Minggu, 23 Oktober 2011

SEKILAS MANAJEMEN TEATER: BEBERAPA LANGKAH PENTING DALAM PENYUTRADARAAN TEATER BAGI PARA PEMULA


(Ditulis Sebagai Bahan Pengantar Dalam Pelatihan Bengkel Sastra)

Oleh : Iverdixon Tinungki*)


Tuhan  Sang Maha Sutradara.
Dunia adalah panggung sandiwara
Dan semua orang pemeran peran,
( Shakespeare)


l. Siapakah Sutradara Itu ?

            Dalam  pengertian sempit, terutama dalam bentuk-bentuk teater (drama) realis sutradara disebut sebagai pengatur laku.  Atau orang yang memiliki keahlian khusus dalam mengatur peran/ pemeranan dan merangkai peran-peran itu menjadi adegan sebagaimana pengembangan kreatifitas yang diinginkannya, lalu merangkai kembali adegan-adegan mengikuti alur (plot cerita) yang diinginkan oleh naskah (teks).
            Sutradara dalam pengertian teater mutakhir (kontemporer) tidak saja berfungsi sekadar pengatur laku, karena ia berhadapan dengan pergumulan multi kompleks sejumlah gagasan estetika baru, management produksi, hingga ke hal-hal teknis seperti rekayasa tecnology mutakhir yang sudah masuk dalam efek pementasan sebuah teater.  Dalam konteks ini, sutradara dalam mewujudkan karya penyutradaraannya menjadikan teks atau naskah hanya sebagai salah satu bahan baku atau acuan (benang merah) dalam pengembangan ide-ide kreatif selanjutnya.
            Mencermati fungsi sutradara yang memiliki beban multi kompleks ini, maka hal-hal penting dan mendasar yang harus dimiliki seseorang untuk menjadi sutradara :
-          Pertama, harus memiliki wawasan yang luas  tentang teater dan  seni pada umumnya. Sebab teater sebagai colective art, tidak saja berurusan dengan masalah acting tapi juga melibatkan unsur seni yang lain seperti seni rupa, seni musik, busana, dan tata cahaya dan sastra. Tanpa musik teater menjadi  kering. Tanpa tata artistik teater kehilangan efek estetik. Tanpa tata cahaya teater menjadi gersang, tanpa sastra, teater menjadi bombastis. Tanpa busana dan make up pemain akan sulit mencapai ekspresi yang dituntut dalam peran (teks).
-          Kedua,  memiliki pengetahuan yang luas terhadap bentuk-bentuk teater serta pengetahuan teknis tentang acting. Tanpa memahami bentuk-bentuk teater atau aliran (genre) seorang sutradara akan mengalami kesulitan menentukan format pementasan. Bahkan akan terjebak dalam teater asal jadi atau tanpa konsep. Tanpa pengetahuan tenknis tentang acting,  seorang sutradara akan sulit melakukan pembagian casting, dan mengatur continuitas ekspresi serta pemeranan.
-          Ketiga, harus memiliki wawasan yang luas tentang filsafat. Tanpa menguasai filsafat  seorang sutradara akan kesulitan menginterpretasi dan atau melakukan reinterpretasi teks (naskah) serta akan kesulitan menerjemahkan pesan-pesan filosofis dalam sejumlah ikon (penanda) yang terdapat dalam naskah ke atas panggung.
-          Keempat, harus memiliki pengetahuan yang luas tentang bidang ilmu yang lain. Hal ini dimaksudkan sebagai referensi penunjang dalam pengayaan  penyutradaraan dan pengayaan bobot (isi) sebuah pertunjukan teater.

 
2. Mengapa Harus Ada Sutradara ?

Seperti juga kehidupan keseharian, seseorang memiliki kemampuan, karakter dan ekspresi sendiri dalam merespons kehidupan kesehariannya. Tidak semua orang bisa menjadi buruh kasar, demikian juga tidak semua orang bisa jadi Kaisar. Adalah sangat berlebihan jika semua lelaki mengaku bisa berperan sebagai Romeo, atau perempuan bisa menjadi Julieta dalam lakon Romy and Juli karya Shakespeare. Meskipun ada anggapan adanya “Manusia Adimanusia” atau yang lebih sederhana disebut  “manusia multi talenta”, tetapi dalam dunia peran, talenta itu sendiri belum cukup bagi seseorang untuk bisa mengambil semua peran yang tersedia dalam sebuah naskah (teks). Seorang aktor atau aktris betapapun ia memiliki sejumlah kemampuan, tetap saja ada kelemahan dan kekurangannya.  Untuk menilai ini dibutuhkan suatu kepekaan dan kecermatan tersendiri oleh orang yang memiliki kemampuan menilai semua itu, yaitu sutradara.
Teater  sebagai sebuah karya seni kolektif, maka tugas seorang sutradara tidak terbatas hanya pada proses pemilihan atau penentuan peran dan mengatur laku. Tapi ia mimimpin proses produksi teater itu sendiri hingga tuntas. Seorang sutradara haruslah orang yang memiliki multi kemampuan dan multi pengetahuan.  Sebab, dalam memanggungkan sebuah produksi teater ke atas pentas dibutuhkan suatu kerja kolektif yang saling terkait satu dengan lainnya yang disebut sebagai management produksi.  Dalam manajemen itu, sutradara pemegang kendali utamanya. Tugas-tugas penting sutradara itu antara lain :
1.      Memilih naskah (teks) .
2.      Menentukan format atau bentuk teater
3.      Menentukan biaya produksi
4.      Menyeleksi dan menentukan kru
5.      Menyeleksi pemain dan mengelola pemeran
6.      Menjaga Continuitas pementasan
Karena adanya keragaman kemampuan inilah dalam sebuah proses menuju pementasan sebuah lakon (teater) dibutuhkan seorang pengatur laku atau dalam fungsi yang lebih luas disebut sutradara.

3. Naskah dan Bentuk Teater Apa
   Yang Harus Dipilih?

            Sebagaimana pengalaman sejumlah grup teater besar di Indonesia, masalah pemilihan naskah (teks) menjadi aspek yang penting dan yang pertama. Hal ini disebabkan adanya gaya yang sudah menjadi kekhasan  (trade mark) grup-grup itu. Ketika orang pergi ke gedung teater nonton pementasan teater Koma yang dipimpin sutradara N. Riantiarno, orang langsung tahu dimana mereka akan disuguhi bentuk-bentuk teater realis  atau naturalis dengan gaya komedi yang kental. Kalau nonton teater populer-nya Teguh Karya, kita diseguhi gaya realisme murni. Atau kalau nonton Bengkel Teater W.S Rendra, kita akan menyaksikan cerita-cerita klasik. Atau nonton teater Mbelink kita akan berhadapan dengan bentuk-bentuk teater dekonstruksi yang kaya simbol baik, kritik tajam dan cenderung anarkhis. Masih banyak lagi bentuk-bentuk teks (naskah) yang tersedia dengan mengusung aneka gendre.
            Dalam memilih naskah, tidak semua sutradara mengambil naskah dari karya-karya drama yang sudah tersedia, yang ditulis oleh para pengarang naskah. Banyak pula pementasan teater dilakukan tanpa naskah (improvisasi). Pementasan jenis ini biasannya hanya mengusung satu tema utama yang menjadi topik pembicaraan yang kemudian dikembangkan masing-masing pemain. Pada pementasan jenis ini sutradara  mengarahkan pembagian peran dan babakan yang nantinya menjadi alur atau plot pementasan.
            Ada juga pementasan jenis teaterisasi puisi atau dramatisasi puisi.  Pada jenis teaterisasi puisi, sutradara mengatur pembagian peran dan pemeranan sesuai dengan tokoh dan narasi yang ada dalam puisi. Sedangkan alur cerita mengikuti alur puisi yang dijadikan teks pementasan.
            Pada teater dekonstruksi atau teater yang  mengadopsi teknik seni rupa,  yang cenderung mengabaikan fungsi naskah, sutradara biasanya melakukan pembagian peran dan pemeranan menurut simbol yang dibutuhkan dalam mengungkap pesan kepada penonton. Teater jenis ini nyaris tidak mengunakan kata. Alurnya mengalir lewat simbol-simbol.
            Untuk drama tari atau sendratasik, sutradara mengarahkan peran dan pemeranan sesuai dengan tokoh yang dibutuhkan dalam gagasan cerita yang di tampilkan, dan mengekspresikannya menurut kreografi tari yang sudah diciptakan menurut simbol yang akan disampaikan.
            Pada prinsipnya seorang sutradara dalam menyiapkan sebuah produksi teater biasanya memilih naskah yang sesuai dengan kecakapannya dan sesuai dengan kemampuan para pemain (aktor dan aktris) dalam grup yang akan disutradarainya, atau ia harus mencarikan pemain yang pas dengan peran yang dibutuhkan dalam sebuah naskah.
            Setelah ditemukan naskah yang tepat untuk dipilih, sutradara memimpin diskusi bedah naskah bersama-sama dengan para calon pemain dan kru produksi. Dalam diskusi bedah naskah ini sutradara bisa meminta bantuan seorang dramaturg untuk membuat analisa naskah dalam diskusi tersebut. Hal ini dimaksudkan agar semua komponen produksi dapat memahami naskah itu secara tepat sesuai dengan bidang masing-masing. Para pemain bisa memahami peran dan isi naskah (plot).  Para penata lampu, artistik, busana,  make up, musik bisa menciptakan  gagasan  untuk menunjang pementasan naskah yang dimaksud sesuai dengan bidang masing-masing. Bidang pendanaan mendapatkan gambaran tentang kebutuhan pembiayaan produksi. Proses diskusi ini membuat semua komponen produksi mendapatkan gambaran yang utuh tentang pertunjukkan yang dimaksud termasuk bentuk teater yang akan dipentaskan.

4.  Siapa Nentukan Biaya Produksi?

            Meskipun pada tugas penyiapan pembiayaan dipimpin oleh seorang produkser, tapi sutradara memiliki posisi penting dalam penentuan anggaran. Sebab,  ketersediaan dana sangat mempengaruhi capaian hasil pengarapan yang akan dilakukan oleh seorang sutradara atas gagasan penyutradaraan yang akan dilakukannya. Sutradara memberikan pertimbangan dana yang dibutuhkannya untuk menerjemahkan naskah yang dipilih itu ke atas pentas.
            Banyak pementasan mengalami kegagalan akibat tidak tersedianya anggaran yang cukup untuk menopang ide-ide penggarapan yang ingin dicapai seorang sutradara. Itu sebabnya sejak awal sutradara dan produkser melakukan perhitungan yang cermat atas biaya yang dibutuhkan dalam sebuah produksi teater.

5.   Kru Mana Urus Apa ?

            Tugas sutradara yang tak kalah penting adalah memilih kru pendukung pementasan seperti Penata Artistik, Penata Busana, Penata rias,  Penata musik, Penata Lampu, Penata Tari dan kru lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan konteks teks atau naskah yang akan dipentaskan. Yang dimaksud dengan penata lainnya, bisa saja penata laga untuk teater yang memiliki adegan laga. Ada juga penata efek seperti efek sinar laser, kolaborasi dengan teknologi lainnya seperti film.  Penata konfigurasi untuk jenis teater kolosal.
            Dalam memilih kru itu, sutradara akan menempatkan orang-orang yang memiliki kecakapan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
            Tugas kru-kru ini membantu menerjemahkan atau mewujudkan gagasan dan ide – ide pengarapan sebagaimana yang diinginkan sutradara lewat pekerjaan di bidang masing-masing. Kru dan sutradara senantiasa melakukan koordinasi untuk kebutuhan itu.

6. Casting, Reading. Rehearsal, Bagaimana itu?

Casting (Pemeran)
            Siapa yang pas memerankan “Romeo”, siapa pula yang tepat untuk bermain menjadi “Julieta”, lalu peran Raja untuk siapa? Proses memilih pemeran untuk sebuah teater sama dengan istilah dalam film yakni disebut casting.
            Sekali lagi, penetuan casting sangat penting karena pada tahapan inilah kita menyeleksi sejumlah calon pemeran hingga mendapatkan pemeran yang sesuai dengan peran yang ada. Penentuan casting yang salah akan menyebabkan pertunjukan menjadi lemah. Tokoh Yulieta dalam naskah William Shakespeare misalnya adalah seorang putri raja yang sangat cantik. Maka dalam menyeleksi pemain untuk itu faktor kecantikan sudah menjadi salah satu kriteria. Meskipun demikian, tidak semua wanita cantik bisa jadi Yulieta.  Tokoh Yulieta wanita dari kalangan aristokrat yang cerdas, kukuh namun penuh cinta. Maka canting yang pas untuk itu harus disesuaikan ferformance seperti itu. Kita tak mungkin menempatkan wanita cantik dengan sinar mata lugu dan lemah gemulai untuk peran itu. Belum lagi, jika pendekatan penyutradaraan yang dipilih sutradara mengikuti format drama musikal, maka tambahan bagi casting Yulieta haruslah orang yang bisa menyanyi.
            Setelah kriteria awal di atas sudah terpenuhi, tahapan seleksi berikutnya biasanya sutradara memberikan penggalan cerita dalam naskah yang dipandang mampu mengambarkan seluruh karakter tokoh Yulieta kepada msing-masing calon pemeran dan memintahkan mereka membaca dan memerankan peran itu.  Setelah proses ini sutradara baru bisa menentukan siapa pemeran yang pas bagi tokoh Yulieta sesuai dengan tuntutan yang diisyaratkan dalam naskah.
            Demikian pula dalam proses penentuan peran  tokoh lainnya yang ada dalam naskah. Sutradara tidak bisa asal comot pemeran tanpa seleksi, apalagi menempatkan pemeran dengan jalan kolusi. Pemaksaan peran bagi seseorang yang tidak mampu memerankan peran itu akan merusak pertunjukan secara keseluruhan.
            Yang perlu diperhatikan adalah untuk keberhasilan penentuan casting ini sebaiknya sutradara menyeleksi para calon pemain yang telah memiliki kemampuan dalam dunia pemeranan.
Penentuan casting ini dalam film biasanya dilakukan oleh seorang casting director atau juga dilakukan asisten sutradara. Tapi dalam pengalaman pada umunya teater di Indonesia, casting ditentukan oleh sutradara.

Reading (membaca)
            Setelah semua pemeran sudah terkumpul sesuai dengan jumlah peran yang ada dalam naskah, langkah berikutnya sutradara mengarahkan para pemeran sesuai dengan isi naskah dan hal-hal yang mencakup pencapaian kreatif  yang diinginkan sutradara. Yang pertama dilakukan adalah bersama – sama membaca naskah ( reading) sesuai dengan peran masing-masing.
            Reading ini dimaksudkan untuk melatih vocal dan artikulasi sebagaimana yang diinginkan dalam konsep kreatif sutradara.  Reading juga berguna untuk mengukur durasi pementasan. Selain itu, membantu para pemeran dalam melafalkan dialog dan tata gerak sesuai dengan yang harus mereka lakukan di atas panggung.
            Bila ada hal-hal yang kurang pas terutama dalam sejumlah kata atau kalimat dalam dialog, maka pada tahapan ini bisa dilakukan perubahan atau penyesuaian kata dalam dialog.

Rehearsal (Latihan)
            Setelah beberapa kali melakukan reading, para pemeran sudah bisa melakukan latihan (rehearsal). Sesuai peran masing-masing dibawah bimbingan sutradara atau assisten sutradara. Dalam latihan, tata gerak (blocking), mimik dan bahasa tubuh (gestur) pemeran diarahkan sesuai dengan keinginan sutradara.  Perbagai perbaikan acting dan termasuk upaya membangun kepercayaan diri dan mood pemeran dilakukan pada tahapan ini.
            Ketika latihan dilakukan, para kru penata busana, artistik, rias, lampu, musik, ikut dilibatkan  dalam rangka penyesuaian dengan apa-apa yang akan mereka lakukan dalam mendukung pemeranan yang ada.
            Bahkan pada latihan yang lebih lanjut, unsur musik, busana, property dan hand property sudah mulai dipakai untuk kebutuhan pembiasaan dan penyesuaian dengan peran yang dimainkan. Untuk efek make up yang khusus sudah juga dicobakan kepada pemeran.
            Dengan latihan seperti ini maka keberhasilan dalam pementasan akan lebih mudah dicapai.
            Waktu yang dibutuhkan dalam latihan pada umumnya bagi teater ternama di Indonesia rata-rata di atas enam (6) bulan. Untuk cerita yang pendek sekalipun memakan waktu sampai tiga (3) bulan.  Untuk teater di Eropa yang sudah sekelas  Brodway memakan waktu tahunan untuk latihan.
            Anehnya, di Sulut, dari hasil pengamatan penulis, rata-rata latihan kurang dari  satu (l) bulan.  Hal ini sudah barang tentu mempengaruhi kualitas pementasan. Atau dapat digolongkan sebagai pertunjukan setengah matang kalau tak ingin disebut sebagai asal jadi.


7.  Ayo Pentas, Gimana ya?

            Saat pentas adalah saat puncak dalam pekerjaan sutradara.  Sutradara melakukan pengecekan akhir sebelum pementasan itu dilakukan pada semua kesiapan pekerjaan para kru pendukung apa sudah sesuai dengan keinginannya atau belum. Jika semuanya sudah siap, ia kemudian melakukan pengecekan akhir kesiapan semua pemeran. Jika sudah tidak ada kekurangan, maka pementasan itu sudah bisa dimulai. Jika ada kekurangan maka diperlukan perbaikan seperlunya agar kekurangan itu tidak terlalu menggangu jalannya pementasan.
            Aspek koordinasi pada tahap akhir ini sangat perlu dan penting, sehingga tidak ada hal-hal yang terlewatkan dalam rangka pertunjukan itu.  Jika aspek  koordinasi ini diabaikan, maka bila terjadi kesalahan akan sangat sulit diantisipasi, dan akibatnya sangat fatal bagi pertunjukan itu sendiri.
           
8. Yo Latihan Jadi Sutradara. Mulai?

Bahan Latihan l

Teater Kontemporer

AKU ROTI HIDUP


Karya: Iverdixon Tinungki



SATU : LELAKI & SANG PINTU


Merambat, bergeser, bergulir, merangkak, melejit, berkelebat, dan bedebah! Sang pintu dan pintu-pintu itu sudah di sana menanti setiap yang lewat, mengajak masuk, atau mengusirnya seperti penjahat. Bulan sepotong, matahari sepotong, bintang sepotong lewat tertatih-tatih. Bunda juga di sana, ia menyanyi lagu Ave Maria dengan Nada pilu.

Sang pintu : Bertobatlah karena kerajaan surga sudah dekat.
Pintu-pintu : bertobatlah kerena kerajaan surga sudah dekat

Dan mereka terus berkata-kata seperti sediakalah, sepanjang waktu, tanpa henti. Kesurupan, terguling-guling, hingga semua pintu berantakan menjadi puing. Mereka pun kelaparan, kedinginan, kesepian. Tapi sang pintu terus di sana memikul  galon air, menanti datangnya hari pembaptisan.

Sang Pintu :  Di tengah kegelapan aku menantimu dengan air
                        Biar adonan itu menjadi roti mengenyangkan mereka
Mereka yang kelaparan di jalanan itu.
Aku menantimu agar- daun-daun tak gugur dalam kehampaan
Aku menantimu agar bunga-bunga tak semata milik sepi
Aku menantimu seperti orang menanti fajar agar bertemu matahari
Di mana Dikau lelaki kencana
Bunga dari segala keindahan
Cahaya dari segala cahaya
Cinta dari segala cinta

Pintu l : Aku kedinginan.
Pintu- Pintu : Kami  kedinginan.
Pintu 2            : Aku lapar.
Pintu-pintu     : Kami lapar.
Pintu 3            : Aku haus.
Pintu-Pintu    : Aku haus

Akhirnya mereka dibungkus sunyi. Kecuali lagu Ave Maria dari Bunda masih sayup-sayup.

DUA :  SANG PINTU & SOSOK MAYAT


Dalam pengelanaannya, sang pintu bertemu sosok mayat di tengah tumpukan orang yang kedinginan dan kelaparan itu. Dan dibaptisnya mayat itu.

Sang pintu : Ini tuwung surga. Air dari sang bapa. Air mata sang ibu dan sinar pengharapan berlaksa-laksa generasi. Kubaptis engkau.

Mayat bangun, menggeliat, merangkak, kesurupan, dan menemukan dirinya. Sang pintu mengenakan jubah kencana pada sang mayat yang hidup itu.

Sang pintu : Jalanilah nestapamu hingga hari perjamuan kudus.


Sang pintu kembali kepusaranya, dan lelaki mayat menyiapkan adonan dan sosis bagi dirinya. Adonan dan sosis dicamnpurnya seperti perempuan tua membuat roti paskah.

(Bulan, Matahri dan Bunda mengiringinya dengan lagu amat sedih)

Narasi Sang Pintu :
            Jika engkau menyiapkan roti
            Dan menyantapnya diwaktu pagi dengan segelas kopi
            Terasalah jiwamu bersemi berselang hari
            Dan ingatlah
            Sang Bapa di surga menyiapkan roti dari dagingnya sendiri
            Lalu ia berkata : Akulah roti hidup
            Dan setiapkan orang datang menambahkan sosis
            Menurut selera masing-masing diri
            Dan menyantapnya sendiri-sendiri
            Dan setiap orang mulai menamai sajian itu
            Menurut citranya dan keinginnya masing-masing
            Itulah agama!

            Maria Magdalena kau dimana
            Ia disini
            Lelaki yang mencintaimu
            Lelaki yang engkau cintai

Maria magdalena muncul bersama seribu setan. Maria menari, Maria jatuh cinta. Maria memeluk dan menciumi sang lelaki mayat.

Setan-setan : Berikan ia dunia Maria.

Maria kian panas menari. Tapi lelaki itu masuk ke adonan dan sosis. Ia menjadi roti.

Maria menangis dengan sesal. Orang-orang dan siapapun datang keperjamuan itu dalam keadaan lapar teramat sangat dan memakan roti itu. Maria ikut mencicipinya, lalu ia menangis lagi.

Puisi Maria : Pengakuan Iman Rasuli diulangnya beribu kali

Setelah kenyang. Orang-orang menjadi betapa cerdas. Orang-orang menyeret rangka lelaki mayat itu dengan tali kemana mereka pergi. Ada yang jadi pendeta, ada yang jadi Muadzin, ada yang jadi pertapa : Mereka semua berkabar berita. Tapi ada yang jadi penjahat. Dan setan, tetap setan menjadi penggoda. Khotbah mereka mendengung seperti lebah.

KETIGA : TINGGAL RANGKA ITU DIPUING-PUING


Rangka itu kembali bergerak, karena betapapun sedunia orang memakannya, ia tak pernah akan habis.

Maria Magdalena bangkit dari kesedihannya dan dengan perkasah memanah rangkah dari roti itu.

Puisi Sang Rangka : Ya Bapa ke dalam tanganMu kuserahkan nyawaku.
Berkali-kali ia katakan itu dalam sunyi.
Hingga orang-orang tiba-tiba kembali dengan buas memakannya, mencabik-cabiknya. Lalu pergi, lalu pergi tapi ia tak pernah habis.

Sang rangka : Jika kamu semua masih ingin (7 kali)
                        Makanlah aku!


Seorang pemburuh tiba-tiba muncul.
Kata Pemburu kepada Sang Rangka : Bismilah Hirahman Hirohim, salam sejahterah bagi kamu.
Setelah berkata ia menembaki Sang Rangka. Lalu dipanggulnya mayat Sang Rangka entah kemana.

 
Tamat.



Bahan Latihan 2

Teater Eksperimental

 
Meruwat Demokrasi Kita
Oleh : Iverdixon Tinungki


Ada kegiatan mengangkat patung-patung untuk dipajang. Patung dipajang oleh patung. Mereka saling mengangkat dan saling memajang. Setelah semua terpajang dalan beberapa komposisi.
Beberapa patung terantai atau terikat, bergelimpangan di jalanan. 
Ada terentang tak beraturan pada sebuah kursih

Ada yang terikat pada sebuah meja

Ada yang tertelungkup

Ada yang menjinjing dua ember air
Dan seterusnya, pemandangan menyedihkan pantung-patung yang terpasung

Dialog patung :
Salah seorang       :  Demokrasi kita terpasung
Salah seorang       :  Hak-hak kita terkebiri
Salah seorang       :  Pemerintah kita tuli
Salah seorang       :  Politik busuk
Salah seorang       : Agama angkuh
Salah seorang       :  Suara rakyat disumpal
Salah seorang       :  Yang kaya korupsi
Salah seorang       :  Yang miskin menangis
Salah seorang       : Tak ada yang membela kami.
Semua                  : Tolong….tolong…tolong (Suara jerit tolong ini terdengar riuh dari mulut patung-patung terpasung.

Seorang pembaca puisi masuk dengan obor.  Duduk di antara patung-patung itu. Ia kemudian membacakan puisi. Monolog :

Puisi:

Hal terhebat dalam diri manusia mengibuli dirinya
(respons patung-patung : Kibuli ! (teriak dan mengubah komposisi)

Ada pemimpin yang gagal tapi iklan media massa bilang ia berhasil
Ada pemimpin korupsi tapi pengadilan ketuk palu tanda ia bersih
Ada rakyat miskin terpinggir tapi koran tulis mereka sejahtera
Ada calon pemimpin bersih tapi televisi nistakan ia di sana-sini

(Respons patung-patung : Berantas… (Bergerak liar dan beringas) Tapi kemudian berhenti dalam satu komposisi)

Pembaca puisi mengambil posisi menjadi Dirigen :
Wahai patung-patung Indonesia mari kita menyanyi lagu Indonesia raya. Satu…dua…Tiga.

Patung-patung : Indone (Tercekat)

Lagu itu diulang berkali-kali tapi tetap tercekat.

Pembaca puisi :
Tinggal sedikit kebanggaan kita yang tersisa bagi Indonesia
Karena mulut kita lama disumpal
Karena perasaan kita lama dicekik
Karena perut kita lama lapar
(Patung-patung Teriak : Lapar…)
(Mereka kesurupan lapar, lalu diam terhenyak)

Karena lapangan kerja tak ada
Karen hak-hak kita dikorupsi
Karena hati nurani kita diborgol
Karena tanah kita diambil
Karena rumah kita digusur
Karena kekayaan alam kita dicuri

Latihan lagi menyanyi Indonesia Raya. Tapi selalu tercekat.

Kami butuh air kasih sayang dari para pemimpin sejati.
Untuk selamatkan negeri.

(Ada sosok misterius mebawa sebotol airi)

 

Lelaki misterius: DENGAN SEMANGAT CINTA TANAH AIR INDONESIA

DENGAN SEMANGAT CINTA PADA RAKYAT
SAYA  KINI DATANG MENCUCI SEMUA  YANG KOTOR
BIAR KITA SAMA-SAMA  BISA MENGANTAR PADA CITA-CITA KITA BERSAMA, YANG MAJU YANG BERSATU

(Setelah bicara, kemudian menyirami dan memberi minum masing-masing patung. Patung-patung itu kemudian bergerak melepaskan diri  dari belenggu masing-masing. Setelah semua belenggu terlepas mereka kemudian mengeluarkan isi sebuah buntalan kain di tengah-tengah mereka yang di dalamnya ada bendera dan sebuah spanduk bertuliskan :

“SELAMAT DATANG PEMIMPIN MASA DEPAN”

Sanduk itu diancungkan dua patung dan patung lainnya mengacungkan masing-masing satu bendera merah  putih.

Pembaca puisi : Semoga air kasih sayang bisa membuat kita kembali bernyanyi.  Sol! (Stem)….

Semua Menyanyi : Hiduplah Indonesia Raya!


(Setelah sunyi, lelaki misterius itu kemudian terbahak-bahak menyaksikan keganjilan di depannya)

Lelaki misterus : Tangkap mereka semua!  (Teriaknya garang)
(Muncul sepasukan aparat keamanan menodongkan senjata kepada patung-patung , lalu menyeret mereka ke luar seperti binatang)

Lelaki misterius : (Kepada penonton)  Indonesia milikku.
Lampu padam mendadak
Serentetan bunyi tembakan menghentak.

Tamat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar