SAMPAIKAN
SALAMKU PADA JOKI TAMBANG
sampaikan salamku pada Joki Tambang
si burako*) penikam tanah
penenggelam pulau
sembilan dayang di sampingnya
ditikamnya pula
ditenggelamkannya pula
sampaikan salamku pada Joki Tambang
di sampingnya para alkemis
dan penggosok akik yang penurut
Joki Tambang
ya Joki Tambang namanya
algojo penumpas berapa kepala
dari jembatan Soekarno
aku memandang ketakbecusan
gemercik dari mulutnya
menjadi tugutugu kapak
sekali menoleh
harihari akan tumbang
di gerak keningnya
pembela budiman
dan sembilan dayang di sampingnya
mengelukan Joki Tambang adimanusia
di bawah sepatunya seorang ibu
menyembunyikan nyawanya
sampaikan salamku pada Joki Tambang
katakan dari pulau tenggelam
tanahtanah lobang
rintih geram
di mana para alkemis dan penggosok
akik
menyihirnya jadi tugutugu kapak
ribuan perempuan mengutuk
ribuan lelaki memaki
sampaikan salamku pada Joki Tambang
si burako penikam tanah
penenggelam pulau
katakan aku amat marah padanya
*)
Burako
: Sebutan untuk orang bersifat rakus dan tamak dalam bahasa melayu Manado.
MUARA KALI
di
muara kali
perahuperahu
terperangkap
arungan
tak pernah selesai
juga
tapak sepatuku yang tanggal
mengejar
siul kutilang
kaubawa
pergi
anak
kecil dalam diriku
menyeretku
ke tepi lain diri
saat
aku tak kuat memunggungi semua mimpi
dan
bakau terluka melepas aroma nyeri
dari
hutan penuh kabung itu
aku
hanya memandang air mengalir
menghanyutkan
nyanyian
indah
dan suram kehidupan
rumahrumah
kayu miring
angin
barat kencang
meniup
dan terus bertiup
di
atas bubungan ratap
sudah
berpuluh tahun aku mengaji kayuhan
atau
derum mesin memekaki muara
siapa
lagi datang menabung duka
ke
dalam mimpi keruh sebuah kota
di
muara kali
bangkai
kutilang mati
perahu
mengapung sendiri
tersaput
luap mimpi
tak
pernah kaubawa kembali
PERAHU KERTAS
andai
aku bisa mengartikan hujan
tumbuh
dari sayap balam
yang
menebus kagum mata kanakkanak
yang
berlari mengejar perahuperahu kertas
andai
aku bisa mengurai derasnya itu
di
petakpetak tanah tangisan
di
bandarbandar disibuki tanda tanya
sejauh
mana perahu kertas membawa kita
andai
aku bisa menguak rahasia
persaudaraan
cahaya dan kekuatan
riang
daunan menapis raung air mata
akan
kutakik getah pedih kata bergolak itu
buat
merekat perahu kertas kedua
ke
atas kubangkubang tanah air
kendati
ia melaju tanpa arah
andai
aku bisa membangun perahu kertas ketiga
dari
ijazah tak berguna
dari
namanama mati tanpa upacara
aku
ingin berlayar ke rahim hujan
di
tempat ibu menyimpan perahu baja
dan
akan kembali
ke
negeri tanpa andaian ini
bertempur
hingga mati
YANG
TERGUSUR
telah
hancur beribu malam
tempat
bermain kelelawar
di
pinggir sungai ingatan
sayap
belibis yang malang
ketika
sunyi turun ke tengah reruntuhan
menghalau
gaduh
dongengdongeng
tanah kelahiran
ricik
linang ibu hilang impian
bahkan
Chairil tak punya seribu tahun
menafsir
hening sepi makna lengang
akhirnya
tinggal burung gelisah itu
menyambangi
tonggak hitam
kampung
yang terbuncang
mata
yang bakal luput dikenang
beberapa
anak mencoba mengejar mimpi
tapi
bagaimana caranya pergi
naganaga
asing berliur api
membakar
semua jalan buat kembali
o
pribumi
keluarlah
dari batubatu menindih
menengaklah
dengan perangmu
di
atas tanah air yang hilang darimu
karena
kita harus kembali
kendati
dengan cara akar memecah tembok
dengan
caracara sederhana pikiran Wiji
punya
nyawa mengdegupkan gelombang mati
JEMBATAN SOEKARNO
tak
ada yang mengubah tangisan bandar tua
bayangan
kali mengalir rindu dan pilu bersama
atapatap
berkarat
rumah
sesak bersisihan dalam bau sampah
di
sini sejarah seakan rumput splendida
tumbuh
menyemak
menawar
ombak halus digeraknya
juga
gema peluru menjalar menulis kematianku
aku
berguru di jalanjalan, di rawa kemiskinan
sambil
memanggil kapal dan perahu
menyinggahi
mimpi
siasia.
siasia saja
bentang
kota adalah buku tak pernah tidur
menghidangkan
tangisan
menambat
dan menjauh seungu kenangan ruellia
di
bawah jembatan soekarno mengalir sepiku
di
atas menara rajawalirajawali tua
pulas
dan mendengkur
dua
gunung berhadapan berpelukan kesedihan
bayangan
kali mengalir rindu dan pilu bersama
juga
gema peluru
menjalar
menulis kematianku
MARINSOW
segala
hal ikhwal kegelisahan perahu
sekerjap
menari di atas tanah
padahal
sungguh jauh gelombang El Nino
burungburung
memekik panas
tapi
bukan itu digugat puisi
kegaduhan
lebih berbahaya
berhala
pikiran sendiri
anak
dan perempuan di jendela terpaku
binatang
peliharaan tersuruk dalam kurus
terendus
rumput halus tak bergizi
sebagaimana
hari ini, hari esok pun tanpa mimpi
sudah
lama
hujan
belum turun
pedusunan
itu seumpama puisi
melintas
sendiri di pusar sunyi
langit
dan segala pemandangan kelabu
bahkan
pohon longusei
dan
perdu bertaburan menyembunyikan
semangat
patah di cabangcabang
aku
luluh dalam pergola
menyangga
langit kosong Marinsow
di
mata hutan dan dusun
tanpa
kata mengadu
PESISIR ABSURDITAS
burung merapikan mahkota jambulnya
dengan apa kita bertukar kesedihan
istri nelayan itu mengikat
rambutnya
lalu pergi
menyambut jam pasir
berguguran ke hati
yang lapang
menampung
kesakitan
sekian lama
pasirpasir nelangsa
membentuk bukit
asin
tak bisa kautawar
dengan sedekah
bahasa iba
giwang imitasi
pada gestiknya yang lusuh
memperteguh sinar
matanya
menerima semua
mimpi retak di tanah
dipijak dan
dipijaknya
tanpa menyesal
bolak balik
menyaksikan bulan jatuh
ke dalam gantang
air mata
di sana ia menakik
resah
kerut merut usia
dipulasnya dengan
sabar. lalu
kesekian ribu kali
ia pergi
menyongsong
suaminya akan kembali
dari laut yang
mengajari keteguhan
barangkali membawa
segantungan ikan
ciuman, dan perih
masih sama dengan jejak balam
seperti sediakala
hidup pesisir
dilalangi
keseharian nyaris mustahil
tapi begitu
niscaya mereka berkecupan
dan ia di sana
menghitung purnama
dengan anakanaknya
sambil menahan
keinginan mati menumpuk
bahkan juga
menahan lapar
seperti
anjinganjing melolong
mengunyahngunyah
kegelapan
setelah itu
ia mengendap
menuju balebale
sebagai perempuan
sebagai ibu
dengan segenap
rahasia
menyusun kembali
senyuman
dan bila dini hari
datang
seperti potret
yang mengulangi senyuman
di depan tungku
api
ia menyembunyikan
air mata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar