Selasa, 14 Januari 2014

PUISI-PUISI RELIGIUS KRISTIANI DAN PASKAH (1)

 PUISI-PUISI: IVERDIXON TINUNGKI




FRAGMEN PERTAMA: Batang Air

pada sungaisungai kering ini kau catat
riwayat lumut dan pasir yang sedih
suatu ketika kau sadari  pada sungaisungai kering ini
katakata berhenti

mimpi batangbatang air mana hendak mengalir
dalam buku yang ingin kau tulis sebagai mimpi?

di hari ketujuh leluhur Adam menemukan Tigris Eufrat
kuldi bercahaya itu menimba semua kebaikan
tanah basah. sesungguhnya tubuh, darah lelaki teraniaya


batang air mana memerciki senandung dedaun suplir, semak pakis,
reruntuk rumpun bambu, pohon telah dinamai, telah dilupai 
selain batang air kegembiraan murni, tumbuh di rahim
kesedihan itu sendiri

Anastasia, di hati perempuan menampung kesedihan, batang air sejati
meluap, meruyupkan seluruh dekapan paling dirindukan
sepanjang sejarah kegembiraan , sejarah kesakitan

di situ Daud menyelupkan penyesalan  sepanjang mazmur
uang, kuasa, perempuan tak beri ia apaapa, kecuali luka

ada tangisan  memandang langit, cakrawala saat kakinya tak bisa
meninggalkan debu tanah

pergilah ke semua bentang musim
pada musim akan kau temukan penyataan menunggu

menunggu adalah perjalanan melindasi teberau
tanpa kegembiraan, di seberang sana hanya ada
tembok runtuh

2013


FRAGMEN KEDUA : Selimut Petiduran

Anastasia, perempuan meninggalkan biara
karena merasa lebih mulia berada di padang nestapa

sebuah sungai di kota kita mengaliri ruas hati
menyejuki rumputrumput di mana beratus tubuh rebah

“kepadamu yang tidur dalam kedinginan
aku akan memberimu pelukan,”  kata perempuan
dengan seluruh keinginan mendekap kematian

ia bersenandung, menyingkap nyanyian beribu burung, turun
mengurapi kepala, tersungkur di arus kuala

“padaku angin tak akan menjarahmu
kecuali kehangatan kupantul pada udara nafasmu”

--ia pun menari dengan lumpur ditaburkan ke kepalanya—

daundaun palma mendesis di sana
kudakuda berlari  ditunggangi serdadu api
melintasi jalan sebelumnya tak pernah dilalui
menyeberangi cakrawala tak bisa dilihat lagi

seorang anak bertanya: kudakuda itu mau kemana?

“ke tempat di mana kau takkan terpenjara cuaca
karena sejak Abraham,telah kuberi kau pembaringan” jawabnya
sambil merentangkan selimut ke tubuh sang anak
melepas nafas terakhirnya ke senja begitu bisu
di telinganya

“aku mendekap semua keluh kesahmu
seerat serat menjaga petiduranmu,” ujarnya
pada sebuah malam menjelang Minggu

2013


FRAGMEN KETIGA: Dongengan Anak

katamu, kau begitu mengagumi Teresa
wanita berbagi kegembiraan ke tubuhtubuh lelah

kita paham Anastasia, di pagi senja, di ujung langkah  penyataan
selalu menjelma. di sana abadabad melahirkan dongengan
dalam hidup seakan ada seekor peri kebaikan, seorang santa claus
menaiki kereta rusa mengantar sekotak mainan ke mimpi kanakkanak

itu penghiburan berakar pada penyataan sebenarnya
serupa pelangi membusurkan lukisan cahaya
seusai hujan melepas amarah

di tepi sebuah dusun, perempuan tua menangis
di belahan dadanya, cucu pertama lelap di dekapannya

langit begitu murung. kecuali teriakkan burungburung hitam
amat girang merayakan sengitnya peperangan
pada kabar senja membiaskan bau darah

lelaki dulu mengangkat tangan tongkat Musa
menemukan keduanya:

“berbahagialah kamu yang melihat sinar terindah
di mata cucumu,” kata lelaki itu pada perempuan
yang menatapnya dengan sendu. kegembiraan tersisa
telah rentah. kesedihan menggetas pada matanya

“peperangan itu mengambil semua ayah, semua ibu
bayibayi ini. tinggal kau sendiri di sini. bukankah
kau juga seorang teruna?”  gumam perempuan tua itu sambil
melepaskan cucunya ke atas tanah melesapkan
semua air mata

“medan laga teruna sejati  adalah menyambut anakanak
seperti ini, merangkak, tertatihtatih
membawa kegembiraan murni”

--surga menjadi sejengkal jarak di ujung langkah--

“sungaisungai jadi bisu tak menggangu
angin begitu malu tak mengusapmu
siang malam menjadi ringkas di matamu”

--hariharimu tunai di tawanya yang lucu—

kata-kata itu, datang semanis erang dari lukaluka
menusuk kepala

lelaki itu menggendong sang anak lalu naik ke sebuah bukit

ia mendongeng kisah; penyair  menghabiskan seluruh waktu
menafsir sedih. hingga kesedihan dilupakannya dalam kegembiraan
ditemukan di air matanya sendiri, menitik di sisisisi malam, membuat
kakikakinya kedinginan, jantungnya mendegup kencang

berabadabad anak itu menemukan riang di sana, di gendongan lelaki
menjadi ayah di sepanjang sejarah pengharapan
dikisahkan perempuan tua itu di sisisisi kematian

2013

FRAGMEN KEEMPAT: Obituary
bunga obituary ini, bunga pohon Saru
pohon Aras, pohon Tusam, pohon Sanobar

aku mengetamnya dari doa Nuh
ketika sepasang burung madu hinggap di dahan cempaka
di tepi trotoar kotaku. ketika siang begitu gaduh
katakata begitu ngilu

burungburung madu ini menyinggahi semua kaki abad
mencari bungabunga bertaburan
ketika Tuhan menyiapkan semua kematian
biar kesakitan tak kekal

apakah masih terngiang erang dari atas  palang kayu gofir
sebuah lambung tertikam menumpahkan damar
ke jalan sejarah retakretak ini

--lelaki itu merasa ditinggalkan jelang sebuah petang--

tapi disesapnya seluruh isi tuwung tangisan
segenap biji hitam ditemukan di perjalanan
hingga musimmusim menjalar sebatang akar
pada ladang di mana seluruh harapan ditumpahkan

pada sebuah pagi akan kau lihat reruntukkan kelopak
memecahkan warna wangi darah lelaki
di sana, disingkapnya pemandangan indah
serupa equilibrium antara cahaya dan ujung katupan mata

sebuah hari terbit lebih terang dibading seluruh riang
di atas pepohonan  menghidangkanmu
sebuah catatan kegembiraan

2013


FRAGMEN KELIMA: Surat Atas Kali

ketika surat pertama tiba, Adam memulai sebuah imajinasi
bermimpi punya seorang kekasih
bermain di muara sebuah kali. tak ingin sendiri

mereka jatuh cinta. mereka pun menyembeli seekor domba

sampai ke langit seluruh wangi aroma dupa
di dekat mesbah, samakkan kulit bertulis isi hati keduanya

sejak itu, kita membaca kerajaankerajaan kuno berdiri
dari mesopotamia, mesir, pantai siria, hingga di tepi kali di kota kita
perahuperahu tiang tinggi membawa bedil dan seorang paderi

nabinabi  berbincang dengan Tuhan  
percakapanpercakapan  diam yang abadi

--surat terindah harus mereka genapkan—
buat kali yang telah ditetapkan sebagai pembawa percakapan

istanaistana pasir itu pun runtuh dalam penaklukan, perbudakan
dua loh batu pecah  kembali untuk kedua kali

Musa, lelaki yang memintas Teberau sebagai pencari tanah perjanjian
tak lagi bisa melihat kota. amarah menyala di tepi katakata
Adam pun belum usai mengakhiri halaman pertama
seluruh sejarah manusia

--di sini kita masih menyalin berhalaberhala—
sebuah peluru melobangi dada

bukankah kekasih itu ada di sisi kita, Anastasia
pada perjalanan panjang tak letihletihnya melontarkan pertanyaan

hidup bagai cerobong dengan anakanak tangga melingkar
kau akan memanjatnya setiap malam
mencari wujudwujud kegembiraan

pertama kau mencintai bunga, hujan dengan petirpetir menggemah
pada semua itu ingin kau temukan pesan musik tercipta
sepanjang lintasan abad mulai kau beri nama

--mengapa di ujung liriknya selalu ada air mata,
deretan keheningan, bisikanbisikan halus
sulit diterjemahkan--

sementara langit tak berkatakata, cakrawala  dengan luasnya
tak menyingkap sebintik saja rahasia

beratus tahun kita membaca, mencium aroma air kali itu
tiga merpati berbulu putih hinggap ke atas kota
saat paderipaderi  datang membagi keratkerat roti
ke atas senja, ke atas sepi, selalu luput kita resapi

 “pada roti ini kamu akan mengenang tubuhku.
datanglah kepadaku kamu letih lesuh berbeban berat!”
kata mereka sambil membasuh sejarah dipenuhi luka

kepada ribuan pasang mata disesaki tangisan
dibaginya seluruh sungai berwarna merah
karena dahaga tunai di ujung lidah

pada air kali
suratsurat itu melayanglayang, seperti tangan menemukan
tempat belaian

maukah engkau menambahkan namaku pada lembar
yang mau kau tuliskan?

-Anastasia, mati dalam pelukan adalah sebuah kegembiraan--

2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar