PUISI IVERDIXON TINUNGKI
MENYAJAK MALAM YANG TERTINGGAL DI OIKANO
sudah kita bawa pulang
segenap cinta yang matang
balun gelombang
dan kecupan tak berkesudahan
lebih seperempat abad
kita berpelukan dalam hati yang nanap
dengan perasaan musikal
lagulagu dan masakan, juga pertengkaran kecil
yang timpas di atas kudus pembaringan
bila hari ini, kita tinggalkan malam gembira di oikano
malam lain tetap saja sentilan yang manis dikenang
dulu di pulau,
kita berperahu dengan ceracau lucu
kita bernyanyi, menyamak terpaan angin
di atas laut tak letih menjungkit gemersik
bukit karang menjentang
sepasang elang bercinta menjelang malam
kita kembali pulang dengan kenangan yang matang
di hari lain aku menggendongmu menyeberang kali
dan anakanak kita tertawa mendengar cerita menggelikan itu
seyogianya, rumah tangga itu bagai lakon
yang antagonis adalah kita yang gagal melawan lupa
dan pelukan pertama tak lagi kita ingat itu merah
di hari bergerimis seperti ini
di restourant oikano, di bibir fasifik yang menderu
kecupanmu serasa kantata
menyajaki malam jangan sampai hilang
jangan sampai kita lupakan
BUAT RAHADIH GEDOAN
di dunia ini, penyair mana tak punya luka
sejak puisinya tercipta. bahkan aku butuh sebuah payung
untuk menafsir tangisan di bawah hujan yang tajam
karena penyair adalah seseorang yang lahir dari rahim
empedu
dua belas bulan mengambang di bawah matahari dan malamnya
pabila engkau mencintai gadis rekaan
seperti Daenerys Targaryean, bersiaplah terbakar.
karena perempuan adalah salju
api
ia naga paling liar di bumi
yang mesti kita cintai
tapi bagaimana caranya kita takkan mati dalam tafsir
sebagaimana Arya Stark membiarkan hidupnya mengalir
karena apa yang bukan sungai api dalam jiwa penyair
kita berkalikali membuat rekaan wujud kita sendiri
kita berkalikali menyangkali bahwa kita bukan
Ramsay Snow Bolton, sementara tak sedikit mayat
terbujur mati dalam kata yang
kita kenduri
BUAT VICK CHENORE
bukankah kata yang kau tajamkan dalam peluh
akan jadi peluru, dan peluh yang terlukis dalam rahim
adalah penjelmaan kekasih dan api
sejak tercipta diendapan nama kita,
rumah seniman itu air mata. pisau, dan bahkan
harihari kelabu dari sebuah jubah abu
tapi, tak ada yang bisa melukai tangisan
ketika ia menguntit cara kita yang berani
mencintai detikdetik yang mati
bukankah yang paling bersedih adalah kekasihmu.
karena ia kanvas perjamuan paling suci dari gebalau
untuk kembali melahirkan kita dengan nyawa
kesakitan semua makhluk
dan kita akan selalu tiba di hari seperti: Lahiri
menghaluskan pucuk bunga yang sebentar
merekah,
dan menjatuhkan segala yang kisut dan tua
ke dalam liang makna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar