Kamis, 24 November 2016

DRAMA NATAL TAMU SENJA IVERDIXON TINUNGKI



DRAMA NATAL  
DURASI 20 MENIT

TAMU SENJA

Ide cerita/ Naskah : IVERDIXON TINUNGKI

II Korintus 5:17
“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus,
ia adalah ciptaan baru:
yang lama sudah berlalu,
sesungguhnya yang baru sudah datang.”
Sinopsis :

Di satu senja menjelang Natal, Melati menemukan seorang lelaki kumal lagi terbaring lemah di bangku taman rumah. Karena kasihan, Melati membawakan ia air dan sedikit makanan. Sejak itulah Melati bersahabat dengan sosok esentrik bernama Primus Senja (33). Pertemuan dengan Primus Senja yang ternyata adalah seorang penyair cerdas tapi memilih hidup berkelana dan suhud, membuat Melati mengagumi lelaki itu. Persahabatan Melati dengan Primus Senja menjadi pokok keprihatinan seisi rumah, sekaligus memicu persoalan yang sungguh dramatis. Tamat.


PEMAIN:

PRIMUS SENJA     : Lelaki  33 tahun. Penyiar esentrik
MELATI                   : Anak Perempuan usia 11 tahun. Penyuka sastra.
SONY             : Kakak lelaki Melati 14 tahun. Pengasih.
IBU MARTA            : Ibu Melati 40 tahun. Tegas dan disiplin.
OM BEGO                : Pembantu rumah tangga. 27 tahun. Kocak.
SOLIS                        : Penyanyi

KONSEP PANGGUNG :
Beranda rumah sebuah keluarga.
Di beranda itu ada satu set meja dan kursi yang teratur rapih. Ada Pohon Natal
Di samping beranda ada taman bunga kecil dengan sebuah bangku panjang.

BAGIAN  I
Sayup terdengar lagu instrumentalia Natal.
Di taman suatu sore. Hari menjelang malam .Seorang lelaki berpakaian jaket panjang kumal sedang terbaring di bangku taman. Ia tampak demam. Wajahnya tirus seperti kelaparan.  Tak berapa lama MELATI datang memberi ia segelas teh hangat dan beberapa potong kue. Lelaki itu bangun duduk menerima pemberian MELATI, lalu seperti orang kehausan dan kelaparan ia langsung minum dan makan kue. Setelah itu ia menatap MELATI dengan sinar matanya yang ceria.

PRIMUS SENJA :
Namaku Primus Senja.

MELATI :
(tersenyum)
Aku Melati Pak. Panggil aku Melati.

PRIMUS SENJA :
(agak misterius)
Di matamu berpendar cahaya Nabi dan Tuhan.
Kebaikanmu seperti hutan.

MELATI :
Melati tak mengerti pak. Apa si yang mau bapak katakan?

PRIMUS SENJA :
Kau adalah kasih. Kasih adalah kau. Maukah kita berteman?

MELATI :
Iya pak. Tuhan Yesus mengajar kita untuk selalu berteman.

PRIMUS SENJA :
Di surga, Tuhan Yesus pasti tersenyum melihat kebaikan hatimu.

MELATI :
Terima kasih doa bapak. Tuhan Yesus pasti juga tersenyum untuk Bapak.
(Melihat lelaki itu agak demam)
Bapak kelihatan demam, sebentar aku ambil obat ya.

MELATI  beranjak keluar. PRIMUS SENJA, lelaki esentrik, berjubah panjang kumal, tampan tapi tidak terurus itu tiba-tiba berdiri dengan gaya teateral di atas bangku taman. Wajahnya penuh ekspresi. Matanya seperti sedang mengikuti perjalanan beribu-rihu burung mengarungi bentang awan di atas langit tinggi. Jari-jari tangannya bergerak-gerak kemudian bergetar, tubuhnya kemudian bergerak seperti mengikuti irama mistis dari alam, lalu ia mulai bersuara:

PRIMUS SENJA:
Langit pada langit. Padaku diriku. Aku dan kau apa mau.
Bila maut. Aku takkan berlari. Menanti aku di bumi diri.

PRIMUS SENJA mematung sejenak dengan ekspresi teateral. Masuk BOGO (sang pembantu) yang datang dengan gunting mau menata taman langsung melihat lelaki itu.

BOGO :
(bicara ke penonton)
Wah. Ini manusia gorango ini komang. Dulu di perempatan sana.
Sekarang  so nyasar ka taman ini.
Kiapa ndak jadi pokpok di pohon beringin jo.

Tidak peduli dengan kehadiran  BOGO, PRIMUS SENJA kembali melanjutkan puisinya dengan gerakan lebih teateral.

PRIMUS SENJA:
Bila burung, bila mimpi. bilamana kamu mencari
seluas langit itu aku takkan berlari. sekali mati mata mengatup
Tuhan. Aku takkan bersembunyi.

PRIMUS SENJA mematung lagi sesaat, lalu memberi hormat kepada BOGO, yang jadi penonton satu-satunya di senja itu.  PRIMUS SENJA kemudian turun dan duduk di bangku.

BOGO:
(ke Primus Senja)
Pak. So nyanda  mentas di perempatan sana?

PRIMUS SENJA:
Panggungku bisa di mana saja. Sekali waktu bisa di hatimu.

BOGO :
Bagaimana caranya mentas di hati saya?
Apa bapak punya kesaktian kong bisa nyelusup ke hati saya?

PRIMUS SENJA:
Jiwa kering. Sungai hidup yang malang

PRIMUS SENJA, beranjak pergi meninggalkan BOGO yang terpaku oleh kata-kata yang terasa misterius baginya itu.
BOGO :
(seperti merenung)
Jiwa kering. Sungai hidup yang malang…
Apa depe maksud? Ah…ndak mangarti kita.
Dasar pokpok, depe kata-kata sulit mo mangarti akang.

BOGO kemudian memulai pekerjaannya menata taman  itu. Tak berapa lama datang MELATI membawa segelas air putih dan obat. Mendapati  PRIMUS SENJA tak lagi di taman itu, ia bertanya ke BOGO.

MELATI :
Om Bogo…Ke mana lelaki yang tadi di sini?

BOGO :
So ka sana. kiapa dang?

MELATI :
Ya… Itu sahabat saya Om Bogo. Dia seorang penyair.

BOGO :
Yailah, depe muka kwa kremos bagitu, jadi kita kira dia penyihir.

MELATI:
Jadi Om Bogo mengusirnya ya?

BOGO :
Depe model rupa gorela bagitu ndak mo user.

MELATI :
Ah, Om Bogo ini memang keterlaluan!
Masa menilai orang dari muka dan penampilan.

MELATI, beranjak pergi menyusul PRIMUS SENJA. BOGO tiba-tiba merasa aneh dengan tingkah MELATI. 

BOGO :
Kiapa Melati boleh batamang deng Gorila utang bagitu.


MUSIK mengeras dan kemudian lembut kembali. IBU MARTA masuk mengantung dekorasi di beranda rumah.

BOGO :
Bu Marta, Melati ada tamang  lelaki tua aneh.
Nyanda jelas depe orang. Adoh depe muka rupa gorango bintang bu.

IBU MARTA:
Ah masa?

BOGO :
Iyo ibu Marta. Butul ini

IBU MARTA:
Melati selalu saja bikin sensasi.

BOGO :
Bukan apa-apa no bu. Cuma kita kuatir no mo jadi apa-apa
Kalau orang itu penculik anak gimana?

IBU MARTA :
Wa gawat.

BOGO beranjak keluar.  Tak berapa lama masuk MELATI.

IBU MARTA :
Melati dari mana kamu?

MELATI:
Dari perempatan sana bu. Antar obat sama bapak yang sakit itu.

IBU MARTA :
Melati, pokoknya ibu tidak suka kau berteman dengan orang tak dikenal.
Sembarang saja kamu, tidak tahu siapa dia,   kamu langsung dekat
dengan orang seperti itu.

MELATI :
Dia kan bukan penjahat bu.

IBU MARTA :
Emang kamu tahu dia bukan penjahat?

MELATI :
Tidak tahu.

IBU MARTA :
Tidak tahu, kok dipercaya.
Pokoknya, kamu jangan lagi berteman denganya. Mengerti?

MELATI :
iya bu.

IBU MARTA beranjak keluar.

MELATI:
(kepada penonton)
Orang sebaik Pak Primus dilarang bersahabat sama Melati.
Emangnya,orang yang harus jadi sahabat Melati kayak apa.

Tertunduk berpikir di kursi dekat meja di beranda, sambil jari-jarinya memainkan pulpen di tangannya. Tiba-tiba MELATI tersenyum seperti mendapatkan ide.

MELATI:
 (kepada penonton)
Kalo bersahabat dilarang, mengasihi kan tidak dilarang.
Berarti, kalo Melati kasih air minum atau makan ke Pak Primus, 
itukan bukan karena persahabatan,tapi karena kasih.
Bukankah Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk saling mengasihi.

MELATI beranjak keluar. MUSIK mengeras petanda hari telah berganti.


BAGIAN II
PRIMUS SENJA  tiba-tiba mucul dan duduk di taman. Tak berapa lama masuk MELATI membawa sepiring makanan, dan segelas juice apel untuk lelaki itu. Melihat MELATI, wajah PRIMUS SENJA berubah riang.

PRIMUS SENJA :
Wah, sahabat kecil, kamu tak usah repot begini.
Bapak ke sini bukan cari makan atau minum.
Bapak cuma ingin membaca puisi di matamu.

MELATI tersenyum, lalu meletakkan piring makanan dan gelas Juice apel di bangku dekat PRIMUS SENJA, kemudian ia duduk di bangku itu.

MELATI:
Pak Primus, sejak hari ini, kita takkan bersahabat lagi.

PRIMUS SENJA agak terkejut dengan pernyataan MELATI .

PRIMUS SENJA :
Wah! Kalau kita tak bersahabat lagi, kenapa Melati bawakan Bapak
makanan dan minuman ini?

MELATI :
Kerena kasih. Tuhan Yesus sendiri pernah bilang,
kasih lebih tinggi dari persahabatan.
Kasih berlaku untuk semua orang, entah sahabat atau bukan.
Melati akan selalu mengasihi Bapak. Seperti Yesus mengasihi kita.

MELATI berdiri dan beranjak pergi. Di mata PRIMUS SENJA terasa air matanya mulai membenih.
PRIMUS SENJA :
(Kepada dirinya sendiri)
Ia sungguh sebuah puisi. Menjelma jadi diri.
(Tiba-tiba menerawang ke suatu peristiwa lain)
Melihat anak itu, aku jadi ingat Kinanti anakku.
Kalau ia tidak meninggal, mungkin aku masih punya matahari kecil seperti itu.
Mengapa nasibku, tidak seberuntung orang lain Allahku.

PRIMUS SENJA, kemudian menyantap makanan dan minuman yang di bawa MELATI dengan perasaan haru dan sedih yang dalam. Kemudian pergi.
Sementara MELATI masuk melihat kepergian PRIMUS SENJA dengan sidih, lalu berjalan menuju taman dan duduk di sana.

MELATI :
Kasihan. Pak Primus pasti sedih.
Apa yang harus kubuat Tuhan, hingga orang kesepian seperti itu
bisa bertemu kegembiraan.

Tak berapa lama masuk SONY menemui MELATI.   

SONY :
Melati!

MELATI :
Iya kak.

SONY :
Kenapa kamu? Ibu marah padamu ya?

MELATI :
Iya kak. Kakak marah juga ya?

SONY :
Tidak. Bagaimana kakak bisa marah kepada adik
yang suka berbuat baik kepada sesama manusia.
Cuma kakak khawatir,Melati kan tidak kenal betul orang itu.

MELATI :
Menurut Melati Pak Primus itu orang baik kak.
Hanya penampilannya saja yang aneh.
Dia cerita ke Melati, katanya anaknya mirip sama Melati.

SONY :
Oh begitu.
(Prihatin melihat adiknya tampak sakit)
Kamu tampak sakit Melati. Mukamu agak pucat.

MELATI :
Iya kak, kepala saya terasa pusing.

SONY :
Kalau begitu kamu masuk dan istirahat.

MELATI beranjak keluar tertatih diantar SONY. Musik mengeras lalu Lembut petanda waktu berganti. 

IBU MARTA masuk ke beranda wajahnya tampak sedih.

IBU MARTA:
(bicara ke diri sendiri)
Mengapa Melati bisa sakit ya.
Apakah ia depresi karena merasa tertekan.

Tak berapa lama BOGO  masuk. Di tangannya ada sebuah Koran.

BOGO :
Eh…Bu Marta, coba lihat berita ini.

(Memperlihatkan Koran yang dibawanya,lalu membaca judul sebuah berita )

BOGO :
(Membaca judul berita)
Marak Aksi Penculikan Anak. Masyarakat Diminta Waspada.

BOGO langsung menyerahkan Koran itu ke IBU MARTA.

IBU MARTA sesaat membaca berita di Koran. Seperti ada perasaan ngeri terekspresi di wajahnya.
IBU MARTA:
Saya harus waspada. Jangan-jangan,  lelaki kumal sahabat Melati itu,
 bagian dari sindikat penculik anak. Saya tak boleh lengah.

IBU MARTA, meletakkan Koran di meja dan duduk di sebuah kursi. Sementara BOGO beranjak keluar. Masuk  SONY  membaca koran di atas meja  dan duduk di kursi dekat  meja  bersama  ibunya. Tak berapa lama muncul PRIMUS SENJA.  

PRIMUS SENJA :
Selamat sore bu. Maaf mengganggu.

IBU MARTA, mengangkat muka dan agak terkejut melihat penampilan PRIMUS SENJA yang nyentrik dan kumal.
 IBU MARTA:
Ini kayaknya Primus Senja ya.

PRIMUS SENJA :
Iya. Saya Primus Senja bu. Saya sahabat Melati.

IBU MARTA:
Iya saya tahu. Lantas ada perlu apa?

PRIMUS SENJA :
Apakah saya bisa ketemu Melati.

IBU MARTA:
Emangnya, mau ketemu anak saya ada perlu apa?

PRIMUS SENJA :
( Mengeluarkan selembar kertas berisi puisi)
Saya hanya bermaksud, memberikan puisi ini padanya.

IBU MARTA:
Saya kira,  anak saya masih terlalu kecil untuk memahami sebuah puisi.
Maaf, saya tak menginjinkan anda,bertemua anak saya lagi.

PRIMUS SENJA :
Hanya sebentar saja bu.

IBU MARTA:
(keras)
Tidak!

PRIMUS SENJA :
(Kecewa)
Terima kasih bu.

IBU MARTA beranjak keluar. PRIMUS SENJA beranjak pergi dengan segumpal perasaan perih di hatinya. Melihat keadaan itu, SONY menyusulnya, dan mereka bercakap di taman.

SONY :
Aku mohon maaf, ibuku memang sifatnya keras.
Untuk melindungi anak-anaknya, tentu ia harus begitu.
Moga Pak Primus mengerti.

PRIMUS SENJA :
Meski bapak  kecewa tidak bertemu Melati, tapi bapak senang,
Melati ternyata berada di tangan yang tepat.
Seorang ibu yang dengan sungguh-sunguh,menjaga anaknya.

SONY :
Melati cerita ke aku, anak bapak katanya mirip sama dia.

PRIMUS SENJA :
Bahkan sifat-sifatnya mirip. Melati dan Kinanti anakku,
 seperti sepasang anak kembar. Saya seakan mendapati Kinanti
hidup dalam diri Melati. Sayang Kinanti meninggal
tertabrak mobil bersama ibunya (SEDIH). Setelah bertemu Melati, rasanya,
sudah saatnya bapak kembali ke kampung. Bapak pergi dulu.

PRIMUS SENJA, beranjak pergi. SONY ikut beranjak keluar.
MUSIK mengeras, dan kemudian mengecil lagi petanda waktu berganti.


BAGIAN KE III.
Sayup terdengar lagu Natal.
IBU MARTA masuk dan duduk di kursi beranda. Pikirannya tampak berat memikirkan Melati yang jatuh sakit.

IBU MARTA :
Besok natal segera tiba. Tapi Melati sakit begini, hatiku jadi sedih.
Barangkali, kalau saya mempertemukan lagi Melati dengan penyair itu,
semangatnya akan pulih kembali. Tapi di mana ya bisa ketemu orang itu.

Tiba-tiba masuk  SONY.  IBU MARTA meminta Sony mendiskusikan solusi untuk memulihkan semangat MELATI.

IBU MARTA :
Kita harus mempertemukan Melati dengan penyair itu.

SONY :
Tapi apa penyair itu mau. Ibu kan pernah bicara keras padanya.

IBU MARTA :
Barangkali kalau ibu minta maaf padanya,Ia bisa mempertimbangkan
mau atau tidak. Yang jadi persoalan, di mana menemui dia.

SONY :
Apa ibu memang sungguh-sungguh mau mencari Pak Primus Senja itu?

IBU MARTA :
Ya, demi anak ibu, tentu ibu siap melakukan apa pun.

SONY :
Sony tahu di mana Pak Primus tinggal.

IBU MARTA :
Kau tahu dari mana?”

SONY :
Sony kan kakaknya Melati. Nah, sebagai kakak tentu aku punya naluri melindungi adikku.
Jadi pas tahu Melati berteman dengan penyair itu, Sony langsung menyelidiki
siapa orang itu. Di sini dia tinggal dengan familinya.
Bahkan Sony pernah datang ke rumah familinya,
bertanya ke mereka soal Pak Primus itu. Mereka bilang
Ia orang baik-baik. Memang dia seorang penyair. Di kota ini,
ia sekadar datang melipur duka hati karena kehilangan istri dan anaknya di kampung.

IBU MARTA :
Wah, ternyata kamu sudah selidiki dia ya.

SONY :
Ya iya. Itu salah satu cara melindungi adikku.

IBU MARTA :
Coba kamu cek apa dia masih di sana.
Kalau masih, Sony dan ibu akan ke sana.

SONY :
Oke bu. Siap kerjakan.

Mereka semua beranjak keluar. MUSIK mengeras kemudian melembut.

BAGIAN IV
IBU MARTA, tampak menuntun  MELATI di sebuah kursi roda ke beranda. Suasa agak sedih dan haru.
IBU MARTA :
Melati harus cepat sembuh.
Di hari Natal ini, ibu minta maaf bila telah membuat hati Melati sedih.
Tapi Melati harus tahu ibu sangat sayang sama Melati.

MELATI :
Melati juga sayang sama ibu, dan Kak Sony.

IBU MARTA :
Ibu punya kado special buatmu di hari natal ini.
Apakah Melati suka dengan kado dari ibu?

MELATI :
Hari natal itu selalu ada di hati Melati bu.
Cuma Melati sedih, banyak orang yang tidak bahagia
di tengah suasana natal seperti ini, seperti Pak Primus itu.
Anaknya adalah matahari baginya.
Melati tak bisa membayangkan seseorang hidup tanpa matahari.
Tapi sayang ibu kepada Melati merupakan matahari
dan kado terindah ibu dalam hidup Melati.
Tuhan Yesus pasti tersenyum buat ibu.

Di tengah suasana haru itu, tiba-tiba masuk Solis menyanyikan sebuah lagu Natal. Sementara SONY membawakan lilin Natal ke MELATI diikuti OM BEGO. Sedang di atas bangku taman berdiri PRIMUS SENJA membacakan puisi untuk  MELATI.  IBU MARTA dan MELATI berkaca-kaca. OM BEGO tampak haru. Saat puisi itu selesai dibacakan MELATI berlari ke memeluk PRIMUS SENJA yang telah membukakan tangannya untuk mendekap MELATI. Sungguh keharuan itu pecah di sana.

LAMPIRAN PUISI PRIMUS SENJA :

PUISI UNTUK MELATI

Dari Kinanti ke Melati
Surga membawaku ke sini
Tubuh garam dulu kering dalam fajar dan malam
Mencair
Mengisi sabanah dan kaldera yang lama tirus
dan runcing  oleh air mata
hingga senja benar-benar tiba di langitku
mata itu
mata melati kinantiku
memendar sayap-sayap cahaya yang halus
membawa jalan  baru yang lurus
begitu aku menyusur hatinya
pada perjalanan tamu senja yang selalu berakhir di tepi duka
di tepi luka
aku melolong
saat tangisan itu memaksa
seakan aku gila karena siasatku sendiri
menepis kehilangan
tapi pada matanya
mata anak-anak yang selalu luhur membersitkan sayang
aku menemukan telaga
dan desir angin yang tak pernah pucat
atau pasi oleh sepi
Terima kasih Melati
Kau telah memberiku beberapa catatan senja
Tentang kasih yang takkan retak oleh cuaca.
Selamat Natal Melati.

TAMAT
Revisi November 2016
Iverdixon Tinungki
085343976992.
(dilarang dipetaskan tanpa seisin pengarang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar