DRAMA NATAL
DURASI 20 MENIT
TAMU SENJA
Ide cerita/
Naskah : IVERDIXON
TINUNGKI
II Korintus 5:17
“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus,
ia adalah ciptaan baru:
yang lama sudah berlalu,
sesungguhnya yang baru sudah datang.”
Sinopsis :
Di satu senja menjelang Natal, Melati menemukan seorang lelaki kumal lagi
terbaring lemah di bangku taman rumah. Karena kasihan, Melati membawakan ia air
dan sedikit makanan. Sejak itulah Melati bersahabat dengan sosok esentrik
bernama Primus Senja (33). Pertemuan dengan Primus Senja yang ternyata adalah
seorang penyair cerdas tapi memilih hidup berkelana dan suhud, membuat Melati
mengagumi lelaki itu. Persahabatan Melati dengan Primus Senja menjadi pokok
keprihatinan seisi rumah, sekaligus memicu persoalan yang sungguh dramatis. Tamat.
PEMAIN:
PRIMUS
SENJA :
Lelaki 33 tahun. Penyiar esentrik
MELATI : Anak Perempuan
usia 11 tahun. Penyuka sastra.
SONY :
Kakak lelaki Melati 14 tahun. Pengasih.
IBU
MARTA :
Ibu Melati 40 tahun. Tegas dan disiplin.
OM
BEGO :
Pembantu rumah tangga. 27 tahun. Kocak.
SOLIS : Penyanyi
KONSEP PANGGUNG :
Beranda rumah sebuah keluarga.
Di beranda itu ada satu set meja dan kursi yang teratur rapih. Ada Pohon
Natal
Di samping beranda ada taman bunga kecil dengan sebuah bangku panjang.
BAGIAN I
Sayup
terdengar lagu instrumentalia Natal.
Di
taman suatu sore. Hari menjelang
malam .Seorang lelaki berpakaian jaket panjang kumal sedang terbaring di bangku
taman. Ia tampak demam. Wajahnya tirus seperti kelaparan. Tak berapa lama MELATI datang memberi ia segelas teh hangat dan beberapa potong
kue. Lelaki itu bangun duduk menerima pemberian MELATI, lalu seperti orang kehausan dan kelaparan ia langsung minum
dan makan kue. Setelah itu ia menatap MELATI
dengan sinar matanya yang ceria.
PRIMUS SENJA :
Namaku Primus
Senja.
MELATI :
(tersenyum)
Aku Melati Pak.
Panggil aku Melati.
PRIMUS SENJA :
(agak misterius)
Di matamu
berpendar cahaya Nabi dan Tuhan.
Kebaikanmu
seperti hutan.
MELATI :
Melati tak
mengerti pak. Apa si yang mau bapak katakan?
PRIMUS SENJA :
Kau adalah
kasih. Kasih adalah kau. Maukah kita berteman?
MELATI :
Iya pak. Tuhan
Yesus mengajar kita untuk selalu berteman.
PRIMUS SENJA :
Di surga, Tuhan
Yesus pasti tersenyum melihat kebaikan hatimu.
MELATI :
Terima kasih doa
bapak. Tuhan Yesus pasti juga tersenyum untuk Bapak.
(Melihat lelaki itu agak demam)
Bapak kelihatan
demam, sebentar aku ambil obat ya.
MELATI beranjak keluar. PRIMUS SENJA, lelaki esentrik, berjubah panjang kumal, tampan tapi
tidak terurus itu tiba-tiba berdiri dengan gaya teateral di atas bangku taman.
Wajahnya penuh ekspresi. Matanya seperti sedang mengikuti perjalanan
beribu-rihu burung mengarungi bentang awan di atas langit tinggi. Jari-jari
tangannya bergerak-gerak kemudian bergetar, tubuhnya kemudian bergerak seperti
mengikuti irama mistis dari alam, lalu ia mulai bersuara:
PRIMUS SENJA:
Langit pada langit. Padaku
diriku. Aku dan kau apa mau.
Bila maut. Aku takkan berlari. Menanti
aku di bumi diri.
PRIMUS SENJA
mematung sejenak dengan ekspresi teateral. Masuk BOGO (sang pembantu) yang datang dengan gunting mau menata taman
langsung melihat lelaki itu.
BOGO :
(bicara ke penonton)
Wah. Ini manusia gorango ini
komang. Dulu di perempatan sana.
Sekarang so nyasar ka taman ini.
Kiapa ndak jadi pokpok di pohon
beringin jo.
Tidak peduli dengan kehadiran BOGO,
PRIMUS SENJA kembali melanjutkan puisinya dengan gerakan lebih teateral.
PRIMUS SENJA:
Bila burung, bila mimpi. bilamana
kamu mencari
seluas langit itu aku takkan berlari.
sekali mati mata mengatup
Tuhan. Aku takkan bersembunyi.
PRIMUS
SENJA mematung lagi sesaat, lalu
memberi hormat kepada BOGO, yang
jadi penonton satu-satunya di senja itu.
PRIMUS SENJA kemudian turun
dan duduk di bangku.
BOGO:
(ke Primus Senja)
Pak. So nyanda mentas di perempatan sana?
PRIMUS SENJA:
Panggungku bisa di mana saja. Sekali waktu bisa di hatimu.
BOGO :
Bagaimana caranya mentas di hati saya?
Apa bapak punya kesaktian kong bisa nyelusup ke hati saya?
PRIMUS SENJA:
Jiwa kering. Sungai hidup yang malang
PRIMUS
SENJA, beranjak pergi meninggalkan
BOGO yang terpaku oleh kata-kata yang terasa misterius baginya itu.
BOGO :
(seperti merenung)
Jiwa kering. Sungai hidup yang malang…
Apa depe maksud? Ah…ndak mangarti kita.
Dasar pokpok, depe kata-kata sulit mo mangarti akang.
BOGO
kemudian memulai pekerjaannya menata taman
itu. Tak berapa lama datang MELATI
membawa segelas air putih dan obat. Mendapati
PRIMUS
SENJA tak lagi di taman itu, ia bertanya ke BOGO.
MELATI :
Om Bogo…Ke mana lelaki yang tadi
di sini?
BOGO :
So ka sana. kiapa dang?
MELATI :
Ya… Itu sahabat saya Om Bogo.
Dia seorang penyair.
BOGO :
Yailah, depe muka kwa kremos
bagitu, jadi kita kira dia penyihir.
MELATI:
Jadi Om Bogo mengusirnya ya?
BOGO :
Depe model rupa gorela bagitu
ndak mo user.
MELATI :
Ah, Om Bogo ini memang
keterlaluan!
Masa menilai orang dari muka dan
penampilan.
MELATI, beranjak
pergi menyusul PRIMUS SENJA. BOGO
tiba-tiba merasa aneh dengan tingkah MELATI.
BOGO :
Kiapa Melati boleh batamang deng
Gorila utang bagitu.
MUSIK mengeras dan
kemudian lembut kembali. IBU MARTA masuk
mengantung dekorasi di beranda rumah.
BOGO :
Bu Marta, Melati
ada tamang lelaki tua aneh.
Nyanda jelas
depe orang. Adoh depe muka rupa gorango bintang bu.
IBU MARTA:
Ah masa?
BOGO :
Iyo ibu Marta.
Butul ini
IBU MARTA:
Melati selalu
saja bikin sensasi.
BOGO :
Bukan apa-apa no
bu. Cuma kita kuatir no mo jadi apa-apa
Kalau orang itu
penculik anak gimana?
IBU MARTA :
Wa gawat.
BOGO beranjak keluar. Tak
berapa lama masuk MELATI.
IBU MARTA :
Melati dari mana
kamu?
MELATI:
Dari perempatan
sana bu. Antar obat sama bapak yang sakit itu.
IBU MARTA :
Melati, pokoknya
ibu tidak suka kau berteman dengan orang tak dikenal.
Sembarang saja
kamu, tidak tahu siapa dia, kamu
langsung dekat
dengan orang
seperti itu.
MELATI :
Dia kan bukan
penjahat bu.
IBU MARTA :
Emang kamu tahu
dia bukan penjahat?
MELATI :
Tidak tahu.
IBU MARTA :
Tidak tahu, kok
dipercaya.
Pokoknya, kamu
jangan lagi berteman denganya. Mengerti?
MELATI :
iya bu.
IBU MARTA beranjak keluar.
MELATI:
(kepada penonton)
Orang sebaik Pak
Primus dilarang bersahabat sama Melati.
Emangnya,orang
yang harus jadi sahabat Melati kayak apa.
Tertunduk
berpikir di kursi dekat meja di beranda, sambil jari-jarinya memainkan pulpen
di tangannya. Tiba-tiba MELATI
tersenyum seperti mendapatkan ide.
MELATI:
(kepada
penonton)
Kalo bersahabat dilarang,
mengasihi kan tidak dilarang.
Berarti, kalo
Melati kasih air minum atau makan ke Pak Primus,
itukan bukan
karena persahabatan,tapi karena kasih.
Bukankah Tuhan
Yesus mengajarkan kita untuk saling mengasihi.
MELATI beranjak keluar. MUSIK mengeras petanda hari telah
berganti.
BAGIAN
II
PRIMUS SENJA tiba-tiba mucul dan duduk di taman. Tak
berapa lama masuk MELATI membawa
sepiring makanan, dan segelas juice apel untuk lelaki itu. Melihat MELATI, wajah PRIMUS SENJA berubah riang.
PRIMUS SENJA :
Wah, sahabat kecil, kamu tak usah repot begini.
Bapak ke sini bukan cari makan atau minum.
Bapak cuma ingin membaca puisi di matamu.
MELATI tersenyum, lalu
meletakkan piring makanan dan gelas Juice apel di bangku dekat PRIMUS SENJA, kemudian ia duduk di
bangku itu.
MELATI:
Pak Primus, sejak hari ini, kita takkan bersahabat
lagi.
PRIMUS SENJA agak terkejut
dengan pernyataan MELATI .
PRIMUS SENJA :
Wah! Kalau kita tak bersahabat lagi, kenapa Melati
bawakan Bapak
makanan dan minuman ini?
MELATI :
Kerena kasih. Tuhan Yesus sendiri pernah bilang,
kasih lebih tinggi dari persahabatan.
Kasih berlaku untuk semua orang, entah sahabat atau
bukan.
Melati akan selalu mengasihi Bapak. Seperti Yesus
mengasihi kita.
MELATI berdiri dan beranjak pergi. Di
mata PRIMUS SENJA terasa air matanya
mulai membenih.
PRIMUS SENJA :
(Kepada dirinya
sendiri)
Ia sungguh sebuah puisi. Menjelma jadi diri.
(Tiba-tiba
menerawang ke suatu peristiwa lain)
Melihat anak itu, aku jadi ingat Kinanti anakku.
Kalau ia tidak meninggal, mungkin aku masih punya
matahari kecil seperti itu.
Mengapa nasibku, tidak seberuntung orang lain
Allahku.
PRIMUS SENJA, kemudian
menyantap makanan dan minuman yang di bawa MELATI
dengan perasaan haru dan sedih yang dalam. Kemudian pergi.
Sementara
MELATI masuk melihat kepergian PRIMUS SENJA dengan sidih, lalu berjalan
menuju taman dan duduk di sana.
MELATI :
Kasihan. Pak
Primus pasti sedih.
Apa yang harus
kubuat Tuhan, hingga orang kesepian seperti itu
bisa bertemu
kegembiraan.
Tak
berapa lama masuk SONY menemui MELATI.
SONY :
Melati!
MELATI :
Iya kak.
SONY :
Kenapa kamu? Ibu
marah padamu ya?
MELATI :
Iya kak. Kakak
marah juga ya?
SONY :
Tidak. Bagaimana
kakak bisa marah kepada adik
yang suka
berbuat baik kepada sesama manusia.
Cuma kakak
khawatir,Melati kan tidak kenal betul orang itu.
MELATI :
Menurut Melati
Pak Primus itu orang baik kak.
Hanya
penampilannya saja yang aneh.
Dia cerita ke
Melati, katanya anaknya mirip sama Melati.
SONY :
Oh begitu.
(Prihatin melihat adiknya tampak sakit)
Kamu tampak
sakit Melati. Mukamu agak pucat.
MELATI :
Iya kak, kepala
saya terasa pusing.
SONY :
Kalau begitu
kamu masuk dan istirahat.
MELATI beranjak keluar tertatih diantar
SONY. Musik mengeras lalu Lembut
petanda waktu berganti.
IBU MARTA masuk ke
beranda wajahnya tampak sedih.
IBU MARTA:
(bicara ke diri
sendiri)
Mengapa Melati bisa sakit ya.
Apakah ia depresi karena merasa tertekan.
Tak
berapa lama BOGO masuk. Di tangannya ada sebuah Koran.
BOGO :
Eh…Bu Marta,
coba lihat berita ini.
(Memperlihatkan
Koran yang dibawanya,lalu membaca judul sebuah berita )
BOGO :
(Membaca judul berita)
Marak Aksi
Penculikan Anak. Masyarakat Diminta Waspada.
BOGO langsung
menyerahkan Koran itu ke IBU MARTA.
IBU MARTA sesaat membaca
berita di Koran. Seperti ada perasaan ngeri terekspresi di wajahnya.
IBU MARTA:
Saya harus
waspada. Jangan-jangan, lelaki kumal
sahabat Melati itu,
bagian dari sindikat penculik anak. Saya tak
boleh lengah.
IBU MARTA, meletakkan Koran
di meja dan duduk di sebuah kursi. Sementara BOGO beranjak keluar. Masuk SONY
membaca koran di atas meja dan
duduk di kursi dekat meja bersama
ibunya. Tak berapa lama muncul PRIMUS
SENJA.
PRIMUS SENJA :
Selamat sore bu.
Maaf mengganggu.
IBU MARTA, mengangkat
muka dan agak terkejut melihat penampilan PRIMUS
SENJA yang nyentrik dan kumal.
IBU MARTA:
Ini kayaknya Primus
Senja ya.
PRIMUS SENJA :
Iya. Saya Primus
Senja bu. Saya sahabat Melati.
IBU MARTA:
Iya saya tahu. Lantas
ada perlu apa?
PRIMUS SENJA :
Apakah saya bisa
ketemu Melati.
IBU MARTA:
Emangnya, mau
ketemu anak saya ada perlu apa?
PRIMUS SENJA :
( Mengeluarkan
selembar kertas berisi puisi)
Saya hanya
bermaksud, memberikan puisi ini padanya.
IBU MARTA:
Saya kira, anak saya masih terlalu kecil untuk memahami
sebuah puisi.
Maaf, saya tak
menginjinkan anda,bertemua anak saya lagi.
PRIMUS SENJA :
Hanya sebentar
saja bu.
IBU MARTA:
(keras)
Tidak!
PRIMUS SENJA :
(Kecewa)
Terima kasih bu.
IBU MARTA beranjak keluar. PRIMUS SENJA beranjak pergi dengan
segumpal perasaan perih di hatinya. Melihat
keadaan itu, SONY menyusulnya, dan
mereka bercakap di taman.
SONY :
Aku mohon maaf, ibuku
memang sifatnya keras.
Untuk melindungi
anak-anaknya, tentu ia harus begitu.
Moga Pak Primus
mengerti.
PRIMUS SENJA :
Meski bapak kecewa tidak bertemu Melati, tapi bapak senang,
Melati ternyata
berada di tangan yang tepat.
Seorang ibu yang
dengan sungguh-sunguh,menjaga anaknya.
SONY :
Melati cerita ke
aku, anak bapak katanya mirip sama dia.
PRIMUS SENJA :
Bahkan
sifat-sifatnya mirip. Melati dan Kinanti anakku,
seperti sepasang anak kembar. Saya seakan
mendapati Kinanti
hidup dalam diri
Melati. Sayang Kinanti meninggal
tertabrak mobil
bersama ibunya (SEDIH). Setelah bertemu Melati, rasanya,
sudah saatnya
bapak kembali ke kampung. Bapak pergi dulu.
PRIMUS
SENJA, beranjak
pergi. SONY ikut beranjak keluar.
MUSIK mengeras, dan kemudian mengecil
lagi petanda waktu berganti.
BAGIAN
KE III.
Sayup terdengar
lagu Natal.
IBU MARTA masuk dan duduk
di kursi beranda. Pikirannya tampak berat memikirkan Melati yang jatuh sakit.
IBU MARTA :
Besok natal
segera tiba. Tapi Melati sakit begini, hatiku jadi sedih.
Barangkali,
kalau saya mempertemukan lagi Melati dengan penyair itu,
semangatnya akan
pulih kembali. Tapi di mana ya bisa ketemu orang itu.
Tiba-tiba
masuk SONY. IBU
MARTA meminta Sony mendiskusikan solusi untuk memulihkan semangat MELATI.
IBU MARTA :
Kita harus
mempertemukan Melati dengan penyair itu.
SONY :
Tapi apa penyair
itu mau. Ibu kan pernah bicara keras padanya.
IBU MARTA :
Barangkali kalau
ibu minta maaf padanya,Ia bisa mempertimbangkan
mau atau tidak. Yang
jadi persoalan, di mana menemui dia.
SONY :
Apa ibu memang
sungguh-sungguh mau mencari Pak Primus Senja itu?
IBU MARTA :
Ya, demi anak
ibu, tentu ibu siap melakukan apa pun.
SONY :
Sony tahu di
mana Pak Primus tinggal.
IBU MARTA :
Kau tahu dari
mana?”
SONY :
Sony kan
kakaknya Melati. Nah, sebagai kakak tentu aku punya naluri melindungi adikku.
Jadi pas tahu
Melati berteman dengan penyair itu, Sony langsung menyelidiki
siapa orang itu.
Di sini dia tinggal dengan familinya.
Bahkan Sony
pernah datang ke rumah familinya,
bertanya ke
mereka soal Pak Primus itu. Mereka bilang
Ia orang
baik-baik. Memang dia seorang penyair. Di kota ini,
ia sekadar
datang melipur duka hati karena kehilangan istri dan anaknya di kampung.
IBU MARTA :
Wah, ternyata
kamu sudah selidiki dia ya.
SONY :
Ya iya. Itu
salah satu cara melindungi adikku.
IBU MARTA :
Coba kamu cek
apa dia masih di sana.
Kalau masih,
Sony dan ibu akan ke sana.
SONY :
Oke bu. Siap
kerjakan.
Mereka
semua beranjak keluar. MUSIK mengeras
kemudian melembut.
BAGIAN
IV
IBU MARTA, tampak
menuntun MELATI di sebuah kursi roda ke beranda. Suasa agak sedih dan haru.
IBU MARTA :
Melati harus
cepat sembuh.
Di hari Natal
ini, ibu minta maaf bila telah membuat hati Melati sedih.
Tapi Melati
harus tahu ibu sangat sayang sama Melati.
MELATI :
Melati juga
sayang sama ibu, dan Kak Sony.
IBU MARTA :
Ibu punya kado
special buatmu di hari natal ini.
Apakah Melati
suka dengan kado dari ibu?
MELATI :
Hari natal itu
selalu ada di hati Melati bu.
Cuma Melati
sedih, banyak orang yang tidak bahagia
di tengah
suasana natal seperti ini, seperti Pak Primus itu.
Anaknya adalah
matahari baginya.
Melati tak bisa
membayangkan seseorang hidup tanpa matahari.
Tapi sayang ibu
kepada Melati merupakan matahari
dan kado
terindah ibu dalam hidup Melati.
Tuhan Yesus
pasti tersenyum buat ibu.
Di
tengah suasana haru itu, tiba-tiba masuk Solis
menyanyikan sebuah lagu Natal. Sementara SONY
membawakan lilin Natal ke MELATI diikuti
OM BEGO. Sedang di atas bangku taman
berdiri PRIMUS SENJA membacakan
puisi untuk MELATI. IBU MARTA dan MELATI berkaca-kaca.
OM BEGO tampak haru. Saat puisi itu
selesai dibacakan MELATI berlari ke
memeluk PRIMUS SENJA yang telah
membukakan tangannya untuk mendekap MELATI.
Sungguh keharuan itu pecah di sana.
LAMPIRAN PUISI PRIMUS SENJA :
PUISI UNTUK MELATI
Dari Kinanti ke Melati
Surga membawaku
ke sini
Tubuh garam dulu
kering dalam fajar dan malam
Mencair
Mengisi sabanah
dan kaldera yang lama tirus
dan runcing oleh air mata
hingga senja
benar-benar tiba di langitku
mata itu
mata melati
kinantiku
memendar
sayap-sayap cahaya yang halus
membawa
jalan baru yang lurus
begitu aku
menyusur hatinya
pada perjalanan
tamu senja yang selalu berakhir di tepi duka
di tepi luka
aku melolong
saat tangisan
itu memaksa
seakan aku gila
karena siasatku sendiri
menepis
kehilangan
tapi pada
matanya
mata anak-anak
yang selalu luhur membersitkan sayang
aku menemukan
telaga
dan desir angin
yang tak pernah pucat
atau pasi oleh
sepi
Terima kasih
Melati
Kau telah
memberiku beberapa catatan senja
Tentang kasih
yang takkan retak oleh cuaca.
Selamat Natal
Melati.
TAMAT
Revisi November 2016
Iverdixon Tinungki
085343976992.
(dilarang
dipetaskan tanpa seisin pengarang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar