Jumat, 30 Agustus 2013

SEBUAH KEMAH (Puisi Iverdixon Tinungki)



sebuah kemah berlantai gurun
disesaki tubuhtubuh peristiwa, suarasuara gagu
juga sepasukan bayangbayang penyergap kali
yang sejak dulu selalu kugali mencari hulu semua mimpi
mereka datang dengan panah dari bulu burung rajawali

aku bertempur kesekian kali pada frase dan baitbait puisi
lalu luluh di endapan lumpur, kini gigih menggambar letih
di engah nafasku sendiri


masih di kemah itu, kutemukan musimmusim perjalanan tanpa kawan
aku membujuk diriku: “cukuplah untuk hari ini
menatap dena senja berkemilau menuakan mataku”
sambil melipat semua air mata yang kutakik  pada pertempuran
tak mungkin punya kata selesai,  tak mungkin dapat kuakhiri

kubebat semua luka di pucukpucuk ingatan
karena aku harus terus berjalan, mendaki, kendati di puncak
hanya ada jalan lain menuju kemah lebih tinggi lagi
lazuardi para rajawali menimba kalam dari Ilahi

di hari lain aku kembali dari pesisir dengan kabar rumputrumput neptunus
juga kisah beberapa musim di mediterania yang tak membusuk
serupa perahu, ikan kuda laut, ruparupa organisme akuatik

semua itu kusamak jadi berdepadepa ritmik perdebatan antara
kebenaran dan keyakinan di petakpetak puisiku
di serambi ruh terakhirku yang selalu ragu menilai kedalaman laut
dan gemuruhnya yang abadi itu

di atapatap kemah, angin berkali mencair menafsir gigil bukubuku
lembaranlembaran puisi tumbuh jadi hutan di rakrak berdebu
ketika aku mengutakatik  epistemologi uban menyemak
di semua ujung langkahku. Itu sepi dulu dan kini masih utuh

sesekali aku merasa lega telah meraih semua keberuntungan saat bisa
menyentuh bumi, air, juga segala yang kucari, yang kucintai
lalu berfikir saatnya merenungi; disebut sungai itu adalah air mata mengalir

tapi seperti biasa, selalu saja ada perempuan dan pohon murbei
mematangkan buah jadi ungu tua, lalu meraihku sebagai penyapit,
mencapit segala yang diranumkan abad. di situ kudengar desisku
seperti ulat mendaur dedaun menjadi serat-serat malam

 “Tuhan ternyata aku hanya penanya dan peminta
berlindung di sebuah kemah tanpa tahu jalan, tanpa tahu apaapa”

2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar