Selasa, 29 November 2016

PUISI RENUNGAN TENTANG ALAM DAN LINGKUNGAN KARYA IVERDIXON TINUNGKI



 PUISI-PUISI KARYA IVERDIXON TINUNGKI


KUPU, BUNGA, DAN SEORANG GADIS PIATU

jam berapa sekarang;
itu pertanyaan terakhir kupu
beku di subuh ketujuh

bungabunga menyimpan jejak hinggap
terlalap api
hari
berlalu cepat
mengubah
percakapan jadi abu bersayap


sungguh piatu gadis dipuisikan
kupu, bunga, dan waktu

aku memungut debunya
di pinggir supermarket
di ruang telepon umum

tapi apa yang berdering
selain tangis yang melengking
kenangannya mengering

dan hanya makam kecil di udara tak bernama
tempat ia menyelip ziarah
semua katakata yang pecah di dada

ayah ibu gelombanggelombang sedih
didaur pohon berdaun merah
di perempatan jalan pulang
ke puingpuing rumah yang hilang

kupu, bunga dan gadis piatu itu kembali bertanya;
berapa ribu retak mataku kau simpan
sebagai rindu yang hampa


MALAM AMURANG

ada yang lepas dari ranting kapas
pijar putih bunga merah tengguli
menyergap bau ombak
saat kususur jalan hilang itu

jalan lain datang
merangkul persaudaraan angin
di tepi malam muram
menggali desir lama terbenam
bau tawa
bau rawa yang terkunyah

penyihirpenyihir dan realitas barunya
telah menebang bahasa kita tuguhkan
putik bunga, kapaskapas berguguran
di tengguli warna perkabungan

begitu cepat semua berubah
tak terkejar nafas terbatabata
semua menjadi orang asing
dicekik beragam bising

dan kita berpisah sebagai batangbatang angin
di ruas sunyi masingmasing



POHON  KESEDIHAN

tak ada burung hinggap
semua kalibri pergi jauh menyeberang
ke hutanhutan
ke kaki langit masih menyisahkan riang

di dekatnya hanya super blok yang sibuk
aura laut dan gerimis asin
menampar pesan hitam yang mengerut

di puncuknya cuma ada solilokui
meratapi diri
sekujur tubuh terbakar udara
tak ramah merayapi pucuk kehidupan

barangkali pertengkaran terus membujur
pemandangan ringkih di batangnya
di akarakar kepalsuan menyelinap
dengan tawa gemuruhnya

sementara orangorang murung
letih dengan serapah
lebih lama mendoakan; semoga daundaun gugur
mengisi penghiburan

tinggal itu mungkin keinginan bertahan hidup
menyaksikan pulau dinaunginya
digenangi ruparupa air mata


NASIB CABANG TERGENGGAM

temukanlah isak sesak
sebilah cabang tumbuh dalam genggam
di sana puisi para penyair
segambaran akar tanpa hulu dan hilir

dan kau akan terkejut
di bawah masa lalu tak berbayang itu
memandang padang kesunyian tak bergerigi
hanya melayang tidur tanpa mimpi

kau terbangun di atas bantal ratapan
berguguran dalam hatimu sendiri

dan engkau akan semakin gelisah
mata dan cahaya saling menipu
bila engkau mencintai
segala gejala melintas tanpa diri

kau bertanya timur barat dari semua arah
tapi terjaga dalam sebuah rumah lapuk
dikitari gelombang isak lebih ungu
tergeletak dihadapan panggilan maut
bersama matahari yang tega kau bunuh
karena kau benci panasnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar