Minggu, 23 Oktober 2011

JALAN SASAMBO


(Seni Ritual Magi Etnik Sangihe: media roh bertemu pesan dalam syair)
 OLEH: IVERDIXON TINUNGKI

Ada kata mematikan, ada kata menghidupkan. Demikian filosofi Sasambo. Sebuah seni ritual magi etnik Sangihe. Sebagai seni ritual magi, Sasambo tak sekadar hiburan tapi ritual. Kearifan dan heroisme tertinggi adalah penyatuan manusia, alam semesta dan Ilahi. Setiap jenis syair seperti juga irama  ketukan Tagonggong (Gendang Sangihe) memiliki makna dan masud tertentu yang ingin dicapai Pesambo (pelantun Sasambo). Biasanya dilaksanakan untuk maksud meminta pengasihan, atau keterlibatan kekuatan mekanis dalam alam semesta untuk mendatangkan kebahagiaan dalam kehidupan umat manusia seperti kebahagiaan perkawinan, karunia cinta, mendatangkan maarifat bagi anak, panen yang berhasil, memenangkan perang, mendatangkan keperkasaan bagi seseorang, menghindarkan negeri dari bahaya atau menolak bala, serta pengsucian kehidupan manusia dan alam semesta. Juga dapat digunakan untuk mendatangkan malapetaka bagi orang lain atau orang yang dimusuhi.

Sasambo berasal dari bahasa Sangihe yang dibentuk dari dua suku kata yakni : Pertama, Sasasa artinya pengajaran (Petua, Penyucian). Kedua, Sambo artinya Syair (mantra, kalimat-kalimat petuah yang magi). Dalam budaya magi etnik Sangihe diyakini  jika huruf-huruf mematikan digambungkan akan menimbulkan petaka, huruf menghidupkan digabungkan mendatangkan berkah. Magisme Sasambo berada pada musikalitas bahasa yang dipengaruhi unsur bunyi (Lagung: Semua bermula dari bunyi) Tagonggong sebagai media roh bertemu pesan dalam syair.
Efek bunyi adalah spirit  pencapaian kulminasi trans (katarsis). Suatu periode puncak menyatunya kosmik manusia dengan kekuatan alam semesta dan Ilahi. Puncak trans dalam Sasambo khususnya berlaku pada jenis Lagung Sesonda (Sasambo heroisme).
Syair dan lagu (irama ketukan gendang) sasambo terdiri dari beberapa jenis diantaranya : a).Lagung Bawine: Berisi petua-petua berumah tangga, atau syair cinta. b).Lagung Kakumbaede Atau Sasahola : berisikan syair maarifat pengantar tidur bagi anak-anak. c).Lagung Duluhang : Berisi syair kearifan pesisir. d).Lagung Balang : Berisi syair kearifam  lautan. e). Lagung Sasonda : Berisi syair perang. f).Lagung Kafire           : Berisi mantra yang ditujukan untuk mencelakakan orang.
Masyarakat Etnik Sangihe meyakini   adanya tenaga mekanis yang sakti dan rahasia berada dalam seluruh alam, yang dipandang sebagai Ilahi sumber ke-asal-an. Sesuatu yang bisa mengerjakan atau menimbulkan kebahagiaan maupun pemusnahan. Karenanya, segala aspek pikiran dan tindakan didasarkan pada penyatuan kehendak manusia dengan tenaga sakti dalam alam ini. Jalan penyatuan kehendak inilah yang disebut jalan Sasambo
Kekuatan semesta itu berasal dari para Opo atau ampuang (roh orang suci atau orang perkasa yang telah mati), Ompung  (roh dewa-dewi lautan) atau Taghaloang (Tagaroa), Ingang (peri-peri), Ghenggonalangi (Sang Maha Kekuatan pencipta semesta-Tuhan dalam pengertian agama-agama semitik), serta roh-roh penyebab petaka, diantaranya : Pehang, Mongang, Lahoe, Kabanasa, Setang, Ratoen Setang. Sedang roh-roh yang bersifat baik seperti : Saritana, Ading dan Ghenggona.
Dengan Sasambo, manusia Sangihe menjalankan  filsafat kehidupannya melalui lima (5) unsur penting: Pertama, Tembo (Kepala)  Aspek kecerdasan dan kearifan. Kedua, Seba Kuaneng (Dada Kanan) atau Humanity. Ketiga, Seba Kuihi (Dada  Kiri) Keryakinan. Keempat,  Tiang (perut) kesejahteraan. Kelima, Manu Kadio (kelamin) regenerasi. Dengan demikian Sasambo sebagai ritual puncak dalam tradisi Sasahara dan Sasalili masyarakat Etnik Sangihe merupakan jalan menuju kearifan, humanitas, keimanan, kesejahteraan dan regenerasi.  
***
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar