Minggu, 30 Oktober 2011

Surat Asmara Dari Lakon Yang Belum Terpentaskan (Puisi Iverdixon Tinungki)


aku tak akan menulis apa-apa
pada lembaran berikutnya
selain surat asmara  dan cinta
pada lakon belum terpentaskan

pertunjukan berikutnya hendaklah kisah abadi
bukan kisah Romi dan Juli
ditulis  Shakespeare untuk cinta yang pedih

Surat Bosias Untukku (Puisi Iverdixon Tinungki & Video)


aku menanti lakon kedua
dengan kegembiraan sekaligus ketakutan
cinta memang menghidupkan sekaligus mematikan
engkau tunas
akar-akarnya merambat ke jiwaku
kita saling memberi menerima
hingga kidungmu meresik dalam khotbah kawinan
dan engkau melahirkan anak-anak kangen
buah persenggamahan batin
tanpa nafsu tanpa kelamin

LAKON PERTAMA (Puisi Iverdixon Tinungki & Video)


yang nyanyi
yang nangis
di atas panggung: hatiku
penat menyusur usia
panjang  mendukakan

ADEGAN DALAM OPERA AIDA

KEMEGAHAN OPERA AIDA di The Giza Pyramids, Egypt

Untuk Pejuang Kristiani (Puisi Iverdixon Tinungki)


Darimanakah aku punya kekuatan menggambar kepedihan
Di atas tumpukkan ratusan ribu mayat
Kemanakah kupilih kata yang tepat melukis duka
Di atas air mata kesah yang menggemah dari utara ke selatan
Selain doa

Buat Penyair To’et (Puisi Iverdixon Tinungki)


Aceh indah
Rancak semampai
Di tulis kau serupa anak gadis cantik
Sepulang sembahyang di musolah kampungku
Aku bertemu Tuhan Yesusku di matanya nan damai
Serupa bertemu Acehmu di syair beribu penyairmu

Dukaku Duka Pingai Fansuri (Puisi Iverdixon Tinungki)



Dari laut perahu Fansuri datang ia ke dukaku
Bersama airmata tigapuluhsatu sultan dan empatsultanah
Dari empat  abad berkabar mereka tentang bencana:
Acehku berduka!
Berduka Aceh dalam dukaku

Pertapaan Gunung (Puisi Iverdixon Tinungki)


 

(mengenang E.T. Steller)

 

petakpetak kebun cabangcabang hutan manganitu

menyaksikan perjamuan asya matahari
mengubah setitik embun jadi mutiara, gema syukur
di rumah tawa sangkarsangkar yang dulu gelap

Raksasa Bakeng (Puisi Iverdixon Tinungki)


terkisahlah cerita lama di kabut mega
selaksana anak taufan menghamburkan pasir
menerjang mata para raja dan sultan
yang tak nanar menatap buana

begini ceritanya; ada keluarga raja raksasa
hidupnya pesta pora dan semenamena, Bakeng namanya
penyantap manusia dan peminum darah
tak hanya rakyat biasa atau pengelana
juga pegawai istana dan pembantunya dilahapnya

Sehangbalira *) (Puisi Iverdixon Tinungki)


betapa nista dayang wanita bila jatuh cinta
kepala raja bisa dipancung membayar asmara

Alahumbeli menidurkan raja Tolosang di pangkuannya
rebah pula langit Manganitu di gua purba
o, betapa mahal rias keindahan rupa perempuan ini
hingga wangi gunung lembahlembah Manganitu
tersuruk di pucuk dada dalam liar ombak teluk
yang penuh gairah menghujam liangliang batu
dan lelap bersama raja di punggung khianat Sehangbalira

Sabtu, 29 Oktober 2011

PERI CAHAYA (3) (Puisi Iverdixon Tinungki & Video)


Semalaman aku menjelajahi malam
Di titik nol kota
Mengintai jalanan senyap
Dan waktu yang lelap di pucuk pohon berdaun merah

PERI CAHAYA (2) (Puisi Iverdixon Tinungki & Video)

o…
gumam penyair itu dalam puisinya
ketika cintanya terus berjalan di atas lariklarik penuh cahaya
dihela tujuh kereta kuda, melintasi tujuh langit, menuju pintu surga

PERJALANAN HATI (Puisi Iverdixon Tinungki & Video)


baiklah kubuatkan engkau sebuah ruang sketsa
tak perlu kuas cat atau tinta, cukup tawamu
mengindahkan jarak ribuan mil yang kita namakan rindu
berapa langka kau butuh menuju hatiku

JAM WEKER HITAN (Puisi Iverdixon Tinungki & video)


jam weker hitam berputar
menyulam malam kelam
hingga sunyiku tergambar
pada kelebat api kunang-kunang
rindukah mengepak di sayap kelelawar-kelelawar

GILA-GILA MASO MINTA PAS NATAL TIBA ( Drama Komedi Satire Satu Babak)

Gila-gila  Maso Minta Pas Natal Tiba
Drama Komedi Satu Babak
PINANGAN Karya Anton Chekov
Adaptasi Iverdixon Tinungki
© 2011


P e m a i n
Alo Vander Bingobingo (60)
Karlota Vasung Vander Bingobingo (25)
Ungke Stelgaga Marbogobogo (30)

Jumat, 28 Oktober 2011

Kamis, 27 Oktober 2011

Inilah Rumahku, Pulau dan Laut

Rayuan Pulau Kelapa (video)

Ketika Kata, ketika kita...

TELUK TAHUNA ( Puisi Iverdixon Tinungki & Video)


bangau itu telah bergenerasi menjagai teluk
seperti sajak rinduku padamu
sejak zaman kora beterbangan ia
mengabadikan kemegahan cekukan lembah Awu
di mana doa dan nafasmu bersimpuh

ORKESTRA OMBAK (Puisi Iverdixon Tinungki & Video)



Harusnya kau ada di laut ini
melayari waktu di sisa nafasku
dengan rambut tergerai
menjuntaikan keihklasan langit
seperti cahaya menjagai pulau

CINTA DAUN RANDU (Puisi Iverdixon Tinungki & Video


Cinta dan tubuhku seperti daun randu
ketika bunganya mengelopak ia menguning
lalu gugur di kaki musim
berserak melisut diurai waktu

pohon dulu kuhidupkan itu
menjadi ranggas meski tak mati

THEODORA YANA ( Puisi Iverdixon Tinungki & Video)


Acap penyair tak punya kata
Buat memaknai hujan di kelopak mawar

“Apa yang ingin kau lukis pada pesta sepi itu?”

Aku membaca Justianus dalam codax Theodora yang megah
Langit yang ramai dengan pesan indah
Seakan Tuhan memilih perempuan yang dikasihinya

Selasa, 25 Oktober 2011

P I N T U (SEBUAH DRAMA MUSIKAL NATAL) Bagian 4


EMPAT
EPILOG
Setan muncul kembali.

SETAN :
Kau akan kehilangan semuanya jika kau teguh pada prinsipmu. Hari ini, jutaan manusia bangsamu ada di jalanan memperjuangkan kehidupan yang layak.

LELAKI :
Banyak pintu menuju kehidupan yang layak. Tapi sedikit sekali orang memilih pintu kebenaran menuju kehidupan yang layak.

P I N T U (SEBUAH DRAMA MUSIKAL NATAL) Bagian 1-3


Karya: Iverdixon Tinungki
(DILARANG DIPENTASKAN TANPA IZIN PENGARANG)

SATU :

Bunyi Lonceng 3 kali. Disambung suara angin/ halilintar

Tangan berdarah menerobos pintu berbentuk sekat di tengah panggung bagian belakang. Tak berapa lama diikuti kepalanya. Kepala itu bermahkotakan duri bergantung seperti gambar pada sebuah bingkai.
Suara dari kepala         :
Aku Anak itu. Aku selalu ingin lahir. Lahir dengan damai dalam hati setiap orang. Tapi dari abad ke abad, dari waktu ke waktu, seakan tak ada pintu hati yang terbuka bagiku.  Nasibku ternyata tak lebih dari sebuah pigura dalam rumah orang-orang. Orang-orang memajang gambar kesedihanku. Orang-orang memajang lukisan keagungan cintaku. Tapi orang-orang itu pula menolak kelahiranku dalam hati mereka, dalam rumah mereka, dalam keluarga mereka

Minggu, 23 Oktober 2011

Lakon: Dialog Lima Perisai (Teater SMA Negeri 1 Bitung)

Lakon "Dialog Lima Perisai" Karya Leonardo Axel Galatang, yang dipentaskan SMA Negeri 1 Bitung pada Festival Teater SLTA se Sulut 18-21 Oktober 2011 di Manado.

SEKILAS MANAJEMEN TEATER: BEBERAPA LANGKAH PENTING DALAM PENYUTRADARAAN TEATER BAGI PARA PEMULA


(Ditulis Sebagai Bahan Pengantar Dalam Pelatihan Bengkel Sastra)

Oleh : Iverdixon Tinungki*)


Tuhan  Sang Maha Sutradara.
Dunia adalah panggung sandiwara
Dan semua orang pemeran peran,
( Shakespeare)


l. Siapakah Sutradara Itu ?

            Dalam  pengertian sempit, terutama dalam bentuk-bentuk teater (drama) realis sutradara disebut sebagai pengatur laku.  Atau orang yang memiliki keahlian khusus dalam mengatur peran/ pemeranan dan merangkai peran-peran itu menjadi adegan sebagaimana pengembangan kreatifitas yang diinginkannya, lalu merangkai kembali adegan-adegan mengikuti alur (plot cerita) yang diinginkan oleh naskah (teks).

Berita Teater Sulut


Penutupan Musda & Festival Teater PATSU Meriah
Gubernur, Ir. Lucky Korah, Msi Pukau Publik Teater


Pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Persatuan Artis Teater Sulawesi Utara (PATSU) dan Festival Teater ke 12 yang berlangsung sejak 19-25 Juni 2005 lalu, ditutup kemarin (5/7)  oleh Gubernur Sulut Ir. Lucky Korah, Msi.
Penutupan kegiatan yang berlangsung sukses tersebut ditandai dengan pelantikan pengurus PATSU periode 2005-20l0 dan penyerahan hadiah kepada para pemenang Festival Teater.
Terpilih sebagai Ketua Umum PATSU yang baru Dra. Jetty Pulu, Msi, sedangkan yang menempati posisi Sekretaris Umum Frangky Kalumata. Sementara sejumlah peteater kondang Sulut seperti, Iverdixon Tinungki, Richard Rhemrev, Ir. Wolter Piri, Jhon Piet Sondak, Frangky Supit, Drs. Jusuf Magulili, masuk jajaran pengurus PATSU Yang baru  tersebut.

Festival Teater PATSU: Sebuah Catatan


Nafas Baru Teater Kita
Oleh: Iverdixon Tinungki

Persatuan Artis Teater Sulut  (PATSU) sejak 19 hingga 25 Juni 2007 lalu  melaksanakan festival teater yang diikuti l0 grup teater dari Manado, Minahasa, SaTal. Berikut sebuah ulasan lepas dalam membedah sisi intrinsik dan ekstrinsik dari pemetasan grup peserta festival.

JALAN SASAMBO


(Seni Ritual Magi Etnik Sangihe: media roh bertemu pesan dalam syair)
 OLEH: IVERDIXON TINUNGKI

Ada kata mematikan, ada kata menghidupkan. Demikian filosofi Sasambo. Sebuah seni ritual magi etnik Sangihe. Sebagai seni ritual magi, Sasambo tak sekadar hiburan tapi ritual. Kearifan dan heroisme tertinggi adalah penyatuan manusia, alam semesta dan Ilahi. Setiap jenis syair seperti juga irama  ketukan Tagonggong (Gendang Sangihe) memiliki makna dan masud tertentu yang ingin dicapai Pesambo (pelantun Sasambo). Biasanya dilaksanakan untuk maksud meminta pengasihan, atau keterlibatan kekuatan mekanis dalam alam semesta untuk mendatangkan kebahagiaan dalam kehidupan umat manusia seperti kebahagiaan perkawinan, karunia cinta, mendatangkan maarifat bagi anak, panen yang berhasil, memenangkan perang, mendatangkan keperkasaan bagi seseorang, menghindarkan negeri dari bahaya atau menolak bala, serta pengsucian kehidupan manusia dan alam semesta. Juga dapat digunakan untuk mendatangkan malapetaka bagi orang lain atau orang yang dimusuhi.

Jumat, 21 Oktober 2011

Teater Sodanama SMA Kr Eben Haezar

Teater Sodanama  SMA Kr Eben Haezar dalam lakon " LORCA"  berhasil meraih juara pertama festival teater tingkat SLTA se Sulut yang digelar Balai Bahasa Manado pada 18-21 Oktoeber 2011. Sebanyak 32 grup ikut dalam festival ini.

Senin, 17 Oktober 2011

MALAM KETIKA BULAN MERINGKUK (Puisi Iverdixon Tinungki)


Ada malam ketika bulan meringkuk di sayap sepi
di bawanya gadis itu berjalan sendiri
melompati savanah dan rimba musim yang terus ringkih
tapaktapak lisut dalam abu beku di matanya

ia selalu melontarkan senyum pada langit buram
lelaki yang mengawang pada setiap dejavu kerinduan
sesekali ia berucap dengan katakata belia
biar airmata menjadi noktah buat harap berkaca

ZERO POIN (Puisi Iverdixon Tinungki)







Dik…
Di zero poin cahaya itu jatuh
Jalanan membujur empat arah
Tak ramai lagi, tapi sunyi
Kecuali hujan menyanyikan hatiku

REPERTOAR HUJAN ( Puisi Iverdixon Tinungki)


Kisah yang mengental
Melontarkan repertoar hujan
Hingga laut menjadi sembab di hatimu
Dan wajahmu yang basah tak saja oleh airmata itu
Susah kuhapus dengan sekadar kata cinta
Karena kamu tak ingin menoleh dari masa lalumu

SELAMAT PAGI CINTA ( Puisi Iverdixon Tinungki & Video)




Sepagi ini aku menyaksikan nuri tertawa
Ketika hatiku ingin mengucap: Selamat pagi cinta!
Aku pun telah menyetel lagu Ilahi buat mengenang malam indah
Saat sayapsayap cintamu membawaku menyentuhi bintang

Minggu, 09 Oktober 2011

AKU ROTI HIDUP (Teater Iverdixon Tinungki)


SATU : LELAKI & SANG PINTU


Merambat, bergeser, bergulir, merangkak, melijit, berkelebat, dan bedebah! Sang pintu dan pintu-pintu itu sudah di sana menanti setiap yang lewat, mengajak masuk, atau mengusirnya seperti penjahat. Bulan sepotong, matahari sepotong, bintang sepotong lewat tertatih-tatih.

Meruwat Demokrasi Kita (Teater Iverdixon Tinungki)


Ada kegiatan mengangkat patung-patung untuk dipajang. Patung dipajang oleh patung. Mereka saling mengangkat dan saling memajang. Setelah semua terpajang dalan beberapa komposisi.
Beberapa patung terantai atau terikat, bergelimpangan di jalanan. 
Ada terentang tak beraturan pada sebuah kursih

Ada yang terikat pada sebuah meja

Ada yang tertelungkup

Dan seterusnya, pemandangan menyedihkan pantung-patung yang terpasung

HOMBANG KARARATU TABUKAN (Drama Tradisional Iverdixon Tinungki)



PEMBUKA


SEKELOMPOK ORANG SEDANG MENYERET SESEORANG
Salah seorang :
Kau harus dipihak Pandialang.  (ADEGAN INI DILAKUKAN BERKALI-KALI KEPADA BEBERAPA ORANG)
DALAM KEADAAN BERSAMAAN. SEKELOMPOK ORANG YANG LAIN SEDANG MENYERET BEBERAPA ORANG
Salah seorang :
Kau harus di pihak Dalerosulung.
SUASANA TERUS MEMANAS HINGGA MENIMBULKAN KEKACAUAN  BEBERAPA SAAT.

Analisa Freud Bagi Puisi


Oleh : Iverdixon Tinungki *)

          Imajinasi mendahului pengalaman. Begitu keyakinan dan pengalaman saya dalam penciptaan puisi. Kitapun tak dapat mengelak  dari kenyataan, bahwa  sekeliling kita terdiri dari imaji-imaji. Imaji-imaji yang kadang anonim itu  memiliki kemampuan membelunggu proses kreatifitas kita sekaligus merasuk menjadi signifier dalam karya kita. Serbuan imaji itu terkadang menggelantung-melayang bagaikan teks tanpa konteks. Jadi, merumuskan konteks pada teks secara semena-mena bisa memunculkan distorsi analitis dengan yang empirik. 

RITUS TOAR - LUMIMUUT (Sendratari oleh Iverdixon Tinungki)


BAGIAN  SATU

-         Panggung masih kosong. Sebuah lampu sorot warna merah dari bagian tengah atas panggung  menimpa sebuah gundukan hitam di lantai panggung.
-         Musik irama mistis Minahasa menyeruak ke dalam senyap panggung, lalu mengiringi pembacaan prolog.

Narasi :
Ribuan tahun. Ketika abad-abad belum dikenal. Ketika peradaban dan sejarah belum dimulai.  Karena sejarah dan peradaban adalah milik manusia. Empung Ilahi, Opo Wananatas, sesungguhnya telah mencipta dunia.  Bumi Emung adalah negeri ini. Emung ilahi, yang bermakna bumi Tuhan telah dihamparkannya dengan indah berhias bukit, gunung, lembah, sungai, laut, hutan rimba, satwa, dan burung-burung, kupu dan anoa, ular dan manguni, ikan dan kerang. Benga-bunga dan pelangi. Kehidupan itu bergerak geriap dalam simphoni musik Tuhan. Tapi siapa yang akan memaknakan keindahan senyap ini? 

Memetik Rupiah di Dahan Pala


Raup 102,10 Miliar Pertahun
Oleh: Iverdixon Tinungki

Kawasan Kabupaten Sangihe, Sitaro dan Talaud mempunyai beberapa komoditas unggulan  antara lain  komoditas pala dengan kualitas yang memiliki daya saing di pasaran dunia. Setiap Tahunnya komoditas ini menghasilkan 102,10 miliar rupiah. Sejumlah kebijakan telah dilakukan pemerintah daerah dalam menopang peningkatan produksi. Tapi penetapan harga dasar dan harga maksimum masih merupakan kendala. 

Iverdixon Tinungki, Kembalikan Satal ke Rumah Sastra Indonesia


Oleh : Meidy Pandean*)

Dari masa  penyair “Nelayan Sangihe” J.E Tatengkeng di zaman  Angkatan Pujangga Baru, dibutuhkan waktu yang panjang  selama  dua generasi angkatan (Angkatan 45 dan 66)  untuk bisa mengembalikan nama harum Sangihe Talaud (Satal) ke dalam rumah sastra Indonesia. Dia adalah  Iverdixon Tinungki, salah satu sastrawan energik asal Satal  yang berhasil menorehkan dirinya ke dalam peta sastra Indonesia modern. Ia telah menulis banyak  puisi dan prosa. Beberapa bukunya sudah diterbitkan di Manado, Jakarta, dan Jogya.  Bagaimanakah sikap kepenyairannya di tengah kondisi politik dan ekonomi  bangsa yang begini runyam?

Teater Bensas Lava, Nafas Baru di Tapal Batas


Oleh : Iverdixon Tinungki

Balai Bahasa Provinsi Sulut, pekan pertama April 2007 menggelar program pelatihan teater di Kota Tahuna dengan peserta para  perutusan Siswa SMA dan SMK se kabupaten Sangihe. Sejumlah sastrawan dan dramawan nasional dihadirkan sebagai pembina kegiatan tersebut dan telah melahirkan sebuah grup Bengkel Sastra (Bensas) yang kini menamakan diri sebagai kelompok Teater Lava.  Jumat, 13 April 2007 lalu, secara mengejutkan grup teater itu mementaskan dua lakon sekaligus masing-masing: “Perkawinan” karya Nicolaj Gogol dan “Impresi Sebuah Lubang Kunci” Iverdixon Tinungki”.  Berikut catatan lepas dari pementasan tersebut.

Jumat, 07 Oktober 2011

Membaca Luka Dalam Denyut Buyat (Resensi Buku Oleh Iverdixon Tinungki)


Membaca Luka Dalam Denyut Buyat


Judul                   : buyat: hari terus berdenyut
Penulis                : Jamal Rahman- Katamsi Ginano
Foto                   : Denny Taroreh-Jamal Rahman
Tebal                  : 114 halaman
Penerbit             : Banana
Tahun terbit        : 2007
Cetakan             : Pertama

Seniman seperti juga nabi, ia memiliki mata hati yang lebih terang dibanding manusia umumnya.  Kreatifitasnya menyeberangi kedalaman absurd wall untuk meringkus pesan-pesan ilahi (imaji) yang tersebunyi untuk dikasadkan sebagai apologetik (Pembelaan) dan pengharapan bagi kemanusiaan dan peradaban.

Delik Nedosa, Sebuah Produk Hukum Khas (II)


Oleh : Iverdixon Tinungki

Pengalaman proses yudisial di ruang pengadilan di Indonesia masih diselimuti ketegangan akibat adanya pemcampuradukan gejala yuridis dengan gejala non yuridis. Problem dikotomis ini antara lain disebabkan  pengabaian serta merta terhadap hukum adat yang sangat mengikat baik terhadap individu dan komuniti-komuniti tertentu di Indonesia. Hukum pidana dan hukum perdata yang ada pada kasus tertentu dalam komuniti tertentu terkadang tak mampu menjadi acuan untuk melahirkan kepastian hukum.

DELIK NEDOSA, HUKUM ADAT MASYARAKAT SANGIHE TALAUD (I)

 
 Oleh: Iverdixon Tinungki


Sebelum disahkan dan diundangkannya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang mulai berlaku tanggal 2 Januari 1974 serta Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, Aturan-Aturan  Perkawinan dalam hukum nasional di Indonesia mengacu kepada Ordonansi Perkawinan Warga Kristen Indonesia atau Huwelyk Ordonantie voor Christan Indonesians (HOCI) yang mulai berlaku pada tanggal 15 Februari 1933.

Suara Hati Anak-Anak (Drama Natal Untuk Anak-anak)


Suara Hati Anak-Anak

Naskah : Iverdixon Tinungki

(Dilarang dipentaskan tanpa seizin pengarang)


Bagian Pertama :

1.         Di Sebuah Jendela
Seorang anak perempuan dengan lilin yang menyala
Sesaat ia tampak sunyi. Tapi kemudian ia Menyanyi.
Lagu    : Hai Kota Mungil Betlehem

Jesus Is The Love (Naskah Drama: Iverdixon Tinungki) (2 --Tamat)



 
III
LELAKI  MISTERIUS
DAN  PEDIH MARIA ZAITUN SERTA JESUS

Kidung Maria Magdalena :
Habanera (Sambil Menari Erotis)

Lelaki Misterius :
Maria Zaitun
Bila Jususf menceraikan Maria engkau tak punya kisah
Kita sama-sama hanya tertunduk dalam nestapa

Seperti

Konser Kematian Cinta

gelap maha gelap
samar maha samar
kenangan adalah pedang terhunus
air mata kelam mengirimkan pedih
dari sayatan hati tanpa perih
langit mengecil dan terbang lenyap
tak ada cahaya di atas
kabut tanpa batas

tanah lembek  goyah
mengamblas pikiran
ditiup angin serupa debu
menggelinding
ke negeri-negeri beku

Jesus Is The Love (Naskah Drama: Iverdixon Tinungki) (1)


    Jesus Is The Love
Karya : iverdixon tinungki

(Dilarang dipentaskan tanpa seizin pengarang)

Pelaku :
Jusuf

Bunda Maria

Jesus
Lelaki Misterius
Maria Zaitun
Chorus

I
LELAKI  MISTERIUS DI ATAS PANGGUNG KISAHNYA CHORUS PATUNG MENYERET KERETA LILIN DALAM KEPERIHAN

Bunda Maria di Awan, di Sekat Bulan
Yusuf  Terantai Perasaannya
(Mereka Dua Dunia Yang Terpisah)

Kamis, 06 Oktober 2011

SOMEDAY (Puisi Iverdixon Tinungki & Video)


ketika hari menjadi tua
dan lampu rumah padam
di tengah malam yang murung
apakah selalu ada suatu waktu bagi kita

di sini langit berhujan 

ia menyembunyikan pengelana cahaya
padahal di beranda 

aku selalu menanti lagunya
lagu pengharapan tentang suatu waktu

BUNGA KENANGAN (Puisi Iverdixon Tinungki)


apa yang kau gapai
dalam kenangan tentang setangkai bunga
ketika senja mengiris denting malam
di selokan air mata

ia telah mengering
kelopak bisu hanya mengisahkan luka
kau mendongak ke langit
memandang kekosongan luruh jatuh

Rabu, 05 Oktober 2011

Rio Febrian - Jenuh (Lagu Hari Ini)

ALAMINA ( Puisi Iverdixon Tinungki)


dari mindanao hingga bacan
berkisah mondelingen alamina
ampuang mengajar kita syair dewa

o, aditinggi moyang tertinggi
pelindung alamina, pelindung kita
pusaka kara, seperti pedang terhunus
di tangan sejarah menjernihkan nasib
dimana doadoa berdaun
dimana maarifat berakar
dirapal hulubalanghulubalang
agar laut tak letih, langit tiada mengantuk
membuka luasnya jalan bagi pendayung
karena mendayung, dayunglah perahu
bersama seirama
searah setujuan
seperti tangan pasir yang banyak
membelai lautan serupa anak bocah
menjadi tak membahayakan

Asal-Usul Manusia Sangihe Talaud


Oleh : Iverdixon Tinungki

Peta genetika yang kini terbuka luas, setidaknya memberikan cukup sinar atas tabir rahasia sebuah pertanyaan besar: Dari manakah nenek moyang kita berasal? Dari manakah kita datang? Meskipun masih menyisakan sejumlah teka-teki, tapi dibanding masa sebelumnya, dunia antropologi saat ini melakukan lompatan besar dalam menyusun peta genetis yang menjelaskan mata rantai persebaran umat manusia di suluruh bumi. Penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah ini mulai menggeser keyakinan klan-klan umat manusia diberbagai tempat akan cerita ke-asal-an manusia yang bersumber dari mite dan legenda.

Immemoriam Ferdinan Abram, Sahabat, Abang dan Guru


Oleh: IverdixonT inungki
(Wakil Pemimpin Redaksi Harian Cahaya Pagi)

BAIKLAH, aku tak ingin memulai tulisan ini dengan kata”usia”.  Karena usia sekadar urai kewaktuan dalam garis hidup manusia.  Maka kumulai dengan kata “kehidupan”. Karena kehidupan adalah kisah yang tak usai dicakapkan.
Hari ini Rabu, tanggal 22 Desember 2010. Aku baru bisa tidur pukul 05.00 subuh.  Enam jam kemudian aku terjaga. Begitulah siklus kehidupan seorang jurnalis; ia terjaga saat semua orang tidur, dan ia tidur saat semua orang terjaga.

Menangkap “Poetic Spirit” Puisi-Puisi Raksaryan Pattinggi Poetra

Oleh
Iverdixon Tinungki

Membaca puisi-puisi Raksaryan Pattinggi Putra (Raksaryan) yang terbit di halaman Senaya Harian Swara Kita edisi Senin 6 Juli 2009, membuat berahi estetika saya menggelijang. Tapi tak cukup rasanya hanya dengan jalan persetubuhan transcendental guna mencapai keriangan ruhani. Butuh yang lebih beringas, mengupas dan memakannya biar ruhani saya terkenyangkan. Proses tersebut oleh para penganut teori ekspresi disebut presence dan difference atau ‘Aku’ penyair berubah menjadi ‘Aku’ pembaca.

Killing Me Softly (Lagu Penuh Kenangan)

 

PERI CAHAYA (2)
(sajak Iverdixon Tinungki)

o…
gumam penyair itu dalam puisinya
ketika cintanya terus berjalan di atas lariklarik penuh cahaya
dihela tujuh kereta kuda, melintasi tujuh langit, menuju pintu surga

telah ditinggalkannya kota utara berhujan
waktu penuh kabut, angin kencang yang mengacungkan pedang
ia pergi menuju bab terakhir dari sajak yang akan ditulisnya
tentang peri cahaya yang membawa pergi semua cintanya

Sometimes When We Touch (Lagu Yang Kusuka)

Selasa, 04 Oktober 2011

GEMA SANGKAKALA CHOIR Konser di AS (Video Berita VOA)

Tentang Dramawan Richard Rhemrev


Richard Rhemrev lahir di Manado, 30 Desember 1949. Nama keluarga Rhemrev didapat dari kakeknya yang seorang Belanda yang menikahi neneknya orang Siau, Ema Beta. Ayahnya adalah Herman Rhemrev, seorang wiraswasta yang bergerak di bidang teknik. Ibunya alm. Paulina Tumoka.

TATEHE WOBA (Puisi Iverdixon Tinungki)


Mawu i Tatehe
tau nakatehe woba
nakamara taghaloang

terbanglah bangau putih di langit tahuna
perkawinan purba pontoralage dolongsego
melahirkan pangeran utusan musim tujuh
Tatehe Woba istana teluk benteng cahaya

LOHORAUNG ( Puisi Iverdixon Tinungki)


bila manusia tanpa legenda
hidup sedatar pulau tanpa hutan
tak ada ukuran menilai khilaf
maka perang menjadi hiburan ketangkasan

ini pulau persinggahan balangingi
daratan tada hujan dengan pesisir curam
kubah kawah gunung menetaskan duka
mengeraskan ketabahan tanah liat di kebun umbiumbian

SASTRAWAN TATENGKENG ( Puisi Iverdixon Tinungki)


kadet spanyol portugis dan belanda
mendengar nyanyian resik nelayan Sangihe
di kegelapan samudera
mereka gembira dalam kerja
mereka berpengharapan di tanah lautnya
dan kau menulis tangisannya dua abad kemudian
sebuah kesaksian sajaksajak melepuh
di atas tanah airnya
syairsayair berdarah dalam perampokkan bersenjata
kompeni mengambil tanah laut kita
buat hosti yang mulia ratu dan pangeranpangeran eropa

KAKALUMPANG ( Puisi Iverdixon Tinungki)


kukur kelapa terkukur hatiku
anakanak gadis melepas selendang pergi ke dapur
menunggang kakiraeng senandungkan puisi agar cinta bersampai
perjaka datang meremas minyak menanti cinta melambailambai

berdendanglah tradisi upung tautkan cinta merindurindu
puisi berganti kerlingan, menari di mata meresap ke impian
pabila bulan sampai ke tanggal hitungan, datanglah kasili berkahi nikah
pesta di gelar tujuh malam, pertanda berkah berkelimpahan

Senin, 03 Oktober 2011

DEKONTRUKSI (Puisi Iverdixon Tinungki)


Kumakan sebutir neon
Tapi hatiku tetap gelap kelam
Kutelan sebutir matahari
Tapi hatiku tetap malam

Maka berjalanlah aku di tali yang dibentangkan
Jutaan bunda
Tapi kakiku selalu terhalang jutaan kutang

INDONESIA HARI INI (Puisi Iverdixon Tinungki)


Mari kita mulai belajar
Membaca Indonesia
Terbalik

Aisenodni
Aisenodni
Aisenodni
Aisenodni
Aisenodni
Aisenodni
Aisenodni

Hari ini tiga ratus miliar
Dollar hutang dicatat lagi