Sabtu, 03 Desember 2016

SASTRA BERLATAR MINAHASA DUA IVERDIXON TINUNGKI



 PUISI-PUISI KARYA IVERDIXON TINUNGKI


PESISIR ROMBOKEN

raskolnikov mari ke bukit, ke tempat ilalang tumbuh
datanglah ke sini memandang tanahtanah tergerus
dan alam merapikannya untukmu

berapa kapak kau butuh menebang semua kemarahan
bukankah mengubah harusnya tumbuh dari hatimu
semacam sonia. sonia yang menari
menari dengan wujudnya yang kurus
memperlihatkan sinar matanya sebelum  layu
kerena dalam kemalangan itu justru ia merasakan hidup


telah kusisir negeri moyangku dengan duka
duka sonia o raskolnikov
di pesisir ini, desis belati juga memburu letih jiwaku
mencaricari kelindan daundaun dulu
memikat matahari merayakan setiap menit
kegembiraan kau caricari itu

tebaran batubatu berlumut
dan hamparan rumput menutup jalan perahu
merayapi inti ingatanku tentang cinta luhur itu
juga sudah hilang wajah danau yang mengacakan langit
bagi para pencari riang
anakanak yang gembira berenang tak lagi datang
tapi mari kita samasama mendekap sonia
dalam kehilangan dan kemalangan
bahkan di sumaru endo bangkubangku menua
dan pemandanganpemandangan menjadi samar
untuk benarbenar kita bisa menggambar keinginan

tinggal ikanikan gurame dan karper
dengan petapeta alam mereka  yang terhimpit
mengecipakan air
memulangkan jiwa yang jauh terselip di jazirah rawa
dengan baubaunya yang busuk menusuk dada
perasaan lainnya hancur mencair dalam gulmagulma kabur
dari hutanhutan yang habis dibabat
karena manusia lebih karib dengan sisinya yang karat

aku tak akan menceburkan diri ke air deras
di bawahbawah jembatan, o raskolnikov
hanyut sebagai orangorang kalah
dengan licik menghabisi dirinya
kendati kita sama sama letih menerka
apa yang dapat dipulaskan
dalam wujudwujud kebaikan atau citacita terus melayang itu
dan aku telah berguru pada alam sedemikian sabar ini
kendati harus merayap seperti lantana

lihatlah! bus yang baru menurunkan turis
di songsong beratusratus belibis
beratusratus belibis

2014


BURUNG BURUNG RANGKONG

terbanglah rangkong
terbang ke langit
bawakan kabar siapa moyangku

pohonpohon rimba di mana
di sini sembilang suku menakik getah
merekat cecar
hidup tergelempang gerah

terbanglah rangkong
terbanglah ke pesan moyang
paruh panjangmu peluru
mematuk bijibiji hidup remuk
setiap kali jatuh apakah ia menyisip humus
sebentar padipadi menyubur
sebentar purnama hangus di tepi mataku

pada puisiku aku memanggilmu rangkong
terbanglah di sini
di pinggir usia
aku mau meruwat diri
di garis ekormu yang putih

2014


SITUS TOMBULU

situs batu, air keramat
dewadewa menanam jimat
jegger merah sudah kau pahat dalam mata api
kabasaran menarilah. menarilah

mari…
ke padang lokon gunung empung
moyang pertama datang dengan perahu
sudah melabuh dalam jejak burungburung
menumbuhkan sayap ke mimpi turun temurun

di amfiteater kupandang derai malesung
menjulangkan gununggunung, api berkobar
menetaskan manguni ke bumi
dan pisokpisok menyusup irama ladang
derap kuda para petarung menyosong abad
remuk dan lebam

anakanak moyang
walakwalak dengan jejak sawah
kelak tak lagi mempertempurkan amarah
dari dongeng ambilingan
ia akan mendupa wangi ke alir sungai sejarah
situs tua kau jaga itu
mendetak dalam darah
dalam darah!

2014

KOPERO
--suatu hari kopero menghunus pedang
peta kuno digurat ke altar batu
beriburibu pasiyowan telu sejak itu melanjutkan hidup—

dan tonaas kopero tiba di bandar. orangorang tak mengenalinya
kecuali burungburung rimba, iris matanya memendam nyala
hutanhutan nantu, lembahlembah bambu
tak mampu melepas getarnya

seperti sediakala semua tak mau bersuara
juga gununggunung  tibatiba diam itu
tak ada yang terbang atau berani menggerisik
mereka menanti apa  akan diujar seorang moyang

tapi apa lebih diam
selain sejarah tak kau tuliskan

“bau tembakau
kapur
siri pinang
mengering di masa yang hilang”

tujuh abad kemudian bandar muara kali mas keruh
jejak perang moyang terkubur lumpur
orangorang kehilangan arah, kehilangan penghibur

kita dan masa kini
membincangkan mesinmesin dengan kecemerlangannya
mentahayulkan sihirsihir kuasa membentuk takdirtakdirnya
kehadiran, kehilangan samasama menyelip geram

kopero menundukkan kepala
ada bau tuba tumpah dalam sejarah
ia enggan menegak seperti biasa
seperti saat menebah apaapa diwahyukan langit kepadannya

hutanhutan ganih menyerup tawanya. jadi batangbatang cemas
barisan tugutugu kota kian ramai keisengannya
tapi camarcamar letih hinggap di bahunya
terus menanti moyang tua itu bersuara

namun apa lebih diam
selain sejarah tak kau hiraukan

hari ini sebuah kota dihuni orangorang tanpa tanah air
arcaarca  masa lalu  terkelupas di bawah musim gagu
tamantaman soka, suplier merambat di tirus selokan
tradisi paling cerca tibatiba dicendawankan

kotakota berdiri dalam perniagaan masa kini itu temboktembok
bercat strawberry. gadisgadis wangi  menjajani malam
dalam bayangan mata seekor kelinci
lugu, nakal, lembut dan manis
menggoda dengan seringainya paling bisa dan birahi

lalu apa lebih diam
selain sejarah kau sembunyikan

seorang buruh pagipagi tiba di bandar yang sama
memandang bulan pucat tenggelam
entah apa disedihkannya. tak ada yang bertanya

tak jauh dari kali, seorang hulubalang menyusun sejarah paderi
orangorang kastela. bentengbenteng mereka telah punah
“di sini orangorang kalah selalu tersingkir”
orangorang menang pun tak memiliki hilir
hanya ada para petualang, para penyihir
mahir memberi pujian sekaligus tikaman tergetir

di abad kita lupa
sebuah bendera spanyol terkulai di bonggol kayu
bendera lain tiba di tepi hutan pinus
sama seperti sediakala saat sungai menghunus arus

--tapi arus mana memberi kita haus--

kopero memandang batang sungai
ia mencium bau darah di alir air
menghanyutkan bayang jasad tak bernyawa
minawanua  masih saja terbakar kisah lalu
dan kini di tangannya

di tompakewa, para pencari damar menemukan
jejak pertempuran di atas rumput jukut merimbuni tanah
tinggal tanah tak membagi dusta
kendati para pemburu mengambil semua yang dihidupkannya

pohonpohon, kerik jangkrik  membawa suara ukung itu
ia menanak pedangnya buat diacungkan lagi
gemerincing tumbak para waraney 
masih saja menyerukan pertempuran sungguh belum usai

di sana
di reruntuk masa lalu bertalu bedil bau mesiu
kabutkabut abadi mengabadikan kisahkisah tak lagi dimengerti
tak lagi memicu syahwat masa kini
kecuali arcaarca mati
memberi  kopero sebuah kenduri
saat para lelaki tak lagi punya niat berdiri
dan meletakan keberaniannya ke peti mati

2014
*) Kopero: Seorang Tonaas suku bangsa Minahasa dan ahli pinatik. *) Kastela: sebutan untuk orang Portugis. *)Waraney: prajurit Minahasa.

ZIARAH PINABETENGAN
Katakana; siapa akan kembali mengobar peperangan
ketika batu menyodorkan engkau seluruh peta
rohroh santi, rohroh wengkouw  di ujung belati
di saman orangorang kastela
ukung, teterusan menegak nira di tuwungtuwung bambu
jangankan tanah dicela, sebutir padi menyulutkan amarah

apakah engkau tahu perang ditahun 1651
bunga kanokano terpacak di pucuk kepala
waraney pergi menggetarkan minahasa
dengan tradisi beraninya tumbuh di hulu dada
di batasbatas desa sepuluh kabasaran berjaga
ukungukung mahir menerjemahkan suara burung
menolak membawa upeti pada perompak kolonial
panglima lucas de vergara membangun koloni sejarah para pederi
sebuah benteng, moncong meriam di tahun 1517 itu tak bisa mengecoh
tak bisa memaksa minahasa taklik di bawah benderanya
bartolomeo de soisa dengan sebuah armada mengarungi laut
mendapati dirinya hanya sejengkal dari hidup dan maut

katakan;  siapa akan kembali mengobar peperangan
dalam minahasa kini remuk oleh koloni para penambang
akal sehat tersumpal di mimbarmimbar kuasa
di pinabetengan, di tengah malam beraroma cempaka
dotu pantuur datang padaku memberi selembar tawaan
sebilah keris dari suatu masa harusnya ditancapkan
ke dada masa kini yang lupa

2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar