Sabtu, 26 November 2016

PERJALANAN SPIRITUAL DALAM PUISI IVERDIXON TINUNGKI




DI DEPAN KLENTENG BAN HIN KIONG

seekor naga dari batu
di hari tanpa daun menungguiku

tak seperti lima puluh tahun lalu
kini ia mengajakku berperahu

kami pun mendayung
ke sebuah laut
yang tak pernah didatangi maut


arakrakkan pijar lampu
menembus asap dupa
dan panas kegembiraan membubung
membentuk tekstur terang ke bentang gelombang

tak ada senja melampaui
keindahan senja kali ini

bahkan ingatan bau pohon pinus jadi begitu samar
dan semua gema seakan tak mampu berdiri
di bawah mantram seribu lilin yang mengayuh doa api

naga itu menegak
riangnya tak mungkin kutebak

“ini laut benakmu
laut paling teduh
tak bisa ditipu oleh akal bahkan ilmu”

-- di sini, kata naga itu
tak ada musim dan sejarah

yang menunggumu semata ketenangan
dan burung pelikan yang bersayap nyanyian

saat kami kembali
seseorang bertanya; mengapa kamu ada di sini?

aku baru kembali dari benakku sendiri, kataku
menjinakkan diri yang liar dengan sebuah kemudi


PADA JEJAK YANG KUANDAI

memang hari akan selalu lewat
dan rumputrumput merunduk
merangkumi sepi
sepi yang menggaduh di atas semak

di atas tanah yang kucintai
loncenglonceng akan mendentang
menelusup
tapi apa berlindu di akar kematianmu

lagulagu berkilau dan berlarian
karena di permukaan kertas engkau kini kusajakkan

kusajakkan pula kelopak ciuman yang fana
dan maut berbisik dari kesunyiannya yang memesona

bunyi gerobak mendecit dari jauh dari padang suara
barangkali petani bakal naik ke pembaringan
menghadap ayunan mimpi bunga kol pertama merekah

menegak seperti bendera
dari sulur ke sulur
memekik dengan suara menghibur

barangkali pula aku ingat
aku terlalu ingin memanen cinta di selasar
yang dikuncupi beriburibu melati
juga linang suara yang mencandu di nadinadi gema bumi

tapi ini sore hanya jejak angin berbau pohon Waru
waletwalet tampak gelisah menatap gelap
kian kemari kian menusuk kalbu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar