Rabu, 05 Oktober 2011

ALAMINA ( Puisi Iverdixon Tinungki)


dari mindanao hingga bacan
berkisah mondelingen alamina
ampuang mengajar kita syair dewa

o, aditinggi moyang tertinggi
pelindung alamina, pelindung kita
pusaka kara, seperti pedang terhunus
di tangan sejarah menjernihkan nasib
dimana doadoa berdaun
dimana maarifat berakar
dirapal hulubalanghulubalang
agar laut tak letih, langit tiada mengantuk
membuka luasnya jalan bagi pendayung
karena mendayung, dayunglah perahu
bersama seirama
searah setujuan
seperti tangan pasir yang banyak
membelai lautan serupa anak bocah
menjadi tak membahayakan

lalu terbetik cerita sukma selalu lusuh
seakan bumi tak berhenti menjadi tua
dan sejarah harus dibarukan
dalam gemerincing pedang beradu

anaksuku menggetarkan perang
membagi pulau atas nafsu, atas kuasa
menebas narang hingga menitikkan darah
dalam ketuban ajaran bertuah
kemudian melahirkan beberapa anak jadah

lihatlah moyangmoyang
di atas siong Kara, o
seperti guru letih mengajar anakanak durhaka
ketika jadi pemimpin hanya berpikir anak,
istri dan sanak saudara
rakyat di biar merana
penjahat dijadikan pahlawan
pahlawan dipenjarakan
ini keganjilan namanya!

maka berbijaklah ia
moyang ampuang Tatetu
sembilan kali menghadap dewa
membawa tangisan orangorang lembah
mereka yang hak kesejahteraannya dikorupsi para datuk
mereka yang hak kemanusiaannya diambil para datuk

o, moyang tertinggi, moyang aditinggi
empung upung amang, o
meminta ia alamina dibenamkan ke samudera
nedosa balagheng mau punya laut, punya pulau
punya semua, semaunya
beri air mata duka moyangmoyang
buat menempah, mengasah pedang perang generasibergenerasi
di atas laut yang dibawahnya terkubur sebuah negeri
dimana moyangmoyang dan peri
pergi menepi
membiar kita hidup sendiri

dan pulaupulau itu dinamai nusalawo
sebuah syair tua alamina
yang letih hidup bersama

2009

*) Ampuang Tatetu adalah seorang pemimpin spiritual (kulano). Sebuah mite dari masa purba di bawah 1500 SM menyebut Alamina merupakan daratan pulau besar yang membentang dari Bacan hingga Mindanao. Pulau itu dipimpin kulano tua bernama Ampuang Tatetu yang dipercaya sebagai wakil dewa moyang tertinggi Aditinggi yang berdiam di puncak gunung Karangetang. Alamina di hancurkan dan ditenggelamkan karena manusia tak lagi patuh pada hukum dewa moyang tertinggi (narang). Dari bencana besar itu, yang tersisa adalah puncak-puncak gunung yang kemudian membentuk pulau-pulau. Sementara hamparan karang di dalam laut di wilayah utara muncul menjadi pulau-pulau karang yang baru. Karena letaknya jauh ke laut maka disebut pulau karang jauh di laut. (Malaude atau Talaude) Sisa-sisa dari reruntuhan Alamina itu oleh datuk Tatetu dinamakan Nusalawo (Pulau banyak). Saat ini orang menyebut kawasan pulau-pulau di utara daratan Minahasa itu dengan nama Nusa Utara. Padahal sebutan Nusa Utara tidak tercatat dalam artefak sejarah dan mitologi Nusalawo. Peristiwa letusan gunung Awu yang menelan banyak korban jiwa serta hancurnya 7777 rumah di abad ke XI juga menenggelamkan sebagian daratan pulau Sangihe dan membentuk pulau-pulau kecil seperti pulau-pulau Nusa, Lipang dan beberapa pulau lain hingga pulau Marore. Kejadian itu dikaitkan dengan adanya dosa sumbang (nedosa) antara Mekondangi dan Tampilangbahe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar