Senin, 26 September 2011

TALAUD *) (Puisi Iverdixon Tinungki)

 
puncak piapi menyimpan rahasia hutan
magma gunung telah lama mati tertimbun humus
melecutkan pucuk kayu hitam dan besi menjejar langit
dalam barisan pohon, batang rotan dan semak pakis
bertempur seperti serdadu kelembaban
mengalahkan angin kering melayukan urat

nyanyian luri di resik zaman
mengabar gemuruh lebat hujan tropis
mengkilapkan sayapsayap merah hijau birunya di labirin awan
memayungi kebun palawija, kacangkacangan yang gemuk
kelapa, cengkeh, cokelat, kopi, sagu, aren tegak bahagia
kegembiraan petani bertebar seperti sumur harta kaisar dan ratu
penuh manikam permata tak habis terpakai seumur waktu

Maleo bertelur di gembur pasir
membiarkan matahari mengarami anaknya
menetas di pangku pengasihan alam
buat kemeriahan pesta langit
di tepi bumi yang alami

ketang kenari mengerat kelapa menyisahkan remah
buat satwa yang lemah
anaianai melobangi tiang rumah
bertengkar dengan semut hitam yang mencuri telurnya
di balik dentum ambora, tanjung ombak abadi
yang terus bergelora
menggairahkan anakanak penyu belajar berenang
melecut gairah semangat kebaharian anak nusa

o, di dataran pulaupulau indah ini…
harusnya tak menetas rinai geram perbudakan
luka terbuka abad silam menanah di gema nanaungan
pengudusan kenduri Mahadia Ponto-Pasilawewe
menjatuhkan Kabaruan seharga kepingan logam mas kawin
lalu memborgol kepak gagah bangsa raja Elang
menjadi tekukur taklukan di kerangkeng pasar jual beli
di mangsa makaampo, dihisap lintah kopeni
persis di lekuk pantai molek menggeriapkan warnawarni ikan

tataplah dari Wowonduata pelampung air mengangkat pulau
seperti tangan Tuhan langsung membentuk lekuk tubuh anak gadis
meliuk gemulai membersitkan kecantikan sempurna hamparan karang
yang menebing dan datar atau menggembul
di dada benua berkilau perak pasir putih
pulaupulau tropis Pasifik yang dimasak dua musim
menjadi nona berpinggul padat memancar gairah
di ranjang beludru hijau pepohonan hutan
yang merebahkan tubuhnya membuka terusan jembatan pulau
dari tinonda sampai napombalu laksana kereta surga
menuju kutai, philipina, malaka, batavia
dan dunia baru di abad yang belum tiba

kelelawar terbang di tengah malam
suruk mengintai dengan gigi yang tajam
anakanak muda mabuk di gigir zaman
kakerlak mencari kesunyian di lemari pakaian
o, marilah keluar dari kamar kekhilafan
menjahit zaman yang disobek keangkuhan
bermalasan tak membuat kenyang
mencangkul ladang, menangkap ikan mencahayakan martabab
mengejar ilmu dan kearifan mendatangkan kebijaksanaan
hingga lantai bumi tak menjadi lebih tua dari umurnya
karena retak oleh nafsu dan sesumbar kuasa

jangan biarkan anak dimangsa ular di tepi jalan
buayabuaya di sungai biarlah mereka memakan babi hutan
bukan perempuanperempuan kita yang dulu melangir rambutnya
buat keharuman peradaban

bukankah di nanusa samudera masih mendengar suara manusia
mengisi ikan di lumbung doa di cekukan karang
gelatik, beo dan elang masih menggetarkan angkasa
dalam nyanyian tambur di pentas manee dan sawakka
ini waktunya mabua ton,na zaman
udah makat raya bukan payung air mata
tapi benteng utara yang gagah
buat sejarah baru
setelah zaman kesatria Arangkaa



*) Talaud adalah sebuah gugusan pulau di jazirah Nusalawo. Saat ini telah menjadi Kabupaten Talaud. Tanahnya subur, lautnya kaya ikan. Hasil tambang yang berlimpah tapi belum dieksploitasi.Di zaman purba, sejarah orang-orang Talaud selain punya persinggungan erat dengan Mindanou, juga punya persentuhan yang dekat dengan kerajaan Kutai di Kalimatan dan Majapahit di tanah Jawa. Serta kesultanan Ternate dan Tidore. Bermula di akhir abad XIII, di masa raja-raja Nusalawo, kepulauan ini merupakan daerah taklukan. Baik dalam status pampasan perang atau takluk karena diserahkan raja setempat menjadi mas kawin (Laekeng). Pulau Kabaruan misalnya adalah mas kawin dari pangeran Talaud Mahadia Ponto kepada putri kerajaan Siau, Pasilawewe, anak dari Raja Lokonbanua II yang memerintah di tahun 1510-1540. Penaklukan itu memunculkan masa perbudakan di kawasan ini, dan terus berkembang seiring datangnya orang Eropa, terutama Spanyol, Portugis dan Belanda, yang ikut mengambil untung dalam bisnis perbudakan. Tapi perbudakan tidak saja terjadi di Talaud, juga di Sangihe dan Siau Tagulandang, akibat politik pecah-belah Kompeni Belanda. Manee, adalah tradisi tua di pulau Kakorotan, menangkap ikan dengan daun kelapa. Sawakka, adalah upacara menolak bala. Mabua Ton’na adalah pesta adat buka tahun baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar