Dengan langit gemetar
Hidup betapa sepi, betapa liar
Diburu segala puncak dalam dakian cepat
Nun matahari seperti angin sulit di jebak dalam kotak
Pun dijaring di sujud subuh hingga hari terbelah
Hanya sungut menggunung mendentam dendam
Bagaimana pohon bisa subur dalam air kelewat air
Bagaimana bunga bisa mekar di tanah terik kelewat terik
Dalam ruang bercahaya samar, kita Cuma bayang
Bergerak tanpa rupa, bersuara tanpa rasa
Lalu hening

1992

DI LORONG CUMI-CUMI
CINTAKU SELALU TERPAUT
    (Buat ayah dan ibu)

Di lorong berkelok gang cumi-cumi
Diapit dua pabtik, rumah petak tanah sewaan
Perkampungan buruh dan kaki lima
Di antara kepenatan wajah manusia kota
Bergulat kemiskinan

Betapa rinduku selalu akrab
Melihat matamu yang tua namun
Hidup menantiku

Kini akhir tahun, akupun datang
Karena rinduku ribaan sentosa
Menyelam dasar sungai kejernian
Terhela kesetiaan
Sejak aku dilahirkan baru kini
Ngerti, makin ngerti
Sesungguhnya dikau pohon kehidupan
segala makna
tiada terkatakan.

1992





DIALOG PENYAIR DAN TAHUN
TENTANG ABAD 20

“Aku kehilangan kata.”
Ungkap penyair pada Tuhan
Tuhan nganguk, ngerti !

“aku kehilangan kata.”
Sungut penyair sambil nyengir
Tuhan senyum. Ngerti !
Kok ?
Ah !

1992

KESAKSIAN SANG PENYAIR

Rumah kita bumi kering
Afrika terbakar dan tangis tak henti
Berjejal segala mayat dari kehidupan mati
Cinta pada siapa
Pada moncong senapan didaulat segalaa janji
Ciumlah tanah abad-abad kita kenal
Kerabat dan saudara musuh-musuh sadis
Tak langit sembunyi pada khianat
Rumah kita bumi siasat paling laknat

Apa dilahirkan ini zaman
Kenistaan aktor pembangkang, nyentrik dan gila
Pembunuh-pembunuh sewaan sebuah kekuasaan
Hewan-hewan liar sulit di jinakkan
Pembohong mutahir yang sakti
Kanibal-kanibal buas dan lapar
Para gengster gesit berkelit
Atau badut-badut berpakaian resi

Rumah kita laut air mata
Istana para pemimpi
Gudang mesin dan senjata penghancur
Ladang ranjau penyakit kanker dan aids
Kemana
Selain berdiri bungkam

Rumah kita pintu kematian
Disini tak laik bagi kejujuran
Selain taktik dan dusta
Rumah kita gelanggang pembual
Para sutradara film cinta
Kosmopolitan kaum militian
Tempat wisata perzinahan
Dan pendongeng punya mimbar
Rumah kita benua para raksasa pemangsa
Hotel persembelihan gereja Tuhan yang sunyi
Lima miliar yang ketakutan

Rumah kita rumah kaca
Memantulkan kebejatan abad sakit
Kancah peperangan tak henti
Tuhan di lawan teknologi
Tiada tak korban disini
Iklan
Penghanjur abadi

1992

SAJAK LAPANGAN KOSONG

Ketika orang sumarah
Pada musim basa
Lapangan luas itupun ditikam sepi
Anak hujan menghalau
Burung-burung kebalik pagar

Deru segala tangis dari langit kelabu
Dibalik segala tangis dari langit kelabu
Dibalik irisan etalase perkantoran megah
Gadis manis mendekap map ijazah di dada
Dihangatkannya impian sekolah
Hingga hujan reda
Satu dua pohon kelpa yang subur
Beku di sisi lapangan

Angin tak jua datang menggoyang daun
Lapangan masih saja kosong
Ini musim basah
Dengan wajah kemayu
Gadis itu menanti, terus menanti
Sisa angin, yang dulu
Merobohkan tiang perahu pada pembajak.

MARET 1992

LAGU KUNING

Angin segala penjuru tersuruk di bawah pohon jeruk
Kering depan beranda rumah bercat kuning
Di bawah bulan pucat sungut dan doa
Daun-daun lapuk gugur di tanah penuh retak
Kampung buruh sesak berdesak-desak
Anak-anak dan debu bersigulingan berampasan embun
Di lontar langi sepenggal biru

Ya Tuhan beri iman kebal pada duka
Sebelum tiba waktunya
Erang menggunung mengaum aum
Menjebol dinding hakikat yang giring
Aus puncak tak terkendali

Ya Tuhan beri iman kebal pada duka
Kampung ini dinamit tak lama pecah
Gemerincing sendok garpu telah meruncing
Seperti lembing diusung bersama kecewa
Bergerak menuju sasaran tumbak

1991

FIRDAUS YANG HILANG

Kata menjadi sebongkah batu hitam tebing
Dan jurang mengintai sewaktu-waktu
Sedang liang-liang angin hembuskan sungut pada segerombol
Burung-burung nasar mengintai bangkai matahari
Gemawan kelam terjerat rambu pohon hutan
Bagaimana puisi bawakan lentera
Jika cakrawala yang hamil seribu dewa
Compang-camping di padang sampah mengais-ngais sisa nasibnya

Dan kalupun bulan bimbang masih bertengger
Di tali jemuran

Di bawah tunas nisan di payunginya

1994

HIDUPKU TAK KAN

Hidupku tak kan, kalau bukan puisi
Wajahmu me-ruh dalam setiapku
Segala dalam denyut langkah merisauku
Dalam indra segala gelisah melaut

Hidupku tak kan, kalau bukan pertanyaan
Seakan menjejal keputusan dan keputusasaan
Aku seakan sumur di hutan, bertapa keinginan segala
Dalam setiap pengelakanlah seakan pula semua kentara

Hidupku tak kan, kalau aku menyangkal
Seakan terpenjara seandai kutinggalkan kenyataan
Nafasmu menghela pengertian semua
Lalu kutahu dan sangsi kalaukah nikmat suatu kenikmataan
Seakanku selalu mengandai akan rasa
Betapa genting selalu pula tiap-tiap suasana
Dan seperti di guyur air selaut
Karena sungguh kutahu setiap ikan menabrak kepalaku
Dan kalau bukan lakasana sepi beban
Mengapa aku tahu hidup berat, ringan jika sampai padamu
Begitu sangatlah membahayakan, kalau bukan lintasan benar
Dan kalu pun karena aku yakin
Hidupku tak kan, kalau bukan puisi
Sulit kutinggalkan kampung begini sakit
Di mana hampir setiap limit saudara-saudaraku menjerit
Ya HU, kalau bukanmu, hidupku tak kan

1993
PIKIRAN-PIKIRAN KAUM POSMO

Apa dipikirkan kaum posmo pada diri bayi tabung ?
Anak-anak teknologi ini akan berkuasa
Jalanan jadi lorong-lorong rahasia sunyi
Antara bunker dan rumah-rumah pencakar langit
Terkapar cinta romeo dan yuliet
Setelah seibu syawat, seribu vagina sintetis
Dijejer pada tali jemuran, menanti sanggama pesanan
Untuk pencipta bayi bisa terbang

Siapa mesias dari kaum baru ini
Yesuskah ?

Sedang Putra Allah dari rahim ibu maria ini
Datang pada dunia yang papa
Bagi putra-putra rahim yang malang
Lalu pada bayi-bayi gelas ini ?
Kau posmo bangun dunia pada rohmu !
1993
SEMEDI

I
Lunglai
Jarak
Jika
Angin
Kita
Akrabi

II
Mata
Adalah
Suatu
Kebutaan
Bagi
Batin

III
Tuhan
Cuma
Ada
Dalam
Hening
Paling
Bening

1992

MENANTI PAGI

Menanti pagi di ruang redaksi halaman getir
Terbayang orang-orang menangis membunuh sesal
Dan dijalanan bersitudingan api kebencian
Bau alkhohol politisi bikin mabuk satu jagad
Dan fakir miskin, gelandangan sampah kurus
Di halaman bawah mati tanpa doa

Menanti pagi kini tak bedanya menanti
Jam penjagalan dimana kepala kita diancam
Karna Cuma sebuah kata
‘lawan’

1992


POTERT KITA

Depan cermin batin
Kubiar kemiskinan bermakna
Kubiar warna segala warna tampil wajahnya
Dunia kita, dunia luka
Perlu dewasa artinya

Senantiasa kunikmati kicau segala kicau dari
Burung segala burung
Mereka yang bercinta ditengah duri
Di atas pohon segala pohon

Mestikah peduli suatu kematian
Selain ketabahan kalahkan duri rumah kita huni
Akupun di sini, di rumah kontrakan
Dengan istri dan anak-anak menata masa depan
Kegemilangan yang sering didendangkan
Meski mahal
Haruskah kita kalah pada harga dan ketololan

Di sudut kota
Di sangkar-sangkar lusuh
Sungsang rindu segala rindu
Siapakah kita
Yang di seruduk kepinggir kota; tanya anakku bimbang
Hatiku berdarah
Kita telah melahirkan
Pertanyaan-pertanyaan tiada jawabnya

Kita telah membakar api sekam
Putra-putra masa depan
Yang mungkin meledak
Jika salah menjinakkannya

1992

CERITA KANVAS
(Buat Jhon Semuel)

Cerita-cerita kanvas padaku tentang kawanku
Katanya:
Ini ikan-ikan kurus dengan laut
Diendus surut
Kawanmu tak daya beringsut
Sebuah mata kail dimangsa ikan rangka
Diam-diam hanyut bersama sampah
Kawanmu setia menyimpuhi
Miliknya.

1992

LAGU SENJA 1

Andai hujan senja ini panjang
Kuingin berpayung matamu
Kerna keringat jiwaku bertahun lapuk membusuk
Pada rumah dan sujud yang payah
Sedang padamu berguguran sajak-sajakku
Pun di matamu bertebaran buih benih dewi laut
Lambaikan jemari asmara purba para dewa
Oh venus kaukah yang menjelmah pada putri desaku
Telah sirnah lolong-lolong anjing malam
Jiwaku kasmaran dengan bulan oh eros tembangkan lagu surga
Peluk aku dalam dansa
Tarikan lenggang cinta sedasyat ombak
Leburkan aku pada jiwa putri alam
Tubuh lelah, jiwa patah ini biarkan bermuara

1993

LAGU SENJA 2

Sebutir sunyiku leleh diribaanmu
Tahukah kau putri alam
Setelah hujan senja itu
Mengental segala wangi dupa jiwaku
Tersedot panas bening matamu
Dan erangan derita jingga berguguran
Seperti daun-daun kering dihempas putting beliung
Tahukah kau putri alam

Tiga puluh tahun kembara berujung pada sangsi
Menyimpan gunung batu bertebing-tebing
Mengarung laut tanpa matahari
Tahukah kau
Setelah usai hujan senja itu
Kau laksana tiang dermaga memanggilku
Dalam lambaian yang bijak
Dan perahu nasibku bergerak dalam serpihan kabut-kabut

Telah kukenal cintaku pada sunyi
Tahun-tahun kubiar lalu lalang sendiri
Keisengan berganti dan lagi berganti membingkai kelam
Pun dalam sembayang jiwa melenguh teriris kesesalan
Pada rumah bumi kusimpuhi rahasia malam

Dan pada senja yang basah
Setelah kau maknakan bunyi suara alam
Sunyi-sunyiku leleh
Ujudku membayang serupa bayi baru dilahirkan
Tahukah kau
Cintaku larut dalam nafasmu

1993

LAGU SENJA 3

Seusai cerita dukamu
Hujan masih saja menitik penuhi kolam dukaku
Duka kita bersampah daun mangga
Berhanyut-hanyut di empang rumah
Begitu jenaka senja itu

Telah kukisahkan betapa cinta Gibran
Pada May Ziadah mereka yang bersentuhan dalam rahasia
Jiwa yang akrab
New York, Kairo berbunga asmara yang gaib
Oh Gibran oh May Ziadah telah lapuk segala jarak
Dan segala langit ternganga dalam nyanyian cintamu
Adakah lembingmu membunuh duka saudaramu
Agar benih bunga tumbuh merimbun
Setelah senja itu pupus
Dan lagamu adalah nyanyian kami
Dalam hari-hari penuh ruh

1993

REFLEKSI MERAH

Hidup sewarna malaam berguguran
Sedang bulan dalam sujudku betapa pucatnya
Kristus erangmukah oleng kemoleng pada ombakan alang-alang
Hutan-hutan
Batu-batu cadas
Segala nafas satwa
Dan pesta pengantar jenasahMukah
Riuh di istana tempat anak zaman membeli kain kafan
Membangun keranda di semua daratan
Pabila kau tak bertahan di atas palang
Orang-orang telah siap mengusungmu ke liang paling dalam

Kristus menua sudah pohon rinduku
Mengapa tiang palang masih menyiksamu
Dan anak-anak semesta yang meludahimu
Di biar menyobek jubahmu

Ya Tuhanku
Jika aku menantangmu dalam sembayang
Karna kau mencintaimu
Namun janganlah uji batinku
Atas kesetiaan itu

1994

DRAMA KELUARGA

Senja hari, ketika aku tak punya ilham
Seorang ibu minta dituliskan drama
Tentang sayangnya pada anak, keluarga
Dan sesama, untuk dipentaskan

Pagi hari sebelum aku sembayang
Tetangga datang mengabarkan
Sang ibu terancam masuk penjara
Karena menghajar anaknya hingga patah

1991

DRAMA KRISTUS

Dalam hari paskah aku ziarah dengan doa
Ku masuki ouditorium raksasa
Di mana dramaMu dipentaskan

Ketika engkau masuki arena
Orang-orang tertawa
Berdesak kedepan
Akupun nimbrung ingin mendengar
Erang deritamu

Di ujung pertunjukan
Terjadi perkelahian
Orang-orang baku hantam saling melecehkan
Tak peduli engkau disalibkan
Saat darahMu tumpah aku terjaga kena perciknya

1992 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar