Selasa, 29 November 2016

AHMAD SYUBHANUDDIN ALWY DALAM PUISI IVERDIXON TINUNGKI



 PUISI KARYA IVERDIXON TINUNGKI


BENDUNGAN PANGENAN
--mengenang Ahmad Syubhanuddin Alwy

di bawah pohon
tempat kau menghaluskan kesunyian
kenang riangmu kusimpan, tapi selalu
tumpah bagai hujan ke atapatap rumputan

dan bila hari kembali berjalan
sunyi kau tegakkan kian runcing
menusuk percakapanpercakapan kita
jadi ribuan lubang gergasi yang mengancam


ia membawa abu namamu
cadel suaraku
melayat ruparupa kesedihan
saat kehilangan bagai tembok
menampikku bertanya
apa kabar Cirebon hari ini
kisah bandar
dan perahu yang terbakar
tak lagi kaukabar

kita semua memang akan tua
di pojok jalan terasa lengang kian akrab memapas
pohonpohon ranggas tampak puitis
dan langit selalu anggun dengan gamis

kau telah diam tak bergeming
tapi kotakota dan dusun yang kita kelanai
masih saja mengurai daya hidup
seakan tak ada habisnya riang di alir keningmu

o kehidupan
dikaulah orkhestraorkhestra
penumpang bus, bahkan puisi terkulai
di tangan tak lelah menulis sebintik air mata
lembarlembar yang mengulas luasnya senyuman
dari mata paling pedih
bahkan telagatelaga kebahagiaan
tempat gagak mencelupkan diri

kita berdua Wy
batu di pinggir jalan
ribuan perempuan letih duduk
mengatur irama luka nafasnya

anakanak pendongeng juga di sana
membongkar bongkah bianglala
masa kecil kita
dua prajurit Allah
selalu riang memuja kehidupan
burungburung yang memiliki makna terbang

di laut almaco
di laut tenggiri
di laut baracuda
kauujar: jangan biar Tardji jadi tua
biar saja ia tetap hyena malam
singa di hutan dongeng
kelinci cahaya di mimpi kanakkanak

ketika di Goa
dengan menggebu kita membicangkan Rampan, Age
Sapardi, Remmy, Agusta, Darma dan peluhan arifin
o betapa berartinya hidup di tangan para pemuja kehidupan

begitulah kita melenting bagai bola di kaki Paraga
bagai alis kehidupan gadis Pakarena
melambai setiap datang dan pulang
para penyambang sejarah
para penyeberang parit pertempuran

di belakang shelter Kinilow kau muntah
pusing oleh kelokkelok jalan
tapi aku tak mau menghitung lagi berapa banyak puisi
kau bacakan merayakan negeri ini
di atas rumput yang kini jadi sajadahmu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar