Minggu, 07 Oktober 2012

BANDAR JENGKI (puisi Iverdixon Tinungki)


selalu saja berawal dari cerita kali agar waktu kita tak tercecar
di muara sejarah bermula, mengarung atau mengendap
abad-abad adalah perantauan  tak pernah usai
cakrawala senantiasa mencipta yang baru
mengaburkan bandar yang dulu kita labuh

kita akan mengenang jengki, kali yang tenang
perempuan dengan pinggul mengangkang
dalam sejarah leluhur Toar Lumimuut dan pelaut utara selatan
di hening kita mendengar Adzan dari muadzin yang baru datang



di sini kita tak sekadar membaca kisah pecinaan atau saudagar Arab
Portugis, spanyol dan belanda juga menyejarah dalam katrili di tarian keke
Hussen Mulachele juga penyair blengko merias Manado
dan kita mesti mengenang puisi Baginda Tahar di tepi pantai yang hilang
bersama kana lampu soma dampar memberkas di tiang dulu pasang belo

siapa  mau menggatang nasib di puncak klabat
biar mercusuar wenang terus mengkilap dari laut kita tatap
genderang bertabuh mengiringi pedang tanchi menguji kulit
sampri melantunkan simfoni buat langit terus biru

di boulevard moyangmoyang tua menjagai ceruk senja
hingga cucucicit bermimpi indah tentang abad yang segera tiba

11-10-2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar