Kamis, 21 November 2013

POHON CERI



aku tak bisa membawa kembali pohon ceri kemarin
bahkan aku lupa senja saat daun ceri  itu jatuh berwarna apa
aku hanya bisa membayangkan Tuhan memantelimu
semacam bulu binatang. hangat. matamu kelinci
berjinjit pada tagihan listrik sudah pasti tinggi
dan biaya kuliah anak tibatiba meminta diterjemahkan
dalam bentuk bolabola hujan pecahpecah di jalananan


aku merokok dan sundal, menyaji kembali masa lalu
tak mungkin sempurna itu. ya pohon ceri itu. pohon ceri
menyimpan kenangan dekapan tak mungkin lagi  utuh
tanggal dan gagal karena yang lalu selalu bisu. begitu subuh ini
punya tubuh sendiri. tubuh subuh getir bersemilir. hantu
dan seonggok topeng dalam kokok ayam mengabar pasang
kisah penyesalan terhenyak  di sepi jalan, di bolabola hujan
samasama pecah

kulitku berkerut, sudah tua barangkali.  saat membaca burungburung
tak hirau pada semua aksi kolonialisme katakata. di tivi itu manusia
tunduk pada bahasa. penuh pisau, kepanikan moral. begitu banyak
tampaknya agenda Tuhan hari ini. juga suara sungut istriku yang
menjengkelkan, mengganggu ritus puncukpucuk oliender dengan
bunganya gugur. aku menjadi letih memilahmilah mana pesan benarbenar
luhur dari semenit yang begini kacau balau. tak ada lagi batas tegas
semua getas minta diterjemahkan di menit berikut justru lebih ramai
oleh kejadian baru tentang gunung meletus. pohon ceri benarbenar hangus

o Tuhan penjual es atau rujak lewat sama juga dengan kabar orang mati
aku yang ini pelayat keseharian bergantian jadi mayat
tak ada yang bertahan lama. status diganti  sepersekian detik
perubahan emosi hati

2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar