Selasa, 08 Oktober 2013

TUGU (Puisi Iverdixon Tinungki)



tugu peringatan peperangan itu
membawaku bau peluru, sengat batu
sedih biru

angin  menyelimutinya
berulangkali menerjemahkan sunyi
runtuh ke akarakar lumut

begitu getir mendekapi bau pedih
selalu menguar dari liang tanah
di mana rebah bangkaibangkai
membawa beribu luka, beribu katakata


semua  meruyup kisah gelisah
dengan asap  meratapi nyanyian hati
mengambang tanpa temali

orangorang kehilangan kekasih
mengisaki hujan dengan segala kegemetarannya
menyelinapkan darah mereka ke tubuhtubuh sepi
seorang bayi, ibu, saudari, bapak, dan masih banyak lagi
tak bisa disebut lagi, dimaknai lagi

--karena mati tak akan membawa  mereka kembali--

begitu saja tumpah ke atas tugu ini
bah peperangan, nyawanyawa cahaya
lingsir ke dalam cadar kabut
gugup menyelesaikan erang dan riang yang hilang
pada detikdetik tanpa cuaca

doadoa pecah dalam raung
tibatiba tumbuh bersama ngilu kemboja
kehilangan seluruh pucuknya
ketika bungabunga bergelantungan begitu sanwa, begitu merah
di tengah udara seakanakan melepas seluruh nyawanya

dan kita membuatnya hidup kembali
pada analogi tiang, kotak dengan bola bumi yang miring
dalam berpasang mata tak mampu menangkup 
kisah lampau itu ke dalam kini lebih maut lagi

2013

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar