Sabtu, 03 Desember 2016

SASTRA BERLATAR MINAHASA SATU IVERDIXON TINUNGKI



 PUISI-PUISI KARYA IVERDIXON TINUNGKI

 DI ATAS DANAU TONDANO

apakah aku dapat meminjam kesucian matamu
melukisi bulan di atas danau
kanakana tengah merekah
kesegaran daun hijau merah tengguli menerpa bayangan likri
bularbular air, cahayacahaya menari
cahayacahaya berwarna tercelup hingga ke dasar rasia mimpi
mengawasiku. mengawasi hidupku berserak serupa kabut
ingin menyentuh bayang terindah ekorekor nafasmu


o sungguh cantik engkau
seakan barisan pegunungan lembean ditata tangan agung
dan purnama besar itu menghujam cumbuannya yang lekat
lekat, mengingatkanku cumbuan azalea
di harihari ketika kereta nasib tergelempang
dan aku mengajakmu mengitari gunung kaweng
menuntaskan legenda cinta pada rahasia purba manusia

dan engkau membawaku piorpior menari di bawah cahaya
pemandangan sawah kemistri oleh malam
dan esok. dan esok lagi
di tanahtanah moyang ini patanipetani akan bangkit
mengerjakan petakpetak yang tertunda
kebunkebun akan ramai dalam kicau nyanyian
dan aku akan ikut menari
menari meski seperti seorang peminang yang sedih
2015

BUKIT PINUS
            (mengenang sahabat Reneifo Pangaila)

tak pesiar lagi
tak ke resort menulis deraiderai pinus
tak ke kinakas
memandang ombak danau menerpa cemas

bukitbukit dan landai pesisir barangkali mengemas kenanganmu
cabangcabang berimpangan saat kau berkeras menembus hutan
mencari puncak paling tinggi dari pamit

tibatiba aku ingat kita merokok dan mengecap nira pahit
dari hutanhutan yang kita banggakan sambil menanti
pongkor payangka dan wiko memecahkan syairsyair
kegelisahan penyair
saat subuh membawa kita doadoa yang cemburu

dan kita selalu letih semalaman dengan reportase
atau tregedi paling menggelikan dari manusia
lalu bergegas menggali kebaikan dari mata paling murung
di sudutsudut jalan
karena waktu membutuhkan warta penggenapan

saat tiba di persimpangan kita berpisah
saling melambai buat bertemu kembali
di bukit pinus, di petang yang lebih damai

2015


WATU PINATIK

bagi anak moyang yang mencari pesan abadi buat takdirnya
yang bertanyatanya makna gemersik sungai
dan kesepian hatinya
mari upacarai hieroglif watu pinatik
yang merahimkan petapeta cahaya penuntun jalan
ke mana kau menyusuri musim
ketika ia datang dalam wujud gigigigi menerkam

karena sejak bontayan menjadi mahkluk danau
lobster hitam mendekam di liangliang
para walian telah penafsir pesan Tuhan

dan burungburung bersuara di hutanhutan malam
di telagatelaga di mana bungabunga memecah
tertambat bilangan abad yang terus disusunnya
disusun tetua pertama dalam maeres
disenandungkan gununggunung saat padipadi menguning
tapi barangkali kita keliru membajak ladang sejak kisah kopi
tersuruk di sejarah yang hilang

o onoaanoa liar
o satwasatwa di cagar
damarkanlah hikayat lembahlembah pakasa’an
watu pertama dan ribuan mimpi ini ingin kubancak
ke dada orangorang yang tahu letak pucatnya senja

2014


WANUA MAIJESU

aku mau ke watu mengupacarai keringat
mengeras batu
walian…
sudah zumigi, sudah rumages
segerombolan pisok berselancar di gunung Tuhan
menyongsongku di gerbang kinilow
memperagakan lakon tetua
tu’ur in tana

o bau padi. o ladangladang sedih
kemenyan tua menyigi perjalanan cahaya
melintasi lembahlembah
menyambutku o

rumahrumah kayu, arsitektur cerita
petakpetak pemandangan perdu
bunyi kumbang di tebing bambu sahut menyahut
merunut wanua maijesu dalam dongeng ritual batu

beratusratus tahun moyangmoyang pakasa’an
memantrai kayu
punah di sulur waktu
bertubuh ke mimpiku

2014
*) Wanua Maijesu: kampung purba Kinilow, Minahasa.


ANTARA TORAGET  TUMARATAS

antara  toraget tumaratas
apa harus kutulis padamu junio
di masa lalu walian bertanya pada burung
apa dikabarkan empung di perlintasan itu
aku masih menyimpan geriap hulu sungai
menampung pecahan kabut matamu
di suatu hari yang sendu

lima abad kemudian di palamba 
kupandang hamparan kebun terung
dan kemistri burungburung mengabari letak jejakmu
begitu jauh
sejauh kabarkabar hilang di bandarbandar asing
dan kapal karam meninggalkan keturunan para pelaut
di rimba tinggi temboan
kayu hitam dan sisa rumah bagan dengan katukatu sejuk
masih mengisahkan nyanyian lelurik para tumani
terus hidup bercocok tanam

di sini hidup selalu seperti matahari junio
terus bersinar, dan bajakbajak terus dibancak
akarakar mendapati gembur tanah
dan tumani yang bernyanyi itu
mempestakan iringiringan tarian
di mata gadisgadis gunung yang mempesona

antara  toraget tumaratas
hausku yang kering itu tersedu junio
meski tak ada lagi bunyi pasoringan 
buat ku bertanya pada moyang; kapan kau pulang
barangkali sebuah dongeng harus kuulang padamu junio
sejauh mana kau berlari, waktu selalu punya cara menepati janji

dan di perlintasan antara  toraget tumaratas
di perduperdu yang berdiri bagai pergola
bayangbayang karema yang agung meneguhkan sepiku
saat menelusup ke lumut batubatu 
selalu menanti
menanti ziarahmu suatu ketika nanti

2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar