PUISI KARYA IVERDIXON TINUNGKI
JERIT KEMATIAN DARI ROHINGNYA
seorang ibu dan dua orang
anaknya. dengan penutup
kepala biru menatap Rohingnya.
panas tak biasa, ada bau mesiu
di udara. tangisan sudah lama
tertebah dalam hati, tagisan
tak lagi punya arti
seorang ibu dan dua orang
anaknya. keduanya laki-laki.
keduanya masih kecil. keduanya
tak tahu apa arti mati.
keduanya menyelip takut dan
rintih dalam hati yang
masih putih
panas tak biasa, ada bau mesiu
di udara. mereka terduduk
di muka pintu rumahnya, entah
mau ke mana. yang lekap
diingatan mereka tinggal satu
kata; mama. hanya kata itu
penawar kelabu, penawar hati
menyosong terjangan peluru
di bumi mana Rohingnya punya
makna. apakah karena mereka
hitam dan minoritas maka harus
mati di jalanan? apakah karena
mereka Rohingnya maka tak punya
tempat di dunia nyata? apakah
karena mereka Rohingnya maka
harus diperkosa dan disiksa
di Rakhine tangan luka yang terulur, tubuh menggelicit
jatuh
tersungkur ke abu, menghidukan kita bau mati yang biru,
warna bisu
yang tak mampu tersedu
di balik kawat berduri, di kubang lumpur yang anyir
berlendir,
di batasbatas yang menutup jalan untuk lari, Rohingnya
tergugu
sendiri.
sungguh pilu Rohingnya di bawah langit bumi yang harmoninya
direnggut darinya . sungguh risau Rohingnya menjaga
nafasnya biar
bertambah meski itu hanya untuk sehari baginya. Rohingnya
seakan nama
yang tibatiba jadi karma dalam
mati yang tak berharga. Rohingnya
sungguh aku berduka untuknya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar