Minggu, 30 Oktober 2011

Pertapaan Gunung (Puisi Iverdixon Tinungki)


 

(mengenang E.T. Steller)

 

petakpetak kebun cabangcabang hutan manganitu

menyaksikan perjamuan asya matahari
mengubah setitik embun jadi mutiara, gema syukur
di rumah tawa sangkarsangkar yang dulu gelap

 

inilah tapa pendakian ilmu seperti anak burung

melepas tubuh dari cangkangnya
dan terbang setinggi rajawali
dalam migrasi zaman mencari terang


ketika itu pintu  asrama gunung di buka di suatu pagi
seorang zending berjubah putih seperti nabi Daud
menyanyikan mazmur  anakanak tak beralas kaki
yang berbaris diakarakar laut senyap pulau

“marilah belajar membaca biar bisa menulis Nusa Utara-mu
karena di atas ladang lautmu akan melintas sejarah panjang
tanamlah pohon lurus untuk lunas perahu di hutan ini
hingga jelajahmu bisa sampai ke pantai luas yang baru”

sepertinya langit mendengar doa pucukpucuk bunga hutan
menurunkan hujan menggemburkan tanah kering buat kecamba
padepokan pertapaan gunung, ruang kelas mereka adalah kebun,
bengkel mesin, arsitektur rumah, kamar orang sakit,
marifat doa dan sebuah papan bertuliskan:
“ilmu adalah jendela dunia”

ratusan orang belajar di sana
membolak balik kitab injil sosial
dari seorang imam untuk dunia
yang kini menjadi jejak ziarah
bahwa dia bukan penjajah

zending memang bukan VOC
meski datangnya di kapal yang sama
satunya membuka cahaya lainnya mengejar laba
seperti racun dan obat berasal dari pohon yang sama

2004

*) Missionaris  Zending tukang E.T. Steller, seperti juga missionaries tukang lainnya, dalam pengabdiannya di Sangihe selama 40 tahun, menerima banyak anak pribumi di dalam rumahnya untuk dilatih dan belajar berbagai kemahiran kerja, seperti perbengkelan mesin, bercocok tanam dalam teknik modern, arsitektur, ilmu perawatan, dan guru. Usaha  ini dilakukan  karena keterbatasan kaum pribumi menyekolakan anaknya di sekolah pemerintah yang sangat mahal biayanya. Kegiatan ini dikemudian hari dilanjutkan anaknya Mr. K.G.F. Steller, dengan membuka model pendidikan padepokan yang disebut “Asrama Gunung”, yang berhasil melepaskan banyak lulusannya yang trampil di bidang masing-masing, dan mendorong kemajuan di Nusa Utara ketika itu, dan masih terasa manfaatnya hingga kini khususnya dibidang pertukangan.  E.T. Steller, adalah seorang Zending Gossner Jerman,  mengabdi di Sangihe sejak 25 Juni 1857 meninggal  pada 3 Januari 1897 dan dikuburkan di Manganitu, Sangihe, di samping makam istrinya. Ia adalah salah satu dari sekian orang Eropa yang berjasa besar dalam mencerdaskan kehidupan orang-orang Nusa Utara. Sejak kedatangannya pertama ia tak lagi melihat negerinya. Ia menganggap Sangihe adalah tanah airnya yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar