Selasa, 14 Januari 2014

FRAGMEN KELIMA: Surat Atas Kali (PUISI IVERDIXON TINUNGKI)



ketika surat pertama tiba, Adam memulai sebuah imajinasi
bermimpi punya seorang kekasih
bermain di muara sebuah kali. tak ingin sendiri

mereka jatuh cinta. mereka pun menyembeli seekor domba

sampai ke langit seluruh wangi aroma dupa
di dekat mesbah, samakkan kulit bertulis isi hati keduanya

sejak itu, kita membaca kerajaankerajaan kuno berdiri
dari mesopotamia, mesir, pantai siria, hingga di tepi kali di kota kita
perahuperahu tiang tinggi membawa bedil dan seorang paderi


nabinabi  berbincang dengan Tuhan  
percakapanpercakapan  diam yang abadi

--surat terindah harus mereka genapkan—
buat kali yang telah ditetapkan sebagai pembawa percakapan

istanaistana pasir itu pun runtuh dalam penaklukan, perbudakan
dua loh batu pecah  kembali untuk kedua kali

Musa, lelaki yang memintas Teberau sebagai pencari tanah perjanjian
tak lagi bisa melihat kota. amarah menyala di tepi katakata
Adam pun belum usai mengakhiri halaman pertama
seluruh sejarah manusia

--di sini kita masih menyalin berhalaberhala—
sebuah peluru melobangi dada

bukankah kekasih itu ada di sisi kita, Anastasia
pada perjalanan panjang tak letihletihnya melontarkan pertanyaan

hidup bagai cerobong dengan anakanak tangga melingkar
kau akan memanjatnya setiap malam
mencari wujudwujud kegembiraan

pertama kau mencintai bunga, hujan dengan petirpetir menggemah
pada semua itu ingin kau temukan pesan musik tercipta
sepanjang lintasan abad mulai kau beri nama

--mengapa di ujung liriknya selalu ada air mata,
deretan keheningan, bisikanbisikan halus
sulit diterjemahkan--

sementara langit tak berkatakata, cakrawala  dengan luasnya
tak menyingkap sebintik saja rahasia

beratus tahun kita membaca, mencium aroma air kali itu
tiga merpati berbulu putih hinggap ke atas kota
saat paderipaderi  datang membagi keratkerat roti
ke atas senja, ke atas sepi, selalu luput kita resapi

 “pada roti ini kamu akan mengenang tubuhku.
datanglah kepadaku kamu letih lesuh berbeban berat!”
kata mereka sambil membasuh sejarah dipenuhi luka

kepada ribuan pasang mata disesaki tangisan
dibaginya seluruh sungai berwarna merah
karena dahaga tunai di ujung lidah

pada air kali
suratsurat itu melayanglayang, seperti tangan menemukan
tempat belaian

maukah engkau menambahkan namaku pada lembar
yang mau kau tuliskan?

-Anastasia, mati dalam pelukan adalah sebuah kegembiraan--

2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar