Senin, 20 Januari 2014

FRAGMEN KESEPULUH: Efata (Puisi Iverdixon Tinungki)



semesti sejak Tirus, Sidon, Dekapolis didatangi
tak ada lagi tanahtanah kafir
ribuan kota tumbuh di impian kanakkanak
berbagi roti dengan merpati

tapi semua gagap, tuli. katakata berhenti

perempuanperempuan  yang menangis di tepi kanal
menambahkan banjir ke akarakar sejarah

anjing melolong dengan suara tinggi
menyusupi derak tulang para buruh, terpiuh
merekat mimpi anaknya sendiri


dari bunyi bedug hingga gementing lonceng
para penjual es tak lagi percaya bisa katakata
kecuali gerincing, desis stom kue putu
merecoki sore bising deram mesinmesin

kampungkampung dalam rupa lesu
menyeduh setiap ludah peluh
di tengah malam, hitamnya sebegitu biru

di sini aku ingat kisahmu Anastasia
lelaki dengan tatap seindah mata burung Pleci
tubuhnya menguarkan aroma pohon cendana
nafasnya menyemburkan bau kelapa muda

ketika bungabunga soka  mekar seperti sayapsayap serangga
aku mau menyentuh jubahnya, mendengar suaranya yang suasa
berkata: “efata!”

ya…efata
ke seluruh nanah menelaga
sepanjang saman ketika katakata tak berdaya

2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar