SEPETAK LADANG DI
MATA PETANI
(perjalanan
ke Geme)
langit
memintal warna kemuning biji padi
di sepetak ladang,
di sepetak mata petani
entah berapa
abad petani mencangkul bau belukar
cericit
burung dan getir biru yang boyak moyak di wajahnya
sebelum atau
sesudah petak ladang ini bisa disemai,
dipanen
tak saja
tanah, juga darah di nadinya menanak doa
tapi petani
hanya sepotang kata
dalam ucapan
ringan orangorang di balik samudera
berjarak
langit bumi tanpa tangga
di petak
hatinya tanah dan laut tak lebih ruang cahaya lentera kecil
dengan
pedalaman malam dihuni burungburung risau
di sini,
setiap kali suaranya tergelincir
di batu
saman penuh lumut
dihisap
lintalinta yang gemuk
oleh darah
pulau yang selalu parau
untuk
sekadar bergemuruh
ketika kicau
burung menghiburnya di atas mayang patah
senja meringkus
semua mimpi pecahpecah itu
petani
kembali menanami ladangnya
dengan
bijibiji air matanya sendiri
BILA LAUT ITU IBU
ibu selalu
bangun lebih pagi sebelum matahari
sebelum
adzan subuh menggemah
sebelum
Tuhan lebih dulu terjaga oleh doanya
kendati
semalaman, aku menyusu semua kisah di lengannya
seperti
perahu korakora tak takut pada ombak
ibu
adalah lunas dan tiang utama
kokoh kerena
air mata
arus
samudera tak membuatnya letih
sekali
terpacak, kemudi harus diarah dengan cakap
dalam angin
mati pun korakora harus bergerak pergi
“bila laut
itu ibu, siapa anaknya?”
ombak nusa
utara pecah di hatiku
laguannya
mengikuti jiwaku
dalam cabikancabikan
Klikitong
menuruni gunung menuju pernikahan langit
dengan gemuruh
laut dalam sajakku
“aku
anakmu,” ujarku pada mata hati tak kan
beruban itu
abadabad tak
membuat ia tua, karena uban tak membuat ia rabun
pagi dan senjanya adalah gelombanggelombang
abadi
menjemput
korakora dalam barisan sajak ini berlayar kembali
*)Klikitong: Musik
tradisional Sangihe dalam pesta syukur. (Siau).
BURUNGBURUNG LAUT
burungburung laut berumah di hati
nelayan
menggegaskan dayung memburu geriapan
ikan
tak pandang angin buritan atau haluan
berpacu itu kemenangan
berapa ekor kau bawa dalam kisah
sejarah
bahari tak sekadar dentuman meriam
samudera taman hidup nan elok
itu sebabnya genghona meluaskannya
seluas hati yang selalu sulit ditebak
selain dicintai tanpa menghitung
jerih lelah
juga makna
di jejeran pulaupulau Tatoareng
senja lebih megah dari sinar lampu
kota
puisi Tuhan melelehkan tinta emas
dikuas sayap burung
menggambar nun selalu berada di ujung
nafas kita
pucukpucuk pulau
berayun di pucukpucuk ombak
di atasnya burungburung lihai
berkejaran
memuisikan irama lebih tua dari
pengetahuan kita
tentang laut menggelegak itu, semangat
*) Genghona: Ilahi
*) Tatoareng: Nama kecamatan pulau-pulau yang berjejer di selatan
Sangihe.
OMBAK AMBORA
Perjalanan bersama Rimata
Narande
melintasi
Ambora, ombak adalah buku
barisan
halaman luas
tebal
oleh kisah arus
juga
perang besar di pulaupulau itu
puisipuisi
memucuk di keningnya
membuih
seperti bijibiji asin
mata
gadis berbaris menghampar seperti pasir
ia
di sana menati ziarah pesamudera
setia
menghidu bau sesaji di pucuk matanya
ia
gelisah. laut ini menempah segala ke dadanya
tak
saja ombak, juga kesunyian abadi di kedalaman biru hatinya
pen
perahu dari kayu pasa, lunas batang tua dari rimba mantra
bau
melati bumi arangkaa; dekaplah katamu, laut itu kekasih
wahai.
berapa surut, berapa pasang buat aku mengayuh
hingga
tiba di tawamu sebening angkuh laut ini
karangkarang
menjalari gunung
menebing
di dinding langit hatiku
ke
mana perahu mengarah
selalu
tiba di padang air yang marah
deretan
gadisgadis penari, gerendam tamburtambur
o…kapan
pesta ombak ini berhenti memukul
melintasi
ambora, melintasi mata hiu
surga
sedekat taringnya
mengendap
di kedalaman biru, menggelegak di hatiku
hingga
yang oleng bukan perahu, tapi kelakianku
sebegitu
jauh pelayaran, akhirnya aku tiba pada syairsyair mantra
memenangkan
laga tak sekadar kita perkasa
tapi
keberanian menerima kematian, seperti pelukan kekasih
kiat
erat dekapannya, kian terasa indahnya tikamannya
*) Ambora: kawasan laut yang selalu
berombak sepanjang musim, di pesisir Geme-Arangkaa, Talaud
*) Arangka: sebuah desa yang terbakar
dalam perang Larenggam dan Belanda. Di desa ini ada goa tengkorak para
pemberani yang semuanya gugur dalam perang terakhir yang dasyat itu.
DALAM KLIKITONG
dalam
klikitong kutemukan pulau
telah lama
terkubur
darah lelaki
mengalir bagai arus
memecah di
mata samudera
terus mendekap ombak tua
di pesisir
itu
ombak tua itu
mendebur seluas ingatan
bagaimana
batangbatang sejarah menegak
di tengah
bunyi berdejakdejak
semacam derap
dayung
selalu pulang
dengan kisah kemenangan
tapi yang
tersisa di pulau ini
hanya kisah
lusuh kerajaan masa lalu
tentang
kemaharaan pala kejayaan korakora
kini bernanah
di atas bendera kemerdekaan palsu
tak hanya
lelaki
perempuan pun
menari
menari di
tengah irama langit berkelindan ini
seperti lava
terlontar ke atas barisbaris sajak
melahirkan
api
lalu, kemana
para lelaki pemberani
di tengah
harga diri tergadai seharga anak babi
bila bunyi
klikitong ini kian merancak
bukankah jantung
leluhur api di kepundan pulau
memuncak membariskan
ledakanledakan
sebagai
ingatan perang sesungguhnya belum berakhir
dan harus
dimulai
buat meraih
kemerdekaan sejati
*) Klikitong: musik tradisonal warisan tradisi dari
masa Kerajaan Siau.
Wah, saya menikmati puisi-puisi ini, Mas.
BalasHapusSalam kenal :)