Selasa, 08 Oktober 2013

NAKIRA (Puisi Iverdixon Tinungki)



bertemu di siang penuh cakap
dekat laut. tapi bukan laut ingin disentuh

ingin disentuh hati sayup, kuyup
di reruntukkan gerhana tibatiba, di sebuah telaga
digalinya di tepi mata. mengapung ia. putih korona

ketika itu, katakata hanya 15 detik bersua, kecuali kota Bitung bercahaya
tiangtiangnya berkeringat , merambat ,menyepat  lidah


siapa ia?  begitu sahaja melempar hangat nafasnyanya
ke udara, ke reruntukan kabut terasa mengelus dada
mencengkrami semua kegaduhan jadi sunyi. rentah tanpa kataka

dandanannya sederhana. hanya kaos blue jeans
sepetak tawa di garis hidungnya
selintas saja melukai semua
dedaunan, dedahan, dan derak tulang

langit biru terangkat menyingkap kabut biru
katakata  berfotosintesis jadi desis pepohonan
dekat serumpun kemboja, sebuah jiwa jatuh ke telaga, mendebum
tapi terdengar hanya gumam, merdu. seindah nyanyian

lalu dikuasnya senja dengan tepi bibirnya, seketika, seakan prominensa
menjalar, membakar seperempat dada, sebagian rasa hangus. rapuh
lingsir di wewangi rambutnya. terbiar luruh

kuputuskan tak memungut lagi hati terlanjur jatuh
di lidah api. biar warnawarna menikahkannya
ke atas perahu, kapalkapal mulai berlayar
di pelabuhan itu

2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar