Minggu, 17 Februari 2013

PEMERAH SUSU (Cerpen Iverdixon Tinungki)


Sejak kecil Yinhua Situkihi sudah diajar kedua orang tuanya cara memerah susu sapi.  Itu sebabnya pada usia dini Yinhua telah mahir memerah. Memerah susu sapi bagi kebanyakan orang terlihat mudah, padahal membutuhkan teknik tersendiri. Untuk urusan teknik itu, keluarga besar Situkihi punya rahasia tersendiri, dan sudah termahsyur sebagai warisan leluhur tua mereka.
Memerah dan terus memerah, begitu Yinhua. Semangat memerah itu sudah seperti sesuatu yang terus berputar dengan cepat menuju inti dari esensi memerah dan susu itu sendiri. Untuk mendapatkan susu, tak ada lagi alasan untuk tidak memerah. Ya semacam hukum teori Newton tentang putaran sentripetal yang selalu menuju ke dalam. Intinya, memerah susu itulah hidup Yinhua. Aktivitas keseharian lainnya  bagi Yinhua tak lebih dari aktivitas semu, semacam daya pengimbangan aktivitas yang inti itu.

Yinhua sudah hafal betul prinsip-prinsip dasar memerah susu, dimana dirinya dan si sapi harus dipersiapkan dulu. Ketika mau memerah Yinhua akan segera mencuci tangannya dengan sabun dan air hingga bersih. Yinhua juga mencuci puting sapi, lalu mengambil kursi untuk ia duduk, agar saat memerah, punggung dan lututnya tetap terasa enak dan nyaman.
Pada saat usia remaja, Yinhua juga sudah menguasai tiga teknik memerah susu yang diajari orang tuanya. Hingga dalam memerah, ia bisa mengonta-ganti teknik sesuka hati biar tak jenuh. Di suatu hari ia menggunakan teknik satu tangan, dengan meletakkan jari di belekang puting sapi hingga membentuk huruf C dengan ibu jari dan telunjuk lalu digerakkan seakan menggulung, kemudian jari-jari dikencangkan pas di putingnya dan menariknya ke bawah hingga muncratlah susu dari puting sapi itu.
Di hari berikutnya Yinhua akan membuat variasi dengan teknik ibu jari, agar sapi juga merasa ada sensasi baru dalam cengkraman pemerahan itu. Awalnya puting hanya di sentuh dengan ibu jari dan telunjuk, tapi kemudian menarik dengan lembut puting itu untuk memancing susu keluar, lalu empat jari mencengkram dengan sigap pada puting sambil menyelipkan ibu jari di antara puting dan telapak tangan, dan perah lembut dengan gerakkan ke bawah. “Crossssss…,” muncratlah susu.
Seperti semboyan keluarga besarnya; “tiada hari tanpa susu, alias waktu adalah susu”, maka pada hari berikutnya tekniknya lain pula. Ini yang membuat sapi-sapi itu gembira saja kendati susunya diperah. Kali ini telunjuk dan ibu jari Yinhua melingkari puting dan disentuh-sentuh dengan sedikit gemas, lalu ditarik ke bawah dengan lembut sambil menggeser posisi tangan mengelilingi puting dan remas. “Cotssssss…,” susu menyemprot.
Meski teknik memerah ini sudah bocor ke segenap warga Kampung Keodi, tapi semua warga yang sudah mencoba merambah ke bisnis memerah ini tak pernah meraih hasil maksimal. Tak seperti hasil yang dicapai keluarga besar Situkihi.
“Memerah bukan cuma urusan menguasai tekniknya. Tapi juga ada aspek naluri, insting, dan tradisi turun-temurun.” kata Segong Situkihi, ayah Yinhua. Kepala Kampung Keodi, Beo Tutiringi, yang cuma lulusan SMP kelas jauh itu pun percaya dengan penjelasan ayah Yinhua. Percaya atau tidak? Buktinya nyata, semua orang sekampung tak bisa memerah semahir keluarga besar Situkihi.
Tak hanya termahsyur sebagai keluarga besar pemerah susu, tapi Segong Situkihi ayah Yinhua juga sangat terkenal sebagai penyabung ayam kelas wahit dan menguasai teknik segala bentuk perjudian dengan baik. Bahkan teknik menyogok aparat keamanan agar aktivitas illegal itu menjadi legal pun dikuasainya secara sempurna. Bukan Segong Situkihi kalau ada aparat yang berani menggerebek. Terkenal betul di kampung Keodi dimana sejak buyut-buyut mereka yang di atas, hingga ke generasi Situkihi berikutnya, mereka seakan mengerami rahasia tenaga endogen yang jika dilepas meskipun dengan cara-cara klasik seperti trik suap itu bisa mengubah segala yang tidak wajar menjadi wajar-wajar saja. “Suap, sesuatu yang wajar?” Begitu keluarga Situkihi.
Dari hasil memerah susu, sabung ayam, dan perjudian itu, orang tua Yinhua terus mengembangkan sejumlah binis dagang. Teknik memerah ikut diadopsi dalam dagang. Mereka juga mengembangkan usaha perkebunan kelapa dan pala. Teknik memerah ikut diadopsi dalam usaha perkebunan kelapa dan pala. Mereka disanjung-sanjung orang-orang sekampung sebagai keluarga sukses dan dermawan. Kalau ada orang mati, keluarga yang berduka pasti mendapatkan bantuan dana dan bahan natura. Demikian juga bantuan untuk mereka yang menikah, sakit, ulang tahun, dan seterusnya. Pokoknya orang sekampung lancar kecipratan bantuan amal dari keluarga Situkihi. Semua trik amal itu sesungguhnya adalah bagian dari semacam filsafat memerah susu ala keluarga Situkihi. Lihatlah dampak sentrifugalnya, kisah tentang jasa baik orang tua Yinhua itu, ternyata sudah tersiar hingga ke lampisan masyarakat luas seperti di  tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi. Yinhua menyadari popularitas yang diraih keluarganya itu. Baginya popularitas tersebut sebagai peluang mengembangkan usahanya di bidang memerah susu dalam skop yang lebih luas lagi.
Lelaki yang tubuhnya cukup atletis dengan tinggi badan di atas seratus tujuh puluhan   centimeter ini pun beniat meraih pendidikan yang lebih tinggi lagi di bidang memerah. Bagi Yinhua tradisi memerah warisan leluhurnya itu tak cukup, tak praktis, dan tak efisien lagi dibanding kondisi perkembangan tehnologi modern yang super kencang majunya. Ia kian terobsesi untuk mengasub keuntungan lebih besar dari usaha memerah susu dengan menggunakan tehnologi maju seperti mesin penyedot susu. Teknik kelincahan tangan dan jari-jemari sudah usang. Sentuh, usap, lingkar, remas, lalu tarik ke bawah, dan puting itu mendesiskan bunyi cotssss terasa konvensional. Teknik tangan harus minggir. Saat ini eranya mesin!
Persoalannya, bila peruntungan sudah besar, bagaimana Yinhua memenej hasil yang diraih dari usaha memerah dengan teknologi canggih itu? Pertanyaan ini menurut Yinhua harus dijawab lebih awal. Ini sebabnya, pas selesai pendidikan SMA di ibukota provinsi, Yinhua langsung masuk ke Universitas Para Sombi (UPS). Di perguruan tinggi itu, ia memilih Fakultas Ekonomi, jurusan Management Pemerahan.
Anak muda berkulit putih dengan wajah bersih dan tampan ala bintang film boneka Usro itu singkatnya hanya menempuh pendidikan kurang dari empat tahun langsung lulus dengan predikat Cumlaude. Maklum, UPS termasuk salah satu perguruan tinggi yang mewajarkan suap. Menyuap dosen, dekan, hingga rektor adalah hal biasa dan wajar. Nilai-nilai kuliah bisa dinegosiasikan menurut besaran uang suap. Bahkan di lingkungan kampus UPS ucapan selamat pagi, siang atau sore telah diganti dan diseragamkan menjadi: “suap aku dong”. Bilah tidak percaya, cobalah pergi sendiri ke UPS, dan coba temui seorang dosen, pasti keramatamahannya akan dibuka dengan ungkapan: “suap aku dong!”
Tak puas menyandang gelar S1, Yinhua melanjutkan pendidikan ke Australia. Di negeri binatang Kanguru itu tidak begitu jelas jurusan apa yang diambilnya di perguruan tinggi. Yang pasti ada hubungan dengan dunia pemerahan itu juga.
Beberapa tahun di Australia, Yinhua kembali ke tanah air dengan penuh bangga sebab selain menyandang gelar SE, kini betambah lagi dengan gelar dari perguruan tinggi asing itu, ya semacam MBA. Batok kepalanya sudah dipenuhi berbagai teori bisnis dan ilmu pengembangan pemerahan susu.
Sesampai di kampungnya, Yinhua langsung meminta persetujuan ayahandanya untuk mengembangkan bisnis pemerahan yang lebih mutakhir. Atas persetujuan ayahnya, Yinhua tak tanggung-tanggung dalam strategi pengembangan bisnisnya. Dari tingkat hulu sampai hilir dikuasainya semua. Pelibatan tehnologi mesin penyedot susu langsung diterapkan. Hasilnya, fantastik! Susu dan susu mencotssss di mana-mana.
Hanya dalam beberapa tahun saja, terutama saat ia telah menikah dengan seorang gadis yang masih keturunan jauh leluhurnya, Yinhua, langsung melakukan ekspansi usaha ke bidang perkapalan. Mengenai perkawinannya rasanya tak perlu mendapat perhatian banyak, maklumlah keluarga besar Situkihi masih setia melestarikan tradisi endogamy dalam pernikahan. Kembali saja ke usaha perkapalan. Ya usaha perkapalan untuk mengangkut sapi-sapi. Teknik memerah diadopsi dalam usaha perkapalan untuk mengangkut sapi-sapi.  Dalam pelayaran pun sapi-sapi diperah. Beberapa tokoh susu miliknya berkembang pesat dengan pelanggan yang luar biasa banyak. Ya maklum, orang-orang sekampung, sepulau, sekabupaten harus mau jadi pelanggannya, kalau tidak bakal tidak kecipratan sumbangan amal Yinhua. Jurus sumbangan amal itu sesungguhnya trik usang dari keluarganya, tapi masih terasa ampuh manfaatnya dalam mengikat para pelanggan, itu sebabnya dipertahankan Yinhua.
“Yinhua sudah sangat kaya. Gila memang!”
“Ya! Pekerjanya banyak!”. Begitulah orang-orang sekampungnya membicarakan Yinhua. Mereka takjub, sekalian berdecak kagum, sekaligus bingung mengapa Yinhua bisa seberuntung itu.
Pekerja Yinhua awalnya hanya puluhan orang, lalu berkembang ratusan orang. Kini ribuan orang menjadi pekerja dan operator bisnis-bisnis Yinhua. Untuk mengontrol kesetiaan dan kinerja para pekerjanya, Yinhua menerapkan teori konflik sebagaimana di idekan Karl Marx. Menurut Yinhua, konflik itu perlu agar terciptanya peningkatan kinerja karena adanya persaingan dan konflik-konflik kepentingan antar pekerja. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus. Pekerjanya harus disatukan dengan paksaan. Dalam sekejab, semua pekerja di bidang-bidang bisnis Yinhua pun tunduk dalam tekanan dan paksaan. Tak ada yang berani mengangkat dagu menatapnya, apalagi melawan tuannya meski hak-hak pekerja telah ditekan serendah-rendahnya. Tak hanya sapi yang diperah susunya, kini para pekerja tak lebih baik dari nasib sapi perahan Yinhua.
“Yinhua…Yinhua…Yinhua Situkihi,” tabik para pekerja pada tuannya yang kini menjelma kaisar bagi kerajaan bisnis-bisnisnya yang kini menyebar dari Kampung Keodi hingga ke kawasan Provinsi Lasoskali ini.
Nama Yinhua kian mahsyur saja. Kian populer, dan tak terduga. Kapal-kapalnya menjadi beberapa. Penampilannya kian necis seperti penampilan bintang film boneka Usro dalam mini seri Si Unyil. Pengaruh Yinhua pun menyelusup hingga ke masyarakat luas. Tiba-tiba semua masyarakat manut padanya. Semacam ada rasa hormat berlebihan bercampur keengganan dari orang-orang di kampungnya terhadap Yinhua. Keadaan ini harap maklum, karena Yinhua saat ini sudah mempekerjakan beberapa tukang pukul sebagai tenaga security dirinya. Bajingan-bajingan yang direkrut jadi tukang pukulnya itu, bukanlah penjahat professional yang tahu nilai dari sebuah tindak kehajatan. Penjahat professional biasanya hanya mau menghajar lawan-lawan yang punya reputasi. Mereka cenderung menghindari menaruh tangan pada orang-orang biasa, karena itu menghina reputasi mereka sebagai penjahat professional. Bajingan-bajingannya Yinhua memang kelas Kucing bukan macan, apalagi singa. Kakek atau nenek tua rentah yang tak berdaya saja bisa mereka hajar. Dasar preman kampung kelas Kucing.
Dalam bisnisnya yang kian membuncit itu, Yinhua mulai menyingkirkan pesaing-pesaing bisnisnya secara sistematis. Salah satu kapalnya diperintahkan menabrak kapal milik pesaing bisnis perkapalannya hingga tenggelam di laut.  Orang-orang yang tahu persis kejadian itu takut memberi kesaksian saat penyidikan kasus tabrakan kapal itu oleh aparat keamanan. Seorang yang menjadi saksi mata aksi penabrakan itu dibunuh oleh bajingan-bajingan Yinhua atas perintahnya. Sanak keluarga yang coba menuntut keadilan lewat pihak penegak hukum, tak digubris. Maklum, mereka hanya orang-orang kecil yang hidupnya miskin. Sementara hukum sudah lama tak berpihak pada kaum miskin di Kampung Keodi, kabupaten Palsak, Provinsi Lasoskali. Yinhua tetap aman. Tentang perasaan bersalah, Yinhua tak kenal itu. Yang paling ia kenal adalah nikmatnya perasaan memerah susu. Memerah dan memerah, begitulah Yinhua.
Dan tibalah saatnya ia harus meraih peluang besar yang menjadi impiannya bertahun-tahun yakni mengubah status awalnya dari sekadar pengusaha pemerah susu menjadi Bupati di kabupaten Palsak. Jalan ke arah cita-cita besar itu sontak terbuka lebar. Pasalnya, Partai Sapi yang konon mengalami krisis tokoh, sedang mencari orang yang siap menjadi calon Bupati  dalam pemilihan pertama Kepala Daerah Kabupaten Palsak yang baru dimekarkan itu.
Karena masih berhubungan dengan sapi, Yinhua pun tertarik dan mencoba mendaftar. Mendengar Yinhua mendaftar di partainya, ketua DPD Partai Sapi yang sifat dan wajahnya mirip pak Ogah itu langsung merespons dengan gembira. Untuk tidak banyak cingcong, Yinhua langsung membagi upeti ke Ketua Partai Sapi yang sifat dan wajahnya mirip pak Ogah itu. Para pengurus DPD Partai Sapi ikut kebagian donasi yang cukup menggembirakan dari Yinhua. Pendek kata, kontan Yinhua jadi calon Bupati dari Partai Sapi dalam pemilihan di Kabupaten Palsak. Sebagai anak seorang penyabung dan penjudi kelas wahid, Yinhua tak kaget dengan  esensi dasar politik praktis dalam pemilihan kepala daerah adalah gambling. Ia punya stok kos politik, dan suap, dan sogok melebihi dari cukup. Masalahnya siapa yang mau jadi konsultan strategi pemenangannya? Lelaki hitam pendek yang tubuhnya cukup gempal berotot, lelaki yang pernah meninju hidung seorang Ompreng langsung koma, lelaki yang suka selingkuh sana-sini, lelaki yang wajahnya kurang tanpan tapi digilai banyak perempuan itu dipilih Yinhua jadi konsultan politiknya. Dindong Locoloco namanya. Dindong Locoloco, adalah seorang dosen di suatu sekolah tinggi swasta yang terhormat. Dindong Locoloco sosok yang cerdas dan ahli dalam menyusun dan mengaplikasi teori-teori pemenangan dari yang kuna sampai yang termodern. Dari pola lama gaya PKI sampai pola pemenangan ala Tim Sukses presiden Amerika Serikat Obama, semua telah diembatnya dan raciknya menjadi sintesis baru dalam teori pemenangan garapannya. Dan Yinhua suka itu. Dindong Locoloco pun langsung digaet Yinhua pada kesempatan presentasi awal. Yinhua lebih merasa beruntung lagi mendapatkan konsultan politik seperti Dindong Locoloco pas si Locoloco memaparkan grand designs stategi pemenangan yang klop dengan keinginannya.
Semua strategi diterapkan, dari yang satun sampai yang anti santun, jaring, sogok, suap, intimidasi, semuanya berjalan serentak dan terkendali. Gila! Yinhua menang dalam pemilihan kepala daerah kabupaten Palsak melawan rivalnya seorang kakek yang sudah batuk-batuk kalau kena angin pagi dan sore. Kandidat yang sudah kakek itu meski merupakan tokoh panutan masyarakat dan tingkat popularitynya selangit, tetap saja tak mampu melawan strategi pemenangan rancangan Dindong Locoloco untuk kandidatnya. Sepak terjang anti aturan pemilihan yang diterapkan Dindong Locoloco bagi kandidatnya mendapatkan reaksi massa yang cukup massif, tapi ketika jurus pamukas ala Segong Situkihi ayah Yinhua diterapkan ke KPU dan aparat keamanan, semuanya langsung cair.
“Hidup Yinhua Situkihi…Hidup Yinhua Situkihi, Hidup Yinhua Situkihi,” teriak orang di mana-mana menyambut kemenangan Yinhua Situkihi. Dimana Dindong Locoloco? Ia ternyata ikut di gerombalan massa yang mengeluh-eluhkan Yinhua Situkihi dengan suara paling renyah dan garing. Dindong Locoloco lupa kalau ia dosen, sosok cerdas, punya tangan yang mampu meninju hidung seorang ompreng langsung koma. Mengapa ia harus ngeceng-ngeceng kayak anak usia pubertas pertama di tengah kerumunan massa itu? Wah, konon begitu tingkah laku nalurik seseorang jika ia berwajah kurang tanpan. Konon, Orang kurang tampan itu suka tebar pesona. Hahahahaha…dasar Dindong Locoloco.
Setelah dilantik, Yinhua langsung menyusun pemerintahan Kabupaten Palsak sebagaimana aturan normatif pemerintahan yang dikombinasikan dengan aturan dasar pemerahan susu. Seperti tema visi dan misinya saat pecalonan yang berbunyi: “Menjadikan Palsak Sebagai Kabupaten Pemerahan Susu”, maka Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Palsak jangka pendek, menengah, dan panjang pun disusun berdasarkan tema visi misi itu. Semua Kepala Dinas haruslah para pemerah. Semua PNS wajib jadi pemerah. DPRD bahkan lebih tinggi spesifikasinya yakni pemerah yang sudah professional. PNS_PNS Yang membangkang langsung dimutasikan ke daerah terpencil.
Pemerahan pun terjadi dimana-mana. Pemerahan berkembang jadi tradisi yang disanjung-sanjung. Semua memerah dan saling perah. Proyek pembangunan berbagai fasilitas fisik di kabupaten anggarannya harus diperah. Aturan-aturan untuk public haruslah berdampak pemerahan. Kegiatan bidang ekonomi, pemerintahan, sosial, semua tak lolos dari kebijakan pemerahan. Hasil pemerahan semua mengalir ke kocek Yinhua.
“Yinhua Situkihi…Yinhua Situkihi…Yinhua Situkihi…” begitu eluh orang-orang, eluh para PNS, eluh para aparat keamanan. Partai Sapi yang berkuasa di kabupaten Palsak benar-benar mencapai masa keemasannya.
“Hidup sapi…Hidup sapisapi…Hidup sapisapi…” teriak para fanitik pendukung Partai Sapi. Satu tahun, dua, tiga, empat tahun, Yinhua sontak jadi maha kaya dibanding orang kaya sekabupaten Palsak.
Saking tingginya dinamika pemerahan dimana semua orang menjadi obyek sekaligus pelaku pemerahan maka terjadi perubahan pola tingkah laku manusia di kabupaten Palsak yaitu menjadi seperti sapisapi.  
Ketika semua orang di Palsak telah jadi sapisapi, Yinhua tampak puas. Yinhua kini turun kemana-mana menemui sapisapi itu untuk diperah dengan tangannya sendiri. Dan astaga, ketika Yinhua balik ke rumahnya ia tercengang melihat istrinya yang sudah berubah menjadi seokor sapi betina. Sapi betina itu sedang bermain dengan sapi-sapi kecil anaknya.
Lima tahun pemerintahan hampir habis, Yinhua bertekad maju kembali untuk periode kedua sebagai kepala daerah masyarakat sapi. Sebanyak 136 miliar rupiah telah disiapkan untuk digelontorkan menyukseskan cita-citanya menjadi Bupati para sapi.
“Hidup Yinhua Situkihi…” teriak teriak Dingdong Locoloco, yang kini telah berubah menjadi seekor sapi di tengah padang kering yang dipenuhi tahi sapi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar