Jumat, 30 Agustus 2013

SEBUAH LUKISAN JANIN (Puisi Iverdixon Tinungki)



jangan lahirkan aku sebagai perempuan,
ungkap janin di sebuah lukisan rahim

diamdiam ia ingin meninggalkan segala
bakal dicintai suatu ketika nanti
di negeri beraroma ngeri ini

kucuali kalian cukup kuat mengukur lebar memar
panjang sayatan terlanjur terpeta
pada percakapan hati antara aku dan air mata bundaku


buah cinta tumbuh, sekadar lahir untuk terbunuh

entah siapa akan terpenjara di lembaran visum et repertum
di pagi yang ingkar pada ikrar  hidup mati

di ruang otopsi
dokter ferensik menemukan sepucuk suratku

janin perempuan tak ingin lahir
sekadar mengisi ritus, aturan, dan sihirsihir

barangkali aku tak lagi berharap diagnosa akhir
dimana kekuasaan selalu membelokan arah sungai

padahal, sebagaimana akarnya
sejarah akan selalu mengalir
dari hulu ke hilir

jangan lahirkan aku sebagai perempuan
di kotakota telah membatu itu
di lumbung kesedihan berupa lumpur

aku tak ingin mengulang sebuah pepatah tolol
romantisme sejarah, berhalaberhala agama
luput memahami hikayat larva pada sejarah kupu
yang menerjemah, perempuan pun
punya citacita dan cahaya
sebagai makhluk
sebagai manusia

di prabumulih mayatmayatku akan mencair dalam air seni ibu

mengalir di batangbatang sungai yang lebih menghargaiku
menjadi pupuk bagi semaksemak suplir di tepitepi berbatu

2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar