DATANGLAH KAMU ABADABAD DEPAN
datanglah
ke negeriku. ke pulau kapur yang menulis semua
amarahku.
gelombanggemobang tragedy yang meluluhkan
tunastunas
sejak dari tanah sejak dari rencana tumbuhnya
datanglah
ke negeri burungburung berjatuhan letih mencari
pohon
yang tibatiba tersembunyi sebagai peta rahasia yang
mengelak
berjuta mata menatap daundaun mengelopak
sebagai rimbun perteduhan
datanglah
kekabung pemandangan yang memberimu aroma tubuh
terluka.
padangpadang kesakitan didera katakata yang kokoh
melumpuhkan
terang kegembiraan hingga tak ada lagi harapan yang
kita
saksikan di atas tanah di atas pulaupulau yang kini tampak bagai
tonggaktonggak
geram yang layu di mata yang terus mengabur
dalam
rahim tua yang pilu
datanglah
ke gemerincing bukitbukit pasir dari jutaan hati yang
membatu
yang hancur dalam kiasankiasan puisi yang menyisakan
bunyi
gergaji yang parau yang sesak tanpa mahligai tempat
wahyuwahyu
turun dan bunyi terompa mengemuruhi lagulagu
pujinya
yang rupawan
datanglah!
datanglah ke liangliang tikaman. ke renung yang
bergelimang,
yang bergelimpang amis kisahkisah yang tak
dipedulikan
ujungujung pena. bahkan kematiannya telah
dilupakan
sebelum ia benarbenar rubuh. sebelum ia
benarbenar
menghembuskan nafas
SEPEMANDANGAN DI PULISAN
betapa
lembut kesedekaan murai
menghaluskan
pemandangan ladang
dan
segenap litir ingatan petani
akan
harga peluhnya
kelak
anakanak tinggal mengenang pemandangan ini
bagai
mural di dinding ingatan akan desa
sebab
ada ketika segala yang mereka miliki
menjadi
serpihan saja
menjadi
seduh yang ganjil
menjadi
petak bata yang memagar
menghalau
mimpi bersemi di tanah ini
desa
selalu surga yang hilang
dalam
bualan binal mercon kekuasaan
katakata
tolol yang silau dilontarkan dengan angkuh
jatuh
jadi segerombolan api tak mengerti gigil
air mata
desa
selalu mural yang guram
yang
indah cuma sebentar
dan
para petani kemudian mengurau kepedihan mereka
dengan
ceritacerita bertuah sesungguhnya jemu
dilafalkan
lida
ANAK ANAK ITU
PADA AKHIRNYA
--buat Vick dan
Aldes
anakanak itu pada akhirnya sebuah kantata di atas jalannya
sendiri. yang ditata dari batubatu berserakan, udara
dingin
kesepian, damardamar yang dilupakan di hamparan
kegelapan. dan mereka pasti menemukan hariharinya
yang
lolos dari reruntuhan masa lalu. dan mereka melaju seperti
embusan angin menembus tinggi dan landai kehidupan.
dan
akan berdiri di panggungpanggung mereka sendiri
dengan
gemuruh kemenangan bernyawa api. mereka akan
bersenandung atau bernyanyi melipat kebanggaan yang
tak harus dikibarkan berlebih karena selalu ada
puncak lain
menanti taklukan
pada hari seperti ini sungguh aku merasa bagian dari
manusia
lalai yang hanya punya seretih api mendetaki jantung
mereka.
selebihnya aku diasingkan ambisi tak bernyawa di
ujungujung
pedang berlumur noda tangisan. pada hari seperti ini
sungguh
aku belukar penuh jebakan tanpa setangkai mawar atau
lagulagu penghiburan yang dapat kunyanyikan untuk
mereka.
aku tahu mereka sering menangis oleh kesusahan. tapi
anakanak
itu terus berjalan tanpa sesal bersama lukaluka yang
datang dari
sayatanku. bahkan mereka mengecupku di malam hari
seakan itu
hadiah untuk penyesalanku
anakanak itu pada akhirnya adalah unggas yang cantik
meniti
sonata dahandahan kehidupan. pertarungan mereka
menerbitkan
sayapsayap yang gigih mengepak melampaui renunganku
akan
batasbatas yang tak terjangkau oleh tanganku oleh nafasku. kini
aku adalah penonton keramaian mereka sambil
teranggukangguk
dalam pukau kemajuan yang melesat penuh keyakinan.
penuh
perasaan riang
TENTANG TANAH KECERIAAN
sungguh
aku merindukan tanah keceriaan tempat
pucuk
pohon mempercayai akarnya tenggelam, kian
ke
dalam menggali kehidupan. di sana bulan
mengambang
memuisikan pemandangan bantaran
yang
memperdengarkan erangnya. bila petani
menaklukan
halhal luhur, apalagi lebih dari itu
yang
patut kukenang
seekor
burung bertengger di desau ombak adalah
pencerita
yang menggagas perahuperahu astral
sebegitu
sabar melayari nafas dan renungku. bahwa
tak
ada yang tinggi dihadapan sayapnya. tak ada
yang curam di kaki yang selalu ingin berjalan
penyajak
adalah mereka yang menyajaki embun
merambat
di sepetak daunan yang seribu tahun
kemudian
menjejar sebagai hutan
sungguh aku merindukan keceriaan yang mengalir
bagai gema itu. gema yang meringkus
mimpiku ke dalam
matahari, angin, laut dan bunga hutan
menjadi
mata kehidupan. sungguh aku merindukan
saatsaat itu
saat
dimana burungburung mendandani bulir hidupnya
di
sedepa tanah tempat benih sajakku yang pertama
membawakanku
kecupan gadis berbau daun pandan
SAHABATKU JONI
sabankali ia lewat, aku melihat kenangan ikan
di pundaknya. ikanikan yang melesat dari
reruntuhan
laut di matanya. ikanikan yang
berlindung di bawah
bayanganbayangan Tuhan. ada kilatan
silau, dan
jeramjeram berkelok tajam. membentuk
gambargambar
antara pilu dan kegembiraan.
sebagai anak pesisir yang ceraiberai.
tak kutemukan
lagi harihari kami yang bergulir dalam
kegembiraan itu.
di langit hanya pilu dan jeram lain
diarungi jalak,
elangelang perantau, dan merpati yang
binasa.
burungburung itu beranjak menghindar
gaduh kota
yang kian melebar membentang genitnya
sedang pada suatu pagi kami samasama
melihat
kupukupu
menetas di tembok gedung. gedunggedung
angku itu bangkit mencibir sayapsayap
kecil yang tumbuh
sebegitu rapuh . memang setinggi apa
orangorang payah
bisa terbang. tapi yang berlindung dan
tertawan di bawah
kemegahan memuaskan mata adalah mereka
yang tak
berani mengarungi kehidupan. di
pojokpojok itulah para
bandit merampas semua katakata manis
dengan lidah
penuh darah
sabankali ia lewat, aku melihat kenangan
kana yang
padam dari irama suaranya yang menipis.
tak kutemukan
lagi kelimpahan laut utara yang dulu
melepas jutaan ikan
dari cangkangnya. ia seperti mengajakku
samasama
berenang dikencang arus yang baru saja
tiba melintas
jeram curam di dadanya. ia seakan hanyut
didera kebutuan
dan harihari berlalu begitu saja di
pudaknya
kadang ia datang ke rumahku, kadang
sebagai Joni,
kadang sebagai satu dua kenangan ikan
yang terjala oleh
waktu. kami bercakap sebagai dua piatu
tentang empat
puluh tahun kami merayai laut yang hilang itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar