Meski tak kujangkau tapi hatiku melihatnya . bahwa Tuhan di sana
Memainkan harmonika pada senyum dan cemberut kau bagi setiap pagi
Pun ketika aku mengaso, orkestraNya di nafasmu. Kau mendoakan esokku
Mama o emak…aku terlambat menuliskan sajak. Tapi aku ingat matamu
Sebuah bumi penuh bunga. Indah, dan bagus sekali..di sana airmatamu
Menyemai nafasku sambil menyetrika baju agar aku gagah di ujung tahun
Lalu kau tertawa di perapian mendengar aku berlari mengejar layangan
O emak…aku juga ingat gorengan ikan yang kupancing
Kita berbagi, emak juga lahap menyantapnya dengan panggi*)
Lelaki harusnya menjadi leleki, begitu katamu tanpa menatapku
Anak selalu terlambat mengerti, seperti sajak yang terlambat ditulis ini
Ketika di ladang kau kisahkan perjalanan bunga alangalang tertiup angin
Ternyata setiap manusia punya waktu dan padangnya sendiri
Dan aku harus melepas anakku mengejar layangan, lalu mengisahkan alangalang
Mama o emak… aku juga mengajak mereka memancing di pesisir yang itu
Lalu menggoreng ikannya , berbagi sambil berkata: nak jadilah dirimu sendiri
17 Juli 2011
*) Panggi: Ketela pohon (Bahasa Talaud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar