PUISI-PUISI KARYA IVERDIXON TINUNGKI
KUPU, BUNGA, DAN SEORANG GADIS PIATU
jam
berapa sekarang;
itu
pertanyaan terakhir kupu
beku
di subuh ketujuh
bungabunga
menyimpan jejak hinggap
terlalap
api
hari
berlalu
cepat
mengubah
percakapan
jadi abu bersayap
sungguh
piatu gadis dipuisikan
kupu,
bunga, dan waktu
aku
memungut debunya
di
pinggir supermarket
di
ruang telepon umum
tapi
apa yang berdering
selain
tangis yang melengking
kenangannya
mengering
dan
hanya makam kecil di udara tak bernama
tempat
ia menyelip ziarah
semua
katakata yang pecah di dada
ayah
ibu gelombanggelombang sedih
didaur
pohon berdaun merah
di
perempatan jalan pulang
ke
puingpuing rumah yang hilang
kupu,
bunga dan gadis piatu itu kembali bertanya;
berapa
ribu retak mataku kau simpan
sebagai
rindu yang hampa
MALAM AMURANG
ada
yang lepas dari ranting kapas
pijar
putih bunga merah tengguli
menyergap
bau ombak
saat
kususur jalan hilang itu
jalan
lain datang
merangkul
persaudaraan angin
di
tepi malam muram
menggali
desir lama terbenam
bau
tawa
bau
rawa yang terkunyah
penyihirpenyihir
dan realitas barunya
telah
menebang bahasa kita tuguhkan
putik
bunga, kapaskapas berguguran
di
tengguli warna perkabungan
begitu
cepat semua berubah
tak
terkejar nafas terbatabata
semua
menjadi orang asing
dicekik
beragam bising
dan
kita berpisah sebagai batangbatang angin
di
ruas sunyi masingmasing
POHON
KESEDIHAN
tak ada burung hinggap
semua kalibri pergi jauh menyeberang
ke hutanhutan
ke kaki langit masih menyisahkan riang
di dekatnya hanya super blok yang sibuk
aura laut dan gerimis asin
menampar pesan hitam yang mengerut
di puncuknya cuma ada solilokui
meratapi diri
sekujur tubuh terbakar udara
tak ramah merayapi pucuk kehidupan
barangkali pertengkaran terus membujur
pemandangan ringkih di batangnya
di akarakar kepalsuan menyelinap
dengan tawa gemuruhnya
sementara orangorang murung
letih dengan serapah
lebih lama mendoakan; semoga daundaun gugur
mengisi penghiburan
tinggal itu mungkin keinginan bertahan hidup
menyaksikan pulau dinaunginya
digenangi ruparupa air mata
NASIB
CABANG TERGENGGAM
temukanlah
isak sesak
sebilah
cabang tumbuh dalam genggam
di
sana puisi para penyair
segambaran
akar tanpa hulu dan hilir
dan
kau akan terkejut
di
bawah masa lalu tak berbayang itu
memandang
padang kesunyian tak bergerigi
hanya
melayang tidur tanpa mimpi
kau
terbangun di atas bantal ratapan
berguguran
dalam hatimu sendiri
dan
engkau akan semakin gelisah
mata
dan cahaya saling menipu
bila
engkau mencintai
segala
gejala melintas tanpa diri
kau
bertanya timur barat dari semua arah
tapi
terjaga dalam sebuah rumah lapuk
dikitari
gelombang isak lebih ungu
tergeletak
dihadapan panggilan maut
bersama
matahari yang tega kau bunuh
karena
kau benci panasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar