Kamis, 31 Maret 2016

PUISI TEMA LINGKUNGAN HIDUP IVERDIXON TINUNGKI



PUISI DARI HUTAN LINDUNG
           
cempaka agathis dan kenanga
adalah puisi

adalah mata ibu
tempat benih cinta itu
tumbuh

sudahkah kaubaca sajak Tuhan
pada bisu selembar daun
sejak kuncup hingga luruh
ia kalam untukmu


kayukayu besi menjejar
kelelawarkelelawar mengantungkan liarnya
burung rangkong dan kumbang, seperti kupu
ingin berumah di bebas bumi teduh

engkau pun bernafas
menyesap udara segar pori daun
helaihelai ikhlas kisut lantak menapis racun
karena paruparumu seharga gugurnya yang luhur

dan seekor maleo menetas di tanah pasir
memanggilmu menafsir
sesuci apa puisi angin dan air 
lahir dan mengalir

saat malam hutan bernyanyi
saat malam satwasatwa mengendurikan mimpi
adakah kaudengar pesan alam
ditetas riang hati menyimpan gerimis

di taman nasional Bogani Nani Wartabone
hampar matayangan adalah puisi keagungan Tuhan
bagaimana tangan tanah yang sabar
merias manusia dan alam

karena kehidupan
tak sekadar luka dan geram



ARCANGELISIA FLAVA

jangan tancapkan kami kapak
dan luka gergaji

sebagai pohon
kami pun ingin menikmati matahari
sebagai hutan
kami pun ingin hidup lestari

mendakilah ke gunung poniki
di sana kita bisa berbagi riang dan mimpi
mendakilah ke puncak damar
di sana engkau bisa teduhkan letih dan memar

aku hanya sebatang pohon
tanpa tangan atau kaki
untuk melawan atau berlari

jangan tancapkan kami kapak
dan luka gergaji

sebagai pohon aku hanya punya teduh
dan gema daun yang mengolah udara untukmu
sebagai pohon aku hanya punya rindang
dan ricik tanah basah tempat satwa bernaung

suatu ketika engkau akan mengenang tubuh kuningku
dan seekor tarsius bertengger di cabang. cabangku

kau akan menulis
atau bercerita
di poniki, di bentang gunung damar
di sebatang arcangelisia flava
ada tepi surga yang kaffah

jangan tancapkan kami kapak
dan luka gergaji
karena luka pohonan
luka jiwamu sendiri


LAGU SERIBU KUMBANG DUMOGA BONE
UNTUK ALAM LESTARI


kami bernyanyi dalam dengung
kami bernyanyi untuk sebuah renung
seperti gombloh, seperti gombloh
lelaki tirus menyanyikan lestari alamku:

“Lestari Alamku, Lestari Desaku
Di mana Tuhanku Menitipkan Aku
Nyanyi Bocah-bocah Di Kala Purnama
Nyanyikan Pujaan Untuk Nusa”

kami bernyanyi dalam getar sayapsayap kecil
memuja sungaisungai mengalir
memuja pohonpohon teguh tumbuh untukku

memuja hati para musafir
memuisikan megah orkhestrasi nyanyi lestari
bening doa kumbang di semak sepi

dari Kasinggolan ke Lombongo
saat bungabunga hutan menetas dari kandung bumi
kami bernyanyi, menyanyikan hutanhujan tropis
lumut dan rumput paku di bawah pohon waru
adalah lagu pencari nyanyian jiwa yang gaharu

kami bernyanyi dalam dengung
kami bernyanyi untuk sebuah renung
seperti gombloh, seperti gombloh
lelaki pemuja persaudaran manusia dan alam semesta

serupa ruelia, manusia butuh seteguk air
buat tubuh letih dahaga

maka kami bernyanyi di hutan hujan tropis
di gunung damar, di gunung padang, di danau tumpah
di cadas batubatu berkamar
memanggilmu wahai para musafir;
mari teduhkan segala memar

burungburung, anggrek, dan belukar bunga
adalah lirik nyanyianku, sepotong sajak hutan hujan tropis
mamalia, reptilia, amfibia, musang, anoa, babirusa
semua kunyanyikan dengan megah, dengan getar sayap kecilku
kumbang bernyanyi untuk sebuah renung; lestari alamku


SUARA RIMBA RAYA

di halimun suara itu
suara pohonpohon
gumam air
percakapan kupu
dengan setangkai bunga ungu

di ricik sungai
di sinar suci mata fauna
di cabangcabang flora menggapai
suara itu
sebening doa tergerai


suara itu, suara rimba raya
desis gema tipis
berkesiuran
seakan sayap putih
gema kalbu

suara itu
suara taman kehidupan
suara hening
suara yang mengecup kita
dengan cinta

tanpa
sepatah kata



MALEO SENKAWOR

di padang pasir hangat
bumi kadang melukis
apa yang patut kukenang
           
tak saja gerimis menetes di alis
atau senandung dunia hijau
imaji daun dan riap doa bergaung

padang pasir hangat
kadang rahim dan gamis
tempat burungburung terseduh menangis
tempat telur ditetas bumi puitis

dan seekor maleo senkawor kecil
lahir dengan jambul keras berwarna hitam
seperti puisi alit di ranjang suasa bumi
kubaca hingga angin lelah mendetaki nadi

ketika manusia dan alam tak berjarak
tak ada senja berakhir beku
kita selalu bagai kekasih tak alpa berkecupan
membiarkan wangi berjatuhan ke dalam hati

dan seekor maleo senkawor barangkali telah membesar
dengan paruh berwarna jingga
ia kembali menetaskan setumpuk sajak
memaknai padang hati dengan hangatnya


SUATU KETIKA DI MENGKANG

andai aku bisa bernyanyi
kunyanyikan cahaya sejuk  hutan
andai aku bisa mencair
kusyairkan getar air mengkang

batubatu hitam
maknamakna bersemayam
mengaliri curam kehidupan
tapi aku ingin terjun dan tetap berjalan

aku ingin menjelma bunga
di jarijari air mata kumbang
aku ingin menjelma cuaca
di jeriji kehidupan

biar aku mengalir dalam sabdasabda cahaya
biar aku berembus dalam kabung suara tak berdaya

akan kuteguk embunMu di tubir tafsir
bila hutan adalah kitab
pada sepucuk daunMu aku belajar mencinta



KOLASE HIJAU

seonggok bayang kelelawar
dan sepasang kuskus berpelukan
melawat kegembiraan jiwaku
saat malam seakan gambar abadi
menabuh nyala api di tungku nafas lincah
memetik pesan rumputan saat hujan selesai
dan bangkai kesedihan lesap ke akar dalam

dan kurebahkan tidurku pada setangkai mawar
saat ia menegak paling muka
dalam kawanan impian bunga dikalungkan langit
di selembar hutan yang kudekap
dan yang mendekapku dengan wangi

di pagi, aku dan rimbah bagai zirah dan ksatria
lahir kembali dengan kemenangan saat hujan selesai
dan matahari berdenyar
di derak pohon yang mengibar senyuman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar