Selasa, 21 Februari 2017

PENYAIR SEMUEL MUHALING

Oleh: Iverdixon Tinungki



SEMUEL MUHALING, adalah penyair, esais, peminat drama, lukis, patung, dan relief. Lahir di Desa Mawali, pulau Lembeh kota Bitung Sulawesi Utara pada, 18 Sepetember 1964. Ayahnya, Yohanes Muhaling, ibunya Mismartje Tatipang. Sem --nama panggilannya-- anak pertama dari lima bersaudara. Menikah dengan Yetrinecke Yustisia Lalenoh, dikaruniai dua orang putri, Cecilia Nordica Susastra dan Gabriely Danila.

 Menamatkan Sekolah Dasar di SD GMIM Mawali 1976. Tahun 1980 tamat dari SMP Negeri Girian Filial Papusungan. Melanjutkan ke SMA Negeri Bitung, tamat 1983. Tahun 1984 melanjutkan pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Manado (sekarang Universitas Negeri Manado - Unima). Awal 1989 berhasil menyandang gelar Sarjana Pendidikan, Doktorandus.
Mengawali pekerjaannya sebagai wartawan pada Mingguan Warta Utara Manado tahun 1986—1987 sebagai reporter merangkap tenaga editor bahasa. Pada 1987 koran mingguan ini berubah nama menjadi Harian Cahaya Siang di bawah payung grup Jawa Pos. Ia menempati posisi redaktur dan editor bahasa sampai 1993. Ia juga magang di Harian Jawa Pos pada tahun 1989 selama beberapa bulan. Di sana ia ditawarkan untuk full di harian Jawa Pos namun hal itu ditolaknya karena terikat dengan perjanjian TID (tunjangan ikatan dinas) ketika kuliah di IKIP Manado yang  mewajibkannya harus jadi PNS. Mujur bagi Sem Muhaling ketika menjelang koran Cahaya Siang kolaps, pada Desember 1991 ia telah menerima surat keputusan Mendikbud tentang pengangkatan dirinya menjadi guru PNS pada SMA Negeri Tompaso, Minahasa. Selama tahun 1991-1992 ia berbagi waktu antara tugas sebagai PNS guru dan wartawan. Namun pada Maret 1992, ia harus rela menerima keputusan manajemen Cahaya Siang agar ia tidak lagi fulltime di koran itu. Ia pun mengundurkan diri dan berkonsentrasi pada profesi barunya sebagai guru bahasa dan sastra.
Tahun 2001 ia memutuskan beralih dari profesi guru ke jabatan struktural di Dinas Pendidikan Nasional Kota Bitung menjabat Kepala Seksi Pengembangan Seni Budaya, Bahasa dan Sastra. Kemudian dipromosikan menjadi Kepala Subdinas Humas Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Bitung. Ia juga mendapat kepercayaan tambahan walikota Milton Kansil menjadi Direktur di kedua lembaga penyiaran, sebagai Direktur PT Radio Kota Bitung FM dan Direktur Televisi Kota Bitung. Namun jabatan ini tidak berjalan mulus hingga akhirnya kedua lembaga penyiaran itu harus tutup pada akhir masa jabatan Milton Kansil sebagai walikota.
Bakat sastranya sudah sejak SMP. Sem suka mencorat-coret, menulis puisi untuk disimpan saja. Setelah SMA tulisan-tulisan puisinya mulai dikirim ke harian Obor Pancasila dan majalah pendidikan Spektrum yang terbit di Manado. Karya-karya Chairil Anwar dan J.E. Tatengkeng menjadi inspirasinya menulis puisi. Karena suka menulis dan kecintaannya dengan dunia sastra, ia memilih kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, walaupun menurut dia, ia tidak pernah bercita-cita menjadi guru. Pada masa kuliah, berkat prestasi akademiknya, ia mendapat beasiswa prestasi Tunjangan Ikatan Dinas (TID), itu pula mengantarkan dia menjadi seorang guru. Semasa kuliah ketika bekerja di koran Warta Utara ia banyak menulis esai dan juga puisi. Selain itu ia juga banyak menulis di media nasional seperti koran Mutiara dan majalah Warna Sari. Namun sangat disayangkan, Sem merupakan orang yang tidak peduli dengan dokumentasi. Akibatnya, ada begitu banyak karya-karyanya tidak sempat dihimpun dan didokumentasikan.
Karya-karyanya yang telah diterbitkan Sasambo: Antologi Puisi Enam Penyair, Sangihe: Forum Komunikasi Seni Budaya Sangihe Talaud 1991. Riak Utara, Antologi Puisi Penyair Sulawesi Utara. Karya-karya puisinya juga diterbitkan di beberapa harian, seperti harian Obor Pancasila, Cahaya Siang, dan Manado Post. Selain puisi, ia juga menulis drama dan esai. Karya-karya esai ditulisnya di koran tempatnya bekerja dan beberapa koran yang terbit di Sulawesi Utara serta di media nasional diantaranya  Mingguan Mutiara, Jakarta; Majalah Warna Sari, Jakarta; dan Jawa Post, Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar