Rabu, 29 Februari 2012

Menelisik Krisis Komoditas Pala Negeri Ringgit


Oleh: Iverdixon Tinungki

Siau adalah pemasok lebih dari 60 persen kebutuhan  pala dunia. Disayangkan  raupan komoditas unggulan ini tinggal  102,10 miliar rupiah pertahun. Di tengah kebijakan  menopang peningkatan produksi, masalah  krisis lahan kini mengancam. Sementara  penetapan harga dasar dan harga maksimum masih merupakan kendala.


Para pemburu harta dari dunia  Barat  sejak abad 17 menyebut Siau sebagai pulau ringgit. Sebutan itu adalah  metaphora terhadap kekayaan kebun pala di kawasan itu. Sejumlah perang besar antara Portugis dan Belanda telah berlangsung di masa silam untuk memperebutkan penguasaan terhadap pulau rempah ini.

Pengendali pasar pala dunia yang berpusat di Belanda menyatakan kualitas pala Siau terbaik di dunia. Sebanyak 60 persen kebutuhan pala dunia untuk industri, rempah dan bahan pengawet di pasok dari puluhan ribu hektar kebun pala Siau.

Pasca kemerdekaan, perhatian terhadap komoditas unggul ini nyaris terabai. Harga pala merosot tajam akibat tidak adanya kebijakan pemerintah penetapan harga dasar dan harga maksimum. Lahan perkebunan terus menyusut akibat diversifikasi tanaman lain yang punya nilai ekonomis.
Sontak di tahun 2003,  luas lahan kebun pala kian menyempit tinggal 5.237 Ha dengan jumlah pohon pala menghasilkan buah sebanyak 679.255 pohon, memproduksi 4.787 ton pala dan 356 ton fuli.

Krisis komoditas pala ini kian miris pasca pemekaran Kabupaten Sitaro tahun 2007.  Puluhan ribu tanaman pala harus di tebang sebagai pengalihan lahan kebun menjadi  lahan pembangunan perkantoran pemerintah ibukota kabupaten baru itu.

Awal 2012 pernyataan  Gubernur Sulut DR. Sinyo Harry Sarundajang untuk penyelamatan komoditas pala yang menjadi sumber pendapatan sebagian besar masyarakat di daerah itu belum membuahkan hasil, dan bahkan terkesan retoris.  Harga pala di pasar terus berfluktuasi dan terus anjlok dari harga di atas Rp 200.000 perkilogram di 2011, merosok tajam menjadi Rp. 120.000 perkilogram di 2012 untuk jenis pala A kering. Sementara harga Fuli terus anjlok di kisaran Rp 200.000. jauh di bawah harga tahun 2011.

Direktorat Pengawasan dan pengadilan Mutu Barang Departemen Perdagangan RI pada 2005 bekerjasama dengan  Pemerintah Daerah  Kabupaten Sangihe menggelar Pertemuan Teknis untuk mencari solusi atas krisis produksi dan harga pala. Upaya pemerintah yang setengah hati itu pun tak mebuahkan kebijakan memiliki dampak pada peningkatan harga produksi  dan kesejahteraan masyarakat petani. Ketika itu harga perkilogran berada di bawah harga saat ini, bahkan merosot sampai di bawah 100 ribu rupiah perkilogram. Permainan harga pihak pasar ini tak mampu dikendalikan dan terus mencekik para petani.

Kemampuan Produksi  

Akibat tak ada penangan yang serius terhadap peningkatan produksi, maka mutu produksi pala cenderung menurun di kisaran 1000 biji pertahun perpohon.  Padahal kemampuan produksi tanaman pala yang baik, bila menghasilkan 1.500 – 2.000 buah per pohon setahun.

Dari data yang ada, produksi pala di kawasan itu dari 679.255 pohon memproduksi 4.787 ton pala dan 356 ton fuli. Jumlah produksi ini sangat jauh dibawah kemampuan produksi ideal perpohon. Kemampuan produksi  tanaman pala di Siau  saat ini rata-rata   808 buah perpohonan  sampai  916  buah,  atau bila di prosentasikan dari 53 persen dan  61 persen, dari prosentase produksi ideal.
Fenomena ini cukup menarik dan membutuhkan upaya yang serius untuk diatasi  bersama oleh setiap stakeholder yang berkepentingan dengan komoditas pala dan fuli yang selama ini masih merupakan produk andalan  daerah.

Kendati demikian, kenyataanya menunjukan bahwa pala kawasan itu masih mampu memepertahankan posisi ketersediaan Stok nasional dan Kebutuhan pasar dunia sebesar 60% sebagaimana di beritakan oleh beberapa sumber media  cetak selama ini.

Adapun posisi Volume dan Nilai Perdagangan produk Komoditas Pala sejak  tahun 2002  dengan patokan harga rata-rata per  kilogram sekitar Rp 22.980 per kg pala dan Rp 46 per kg fuli. Tapi harga ini terus berfluktuasi.
Pada tahun 2002, volume perdagangan sejumlah 3.379 ton dengan nilai sebesar  Rp  77.694.420.000  dan Fuli  sejumlah 321 ton dengan nilai sebesar  Rp. 14.865.510.000,- Sedangkan tahun  2003, volume perdagangan  sejumlah 4.787 ton dengan nilai Rp. 88.368.020.000,- dan Fuli sejumlah 356 ton dengan nilai sebesar Rp 14.240.000.000. Pada 2011 nilai produksi pala Siau mencapai 102,10 miliar rupiah pertahun.

Kondisi ini terjadi ketika Strutur Permintaan Komoditi Pala dan Fuli berada pada posisi  tawar yang lemah. Artinya pasar yang karena suatu sebab berorientasi kepada pembeli  sehingga penjual harus mencari  calon pembeli ( Buyer’s Market ), dimana dampaknya pun sangat di rasakan oleh petani di daerah ini menjual produk pala dan fuli dengan harga yang rendah dan berfluktuasi hampir setiap saat. 
Sebagai contoh kasus tahun 2005, lalu fluktuasi harga dari bulan Agustus ke September untuk pala Rp. 22.000. per kg naik menjadi Rp. 23.000. Sedang fuli dari Rp. 52.000 per kg menjadi Rp. 53.000. Pada bulan Oktober merosot lagi menjadi Rp. 22.000. untuk pala, sedangkan Fuli merosot menjadi Rp. 51.000 per kg. Di tahun 2011 untuk pala di atas Rp 200.000 per kg menjadi Rp 120.000 per kg di awal 2012. Fuli di 2011 mendekati Rp 300.000. per kg merosot menjadi Rp. 200.000 per kg di awal 2012.


Mutu Pala dan Ful

Hingga kini para ahli  berpendapat bahwa mutu produksi Pala dan Fuli  dari pulau Siau masih memiliki  mutu terbaik dunia. Menyangkut mutu biji Pala mempunyai kaitan dengan faktor antara lain  jarak tanam, pemeliharaan, cara pemetikan di samping tingkat kandungan minyak pala. Sedangkan mutu fuli  pala / Bunga Pala  sangat tergantung pada mutu dari buah itu sendiri. Memang standar  pengukuran mutu pala dan fuli yang baku belum di temui, tapi sebagai bahan perbandingan,  dilakukan suatu standar pengukuran mutu pala dan fuli yaitu, 120 – 130  buah pala adalah 1 kg, dan menghasilkan  0,10 kilogram fuli, ini berarti menggambarkan mutu pala maupun fuli  yang lebih baik.


Pentingnya  Sebuah  Kebijakan
Mengacu  pada data di atas, maka  tingkat kemampuan produksi tanaman pala di Siau masih tergolang rendah  bila bandingkan dengan data dari daerah dan negara lain.
Berbagai upaya dan kebijakan yang telah di lakukan oleh pemerintah Daerah melalui Dinas yang terkait  seperti antara lain penyediaan dan pengadaan bibit untuk kebutuhan rehabilitasi tanaman pala, sosialisasi dan penyuluhan  kepada masyarakat petani tentang pengendalian hama dan penyakit tanaman pala serta pemupukan, tapi kenyataanya menunjukkan belum efektifnya kebijakan tersebut.

Untuk itu, betapa pentingnya kebijakan Pemerintah Daerah, Propinsi dan Pusat untuk melakukan berbagai kebijakan melalui penetapan program secara terpadu dan proporsional. Berbagai kebijakan yang di harapkan antara lain  melakukan penelitian Daya Saing Produk, meningkatkan posisi Tawar Komoditi; penetapan Harga Dasar  dan Harga Maksimum, Difersifikasi Produk serta memberikan kesempatan melakukan kegiatan Ekspor bagi pedagang Antara Pulau di daerah ini.

Diharapkan dari berbagai kebijakan tersebut akan mampu memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat petani, daya saing daerah, menunjang ketersediaan Stok nasional, mengatasi fluktuasi harga, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan efisiensi perdagangan serta menunjang pengembangan daerah perbatasan diera otonomi sekarang.   

Dengan memperhatikan uraian-uraian sebelumnya, maka berikut ini dapat di kemukakan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari semua stockholder yaitu: Pertama, perlunya kebijakan untuk meningkatan kemampuan produksi tanaman pala yang masih rendah  guna menunjang ketersediaan  Stok Nasional  memenuhi kebutuhan pasar dan meningkatan kesejahteraan masyarakat petani.

Kedua, perlunya kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pala dan fuli guna meningkatkan daya saing daerah.

Ketiga, perlunya kebijakan untuk meningkatkan posisi Tawar Komoditi Pala dan Fuli yang masih lemah  di pasaran  selama ini sehingga  berpengaruh pada tingkat harga dan kesejahteraan masyarakat petani.

Keempat, perlunya kebijakan penetapan Harga Dasar dan Harga Maksimum atas Komoditi pala dan fuli guna mengatasi fluktuasi harga yang tidak menguntungkan bagi masyarakat petani.

Kelima, perlunya kebijakan untuk difersifikasi Komoditi dan Fuli Pala guna meningkatkan Daya Saing Daerah disamping Perluasan  kesempatan Kerja.
Keenam, perlunya kebijakan untuk memberikan kesempatan bagi Pedagang Antar Pulau (PAP) di daerah ini  melakukan Ekspor Pala dan Fuli guna meningkatkan efisiensi perdagangan. 

1 komentar:

  1. jika perlu biji buah pala tua kering cangkang & fulli untuk eksport..kami siap supplai sesuai kebutuhan..(021-59433430 / 087809273705 Wa / 082312278102)

    BalasHapus